Tampilkan postingan dengan label 2021. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 2021. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Oktober 2021

“Sial”

 

Hari ini selepas penjas yang hanya memberikan materi, pak dosen Syarif Mubarak mengambil tempat pada jam 10.53 untuk mengajari kami Bahasa Inggris. Dan aku tidak mempermasalahkan semua itu, aku mempermasalahkan pelajaran.

Sedari dulu aku mempercayai bahwa sekolah adalah sejumput kekangan, terlebih dengan dosen yang selalu merasa bahwa diri mereka harus diikuti, mereka tidak pernah menganggap manusia sebagai manusia, melainkan seekor kambing yang bisa mereka tarik kemana-mana.

Share:

Kamis, 23 September 2021

Dari Hambamu Yang Capek


Aku berpikir bahwa Tuhan mungkin hanyalah kata, atau pelarian untuk menjawab hal yang tidak bisa diuntai manusia. Aku kadang skeptis akan kehidupan, kendati mengetahui ada begitu banyak orang baik di muka bumi ini, aku tetap skeptis.

Tadi malam aku memutuskan tidur tanpa sholat Isya terlebih dahulu, kubiarkan jiwa dan ragaku beristirahat dalam sunyinya malam dan membiarkan mereka yang menelponku hanya memeluk angin. Aku tidur begitu lelap sampai lupa bahwa aku sempat bermimpi, namun tidak berapa lama berlalu aku kembali terbangun dengan perasaan yang sama.

Aku terbangun pada jam satu malam, tepat jam satu. Ini tentu lucu kalau kita bawa ke ranah horor karena aku sempat menemukan cerita kalau ternyata ketika manusia terbangun tengah malam, maka sebenarnya ada makhluk dari dunia lain yang ingin berbincang dengan kita, jadi aku bisa membayangkan bahwa ketika itu sosok tersebut akan berdiri disamping kasur dan terus memandangiku dengan matanya yang merah darah.

Namun aku tidak mempercayai hantu, aku mempercayai jin, tapi untuk hantu, tidak. Namun mungkin karena hantu adalah sebutan untuk para jin usil yang mengganggu manusia, atau mungkin adalah jin yang memang jahat.

Jam satu tidak banyak yang bisa aku lakukan, malam begitu sunyi dan diluar begitu gelap, aku tidak menemukan apapun selain kesunyian yang merengkuh semesta, diluar sana bulir-bulir embun mungkin sedang berderap rapi menuju bumi, muncul satu persatu diantara daun-daun yang semakin menguning.

Dan aku belum sholat isya.

Sial memang, akan tetapi aku memilih untuk merebah dan menutup mata, kendati malam telah larut dan Tuhan selalu menunggu, namun mungkin aku merasa hamba yang tentu tidak dibutuhkan Tuhan, ada begitu banyak manusia yang bercerita malam ini, namun aku tidak bercerita, ada begitu banyak umat manusia berdosa yang membutuhkan Tuhan malam ini, tapi aku merasa tidak.

Sebenarnya begitu indah bila kita jatuh pada pelukan Tuhan, membiarkan Ia memeluk kita dengan Tangan tak kasatnya, atau mungkin kita berbaring diatas pangkuannya. Bukankah Tuhan selalu mengerti tentang hamba yang Ia ciptakan?

Namun duniaku terasa kosong seolah tiada satupun yang dapat menyentuhnya, bertanya dengan diri sendiri hanya menghasilkan ruang hampa tiada terkira, aku selalu bertanya apa aku akan jatuh cinta sehebat itu lagi? Namun bukan kepada manusia, melainkan kepadamu, Tuhan.

Aku memahami kita akan dipertemukan dengan orang-orang salah sebelum Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang benar, Tuhan hanya ingin kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang kita buat, belajar tentang keikhlasan, belajar untuk menjadi manusia yang manusiawi, akan tetapi aku tidak pernah menyadari sebab mungkin aku juga adalah kesalahan, atau mungkin selama ini aku tidak pernah manusawi.

Harus kuletakkan dimana hati, jika pada akhirnya orang yang aku cintai akan pergi dan mati? Aku tak bisa meletakkan hatiku pada-Mu, ia tidak pernah tumbuh, bahkan aku bingung bagaimana aku harus menumbuhkannya, kau berbicara melalui Al-Quran, kau berbicara melalui alam semesta dan aku kau ciptakan hati untuk membaca. Namun hati ini telah mengeras, perlahan-lahan, mungkin ia juga akan mengeluarkan-Mu dari tempatnya. Namun sungguh aku tak ingin, aku ingin engkau menetap, tidak dimanapun, tapi di hatiku.

Menyedihkan aku hanya dapat memeluk bayang-bayang, betapa menyedihkan selama ini aku selalu merasa sendiri kendati begitu banyak manusia baik yang engkau ciptakan di Bumi. Sebab mungkin hati ini lelah dengan ketentuan yang Kau ciptakan, ketentuan-ketentuan baik itu, aku lelah, Tuhan.

Dan aku kembali terlelap.

Kala itu jam tiga, aku terbangun kembali, kali ini berbeda, apakah aku merasa lebih baik? Aku tidak tahu, hal yang aku ketahui adalah aku masih hidup, paru-paruku memompa dan jantungku masih berdetak.

Aneh juga bagaimana aku bisa terbangun lagi, mungkin tubuhku tidak mau istirahat terlalu lama karena takut akan berkarat, atau mungkin hatiku perlu diisi oleh apapun atau siapapun, atau entahlah.

Mengingat hal ini ingatanku mengembara ke masa lalu saat aku kelas 4 SD, kala itu sore dan hangatnya mentari memeluk aku yang terbaring di berugak, mimpiku aku sedang bermain-main bersama Anggita Saputri, seorang perempuan manis yang begitu cantik bila rambutnya di pony. Dan tidak hanya itu, aku saat itu berada pada dua realitas, pada sebuah pelukan matahari yang hangat, dan realitas asli. Seekor lalat menempel di hidungku, tidak berhenti bergerak seolah ingin membangunkan aku dari mimpi itu.

Dan aku terbangun, aku tidak mengerti mengapa lalat itu tetap disana, seolah ingin memperingatkan aku akan sesuatu, belum sholat? Mungkin. Sampai aku bangun lalat itu tidak pergi, dan akhirnya aku bangun dan lalat itu lenyap bersama angin.

Aku menyerah, aku mengambil air wudhu, sholat Isya, sholat tahajud, lalu kemudian bercerita. Aku nggak lagi berdoa, aku hanya curhat, ingin Tuhan tahu apa yang kurasakan, lalu aku berdoa satu hal. Selepas itu aku hanya diam, tidak peduli apakah doaku atau apa yang kuceritakan tersampaikan atau tidak, tidak peduli lagi dengan banyak hal.

Aku suka bertanya, terkadang aku akan melepas imajiku seliar-liarnya menuju padang sabana yang penuh padang ilalang, terkadang aku melepasnya untuk terbang diantara cincin-cincin Uranus, terkadang aku hanya bertanya mengenai hal-hal yang tidak aku pahami, namun mungkin saat ini aku hanya bisa bertanya akan suatu hal:

Apa hari esok semuanya akan membaik?

Share:

Minggu, 22 Agustus 2021

Sajak Milad Hammasah

 

Milad Hammasah tinggal sebentar, aku tidur sampai sebuah telpon membangunkan aku, dan ternyata itu dari Yazid. Ia menyuruhku membuat kata-kata untuk Hammasah, sebuah sajak agar nanti kami tampilkan, dan Roid sebagai naratornya. Aku mengiyakan, dan aku tertidur kembali.

***

Sajak Milad Hammasah

Dua tahun telah berlalu semenjak kami berpisah, hangatnya kenangan yang kini mendingin, manisnya senyuman yang kini tidak lagi kudapatkan. Aku laksana planet pluto yang semakin jauh entah kemana, menjauhi matahari sejauh-jauhnya sampai lupa tujuanku apa.

Di tempat yang dingin ini, aku masih bisa mengingat bagaimana tawa kita membelah malam, bagaimana kita yang memperebutkan kursi dikelas, bahkan sampai bagaimana kita merayu bukde di dapur agar tidak menyantap lauk terong.

Aku juga mengingat bagaimana kita kucing-kucingan dengan ustadz, atau bagaimana kita saling mendelik dengan anak putri saat acara di pondok. Bukankah kenangan itu amerta? Abadi dalam lubuk hati sampai mencuat dalam alam mimpi?

Senyuman itu, kehangatan itu, sapaan itu, jauh dari kalian semua menjelma bias-bias kenangan sebab kita tidak lagi bersama. Namun bagaimana mungkin aku menyalahkan keadaan? Kita semua adalah secangkir kopi yang pernah hangat, namun kini dingin dalam pelukan senja.

Aku, kamu, kita…

Tapi kau tahu kawan? kini aku menyadari bahwa mungkin kita bukanlah hanya secangkir kopi yang menyambut pagi, kita mungkin adalah bintang di galaksi yang membara dan menghangatkan alam semesta.

Kita semua adalah mozaik Hammasah yang tersebar di penjuru galaksi, sebagian dari kita akan menempel pada bintang-bintang terjauh, atau pada bekunya samudera Pasifik. Namun percayalah kita akan kembali menjelma satu, menjadi kesatuan dan menciptakan Hammasah yang utuh.

Kita semua adalah serpihan Hammasah dengan makna dan cerita yang kita rangkai sendiri. Dan suatu saat nanti, percayalah akan ada masa aku dan kamu akan kembali bersama menembus pagi, kita akan kembali menjadi mozaik keindahan yang tiada duanya, namun sebelum itu aku dan kamu harus memiliki makna, membuat banyak cerita, mengetahui makna hidup, dan membuat keajaiban kita sendiri…

Kita adalah serpihan-serpihan Hammasah yang suatu saat nanti akan berkumpul kembali, dan sebab itu buatlah cerita yang indah dibawah panji marhalah ini, agar kita bisa bercerita sembari menyesapi kopi, menceritakan segala hal tentang hari ini….

Sampai suatu titik kita akan bertemu kembali, jadilah yang terbaik dari versimu sendiri…

Satu pesanku kawan, la golabata illal bi quwwah, wa la quwwata ilal bil jamaah, waanna yadallah maal jamaah.

La takhof

Wa La Tahzan

Innallah Maana.

***

Maghrib ini kami ngezoom menggunakan Google Meet, temanya adalah arti hidup, bagaimana kita bisa membangun makna untuk diri kita sendiri dan dunia. Seru juga ternyata bertemu dengan kawan-kawan seperjuangan semenjak kami terpisah, aku bahagia.

Inti yang dikatakan ustad Anshor dan ustadzah Wajhah sama, namun penerangan dari ustad Anshor menurutku lebih mengena dengan joke-jokenya, dan penerangan ustadzah Wajhah tentunya lebih mengena ke anak putri. Aku terkadang senyum sendiri ketika ustadzah Wajhah bertanya kepada kami dengan kata ya dibelakangnya, dan itu berulang ulang.

Ustadzah Wajhah membagi arti hidup menjadi tiga, menyelamatkan orang lain, menyelamatkan diri sendiri, dan… aku lupa satu, hehe. Seingatku menyelamatkan dunia.

Sementara ustad Anshori menjelaskan kepada kami bahwa arti hidup adalah bagaimana kita berarti bagi orang lain, dan menjadi makna untuk orang itu sendiri. Maaf kalau salah, hehe.

Farid di akhir kemudian berkata bahwa kita telah lupa akan hakikatnya seorang pemuda, itulah mengapa mereka mendobrak pemuda untuk menjadi ada, seperti Muhammad Al Fatih yang waktu 21 tahun menaklukan konstantinopel.

Farid juga sedang menyiapkan pondok impian bersama Naufal dan lain-lainnya, tempat mereka mencetak pemuda yang mereka impikan dan inginkan. Masa depan ada ditangan kita, juga ditangan anak-anak yang kini masih belum tumbuh, dan mereka harus kita pupuk dan beri air, hingga sampai suatu titik mereka menjadi pemuda yang sebenar-benarnya.

 

Share:

Manusia Yang Kalah Dalam Perjudian


Ibu menyuruhku membawakan kak Nah nasi dan lauk pauk, mungkin sudah beberpa kali kuceritakan siapa kak Nah itu. Iya, dia adalah keluargaku yang gila karena gagal dalam bisnis MLM. Saat itu juga bertepatan dengan milad Hammasah, jadi aku sedang membuat video bersama Yazid.

Aku menyalakan motor dan segera meluncur, disana aku menemukan kak Nah sedang di borgol. Kakinya terikat oleh sebuah rantai yang memanjang sampai ia tidak bisa kekamar mandi. Alhasil, ia menggunakan plastik untuk menampung beraknya sendiri.

Sedih aku melihat semua itu, ia hanya bisa terduduk tanpa kemana-mana dengan rantai yang menjuntai seperti gajah-gajah di India. Aku terdiam begitu lama disaat kak Nah mulai berbicara, kadang lucu juga bagaimana bahasa Sasak dan Indonesia bercampur menjadi satu, namun aku tidak bisa lama, jadi ia kusalami lalu aku peluk.

Dan ia menangis.

“Jangan peluk kakak” ucapnya sambil tersedu “Kakak jadi menangis”

Dan saat itu aku merasakannya. Aku bisa membayangkan bagaimana kau dirantai pada sebuah kamar, tidak bisa kemana-mana, tidak bebas melakukan apa-apa. Aku bisa merasakan kesedihan itu bagaimana orang akan menganggapmu aneh dan terdriskriminasi dari sosial.

Kak Nah kemudian menyuruhku untuk membeli obat di Puskesmas Kopang, dan aku segera beranjak kesana sembari membawa tiga toples jajan yang dimiliki kak Nah. Sudah lama aku tidak ketempat ini sampai aku lupa tempatnya dimana. Aku bahkan sampai bertanya pada orang-orang disamping jalan.

Dan sesampainya disana aku segera memarkir motor, turun dan berjalan melihat-lihat rumah sakit. Aku membutuhkan ini, ucapku dalam hati. Sebab pada bangsal-bangsal itu aku bisa merasakan jiwa sastraku menggelora untuk menciptakan nuansa horor dalam ceritaku nanti. Aku bisa merasakan bagaimana pembacaku akan bergidik membaca ceritaku, membuat mereka tidak bisa tidur semalaman.

Aku tidak menemukan seorangpun kecuali beberapa, ketika aku berjalan-jalan melewati bangsal-bangsal itu tiada kutemukan orang-orang sakit, seingatku dulu berbeda, tapi aku tidak berpikir banyak hal sebab yang aku inginkan adalah menikmati momen-momen itu, bagaimana aku bisa membuat kengerian melalui ceritaku.

Tiba-tiba ada yang menyahut dan aku berbalik hadap. Seorang pria dengan masker bewarna hitam berdiri didepanku, pakaiannya hijau, ia kemudian menanyaiku mengapa sebab ini adalah hari minggu dan minggu berarti libur. Dan mungkin ia berpikir aku ingin mencuri.

Aku mengatakan kepadanya bahwa ada pasien di Montong Gamang yang membutuhkan pertolongan, ia terkena mencret sampai bab nya bahkan berbentuk ingus. Pria itu langsung mengerti dan membawaku ke sebuah kursi, ia menulis banyak hal, sesekali bertanya dan aku menjawabnya.

Awalnya ia tidak mengerti namun aku mengatakan Dokter Linda. Dokter Linda sendiri adalah dokter yang menangani kak Nah dan si pria itu mulai mengerti. Namun permasalahannya ini adalah hari minggu dan ia membutuhkan izin untuk memberikan obat. Untungnya ada seorang dokter yang berjalan dan segera ia datangi, dokter itu sepertinya liburan sebab ia tidak menggunakan seragam melainkan batik. Dan dokter itu mengizinkan.

“Penyakit itu parah” ucap pria itu “Itu namanya muntaber”

Aku tidak tahu muntaber itu apa, yang jelas muntah berak, akan tetapi data kematian dan seberapa parahnya aku tidak tahu. Dokter itu menjelaskan pemakaian obat yang boleh dikonsumsi saat pagi dan maghrib, satu obatnya lagi parah juga sebab harus dikonsumsi kapanpun kita ke kamar mandi.

Selepas kerumah sakit aku segera kerumah Kenzhie sembari memberikan kue kak Nah. Kak As langsung menyembunyikan kue itu karena Kenzhie tidak boleh memakan apapun yang mengandung telur. Dan selepas itu aku kembali ke Montong Gamang untuk memberikan obat dan mengembalikan uang kak Nah yang ia berikan.

Aku pulang, meninggalkan rumah tua itu dan melajukan motorku. Aku sempat melihat orang gila juga, namun orang ini menggunakan motor, ia menggunakan helm namun ditempeli bola diatasnya, karena sembari naik motor aku tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana ia berpenampilan, tapi seingatku ia membawa selang yang disampir di lengannya. Namun aku tidak peduli, aku kembali melanjutkan motorku.

Semakin aku melajukan motor, aku semakin mengerti bahwa dunia itu laksana perjudian, kita bertaruh setiap hari, berharap menemukan yang terbaik pada  hari ini, namun pada suatu titik, kita kalah dan terjatuh, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ingin bangkit kembali, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ada yang berani memeluk kecuali trauma.

***

Ketika aku telah memasukkan motor ke garasi malah ibuku menyuruh aku mengantar kelapa ke rumah kak As. Kak As memang membutuhkan kelapa untuk mengobati penyakitnya, dan sepertinya aku memang harus kesana.

Aku mengeluarkan motor kemudian beranjak pergi dari rumah, berbelok kiri pada pertigaan dan semakin melajukan motorku. Terkadang aku freestyle di jalanan dengan caraku sendiri, dan sesampainya disana aku langsung memberikan kelapa itu.

Anak-anak seperti biasa sedang bermain game, dan aku diabaikan, aku datang ke Kenzhie yang juga sedang bermain, namun aku berkata aku akan pulang, ia tidak mau, ditariknya tanganku agar aku ada disampingnya agar aku mau menontonnya bermain Dude Theft War. Namun aku berkata aku harus pulang.

Kak As menyuruhku membawa pisang, dan selain kak Desi ada juga nenek tua disana namun aku tidak tahu dia siapa. Ketika Kenzhie kusuruh masuk kekamar untuk mengambil handphone di Naufal, aku segera kabur namun diriku ditahu. Kenzhie menangis dan mengejar namun langkahnya tercekat oleh ibunya, ia meronta dan menangis keras, aku diam dan meminta ibunya untuk membiarkan aku membawanya.

“Pergi!” ucap kak As

Aku kemudian kembali menarik gas dan hanya suara Kenzhie yang terdengar. Aku sedih sekaligus bahagia. Aku sedih karena dia tidak bisa ikut denganku, namun aku juga bahagia bahwa ternyata masih ada orang yang menyayangiku, dan merasa bahwa aku tempatnya pulang.

Share:

Jumat, 20 Agustus 2021

Oh, Ternyata Bayi Diciptakan Untuk Itu…


Beberapa hari (17 Agustus 2021) yang lalu si Syafira membuka pintu kamar kemudian menyuruhku untuk menjaga adeknya, aku langsung berdiri dan berjalan menuju Hasbi yang sedang terbaring diatas kasur.

Hasbi masih menggeliat-liat ketika aku datang, matanya yang besar menatap langit-langit ruangan disaat kaki dan tangannya mencoba mencengkram sebuah bantal untuk dimasukkan kedalam mulutnya yang tak bergigi.

Aku menggodainya dan mencoba menggelitik sampai ia kemudian memegang jemariku dengan tangannya yang mungil, sesekali ia menatapku namun kemudian menoleh kembali kepada apa yang dikiranya menarik.

Aku tersenyum.

Pernahkah kau memegang seorang bayi mungil yang belum bicara?  Kulitnya yang lembut akan berpadu dengan kulitmu yang kasar, wajahnya yang imut dengan mata bulatnya akan sesekali menatap matamu. Tubuh mungilnya akan menggeliat-liat seolah ingin bergerak lebih banyak disertai suara ocehannya yang tidak kita tahu apa artinya.

Pernahkah kau merasakannya?

Jika pernah, kini aku merasakannya.

Ternyata tenang saat kita memiliki bayi, bagaimana makhluk kecil sepertinya sebenarnya telah mengajarkan kita suatu hal akan dunia ini. Sesekali cobalah lihat cara mereka menatap, begitu tulus tanpa ada sedikitpun beban, begitu nyaman seolah tidak ada hal lain yang bisa ia pikirkan.

Adanya bayi untuk setiap orang tentunya memiliki makna yang berbeda-beda, tapi hal yang aku percayai adalah adanya bayi membuat manusia untuk menjadi lebih baik dan bermakna. Adanya bayi membuat manusia mempunyai alasan untuk berjuang.

Ini tentu aneh bagaimana seorang bayi kecil mampu menggerakkan hati manusia yang dulunya malas menjadi seorang pekerja keras, manusia yang tidak berguna menjadi bermakna. Dan itu terjadi hanya karena seorang makhluk kecil yang lahir diantara kita.

Saya bahkan tidak pernah mengetahui bagaimana seorang bayi telah menjadikan umat manusia—setua apapun—untuk kembali menjadi seorang pemuda. Bayi menjadikan kita manusia yang kembali berjuang dan memiliki tujuan hidup, kendati dulu ketika kita masih muda hal tersebut terlupakan.

Hebat juga ternyata bagaimana suatu momentum lahirnya seseorang telah menjadikan kita seperti burung Phoenix yang terlahir kembali. Kita hidup begitu lama dan terombang ambing pada impian yang sudah kita pasrahkan.

Namun ketika ia datang, mimpi itu kembali lagi dan menjelma suatu penyesalan. Tentu hal itu juga adalah ajang untuk kembali mengejar mimpi itu kendati waktu telah lama berganti, namun apakah mimpi itu akan terkejar dengan sisa waktu yang ada itu kembali kepada manusia yang memiliki mimpi.

Lahirnya kita kembali mungkin adalah alasan agar kita memiliki cerita untuk diceritakan kepada anak kita nanti, dan membayangkan diri kita bukan siapa-siapa ketika kita telah memiliki bayi mungkin adalah hal yang menakutkan.

Anehnya juga adanya bayi telah menjadikan kita manusia yang begitu fokus dan terarah, bukankah sering kita menemukan banyak orangtua yang tertangkap polisi hanya karena ingin membuat anaknya bahagia?

Betapa lucunya mereka karena tidak bisa melihat resiko yang akan ditanggungnya, betapa malu keluarganya dan anak yang ia miliki jika itu terjadi. Dan anehnya lagi adalah betapa lucunya mereka fokus pada hal yang salah, bahkan terlalu yakin jika ia akan menang.

Seharusnya fokus ya ketika kita masih remaja, masih memiliki jiwa muda dan ambisius terhadap apa yang kita incar. Semestinya pada masa ini kita fokus, kita tidak mendengar omongan lain, kita tidak peduli dengan apa yang akan orang perlakukan kepada kita, kita hanya fokus melihat tujuan dan melupakan segenap masalah yang akan terjadi bahkan sampai tidak mengingat kegagalan kita nanti.

Namun apa? Mereka dewasa bukan pada tempatnya hingga mereka terjerumus dalam kefokusan yang konyol, lupa harga diri dan lupa rasa malu, ingin yang instan sampai lupa cara yang instan adalah cara tercepat untuk mendapatkan kehancuran.

Bayi ada untuk memberikan makna, namun mungkin banyak yang tidak tahu bagaimana menciptakan pemaknaan yang berarti sehingga hanya berkisaran pada permasalahan hidup dan bukan solusi untuk memecahkan masalahan hidup yang kita miliki.

Sebagai seorang anak, dan jika anda yang membaca ini adalah orangtua yang telah memiliki anak. Saya sebagai seorang anak tidak pernah menuntut anda untuk sekaya Deddy Corbuzier maupun sehebat Superman. Bagi saya anda adalah pahlawan itu sendiri, dan yang kami butuhkan hanyalah didikan dari kalian, lebih banyak perhatian, lebih banyak kasih sayang.

Ajari kami untuk mengetahui bahwa dunia hanyalah persinggahan dan bukan tentang uang semata, ajarkan kami tentang akhlak dan kejujuran adalah segalanya, ajarkan kami untuk menjadi manusia, ajarkan kami untuk menjadi apa yang seharusnya kami menjadi.

Mungkin nanti ketika kami mulai tumbuh kami akan dibanding-bandingkan dengan anak orang lain sampai kami tidak mempercayai potensi yang kami miliki dan bahkan sampai kami menguburkan impian kami pelan-pelan karena tidak sesuai dengan ekspektasi yang anda inginkan.

Jika suatu saat nanti anda menuntut kami terlalu tinggi, ketahuilah pada suatu titik kami pernah menjadi seorang bayi yang menatap dunia tanpa pernah tahu apa-apa, dan anda berada disamping kami untuk menceritakan tentang indahnya dunia, anda merawat kami begitu berharga seolah saya adalah alasan baru untuk anda berjuang untuk kedua kalinya.

Jika suatu saat nanti ekspektasi anda terhadap kami tidak pernah terpenuhi, ketahuilah bahwa kami akan selamanya menjadi anak anda sebab kami berasal dari dari darah anda, tulang ini berasal dari anda, kulit, mata, bahkan sampai sum-sum kami juga berasal dari anda.

Lalu ketika anda menghina kami bukankah sebenarnya anda sedang menghina diri anda sendiri karena gagal mendidik kami menjadi orang yang baik?

Pada suatu titik kami pernah menjadi bayi, menggeliat dengan bola mata kami yang indah, memasukkan apa yang bisa tangan mungil kami jangkau, mengoceh walau tidak pernah ada yang mengerti apa yang kami ucapkan, menatap anda dengan pandangan yang tulus tanpa pernah menginginkan anda menjadi siapapun.

Sebab yang kami inginkan, tolong jadilah ayah dan ibu kami, sebab dengan begitu engkau akan selamanya pahlawan dan tidak akan pernah mampu dibayar dengan segunung berlian.

Ah, indahnya andai aku bisa menjadi bayi kembali….

Share:

Selasa, 20 Juli 2021

Bye Food Killer

 

Idul Adha. Lucu karena ada seekor kambing yang masih mau ngewe sama kambing disampingnya, sapi yang akan segera disembelih, orang orang yang berkerumun, dan polisi yang nyalakan klakson.

Malam saat menulis ini, hatiku hancur karena tulisan Food Killer ku hilang setengah, sekarang hanya 5 halaman. Kambing!

Share:

Minggu, 18 Juli 2021

Aku Juga Lupa Lombanya Apa


Jika pada malam minggu maka orang-orang akan menjalin kasih dengan sesamanya, aku malah menjalin kasih dengan lomba yang batasnya malam ini. Akhirnya sebelum 17 Juli menutup umur, aku segera mengirim karyaku.

Dan btw, aku lupa lombanya apa wkwkwkkwkw. 

Share:

Kamis, 15 Juli 2021

Apocalypse

 

Mataku tiba-tiba sakit tadi malam jadi aku meminta Upa untuk menelponku jam 9 disaat aku beristirahat sejenak. Namun tidak ada telpon sama sekali sampai hapeku berdering pada jam 3 dan ternyata itu adalah alarm untuk sholat tahajud.

Namun daripada membahas hal itu, aku ingin membahas mimpiku tadi malam yang begitu aneh tentang serangan zombie yang menyerang kota, beberapa kali aku adu tembak dengan zombie itu sebab ia juga bisa menggunakan senjata, shotgun tepatnya.

Bagiku virus ini aneh, sama seperti mimpiku beberapa minggu sebelumnya yang bertemakan sama, namun yang ini zombienya bisa berpikir sementara minggu kemarin zombienya digunakan untuk bermain film namun sayang ternyata zombienya asli dan dibuat menggunakan gas bewarna hijau.

Mengenai mimpi ini, aku masih berada pada strata hidup yang serupa, aku hidup sebagai mahasiswa dan anehnya ternyata teman kelasku adalah anak Hammasah dimana guru kami ustad Thaisir. Kakakkku, Desi juga ikut kuliah sehingga di mimpi itu aku menemaninya untuk menutupi nilainya yang kurang, aku duduk di kursi dan seketika banyak orang-orang asing yang tidak kukenal, duduk membuat lingkaran. Bagiku mereka ingin aku pergi, namun aku tetap diam disana, mereka mungkin preman di sekolah itu, dan aku bukan siapa-siapa. Dan ujung-ujungnya, kami berteman.

Tapi bagiku di mimpi ini, aku bukan pemeran utamanya, pemeran utamanya adalah seorang sebayaku yang aku lupa namanya siapa (Hasbi, Hasfi, Harbi), tapi seingatku namanya Hasfi. Bayangkan saja kalau ternyata zombie itu adalah kutukan dari para dewa, sehingga si Hasfi harus melawan para dewa. Anjay sih, karena ini sama seperti God of War. Dan akhirnya Hasfi bersama seorang perempuan yang kulupa namanya pergi bersama untuk melawan dewa tersebut, aku ikut sebagai penonton, pemberi nasehat, namun ketika mereka bertarung, aku tidak ikut, hehe. Ya iyalah aku nggak ikut karena itu aturannya.

Puncaknya adalah si Hasfi harus melawan raksasa ditengah lautan, yap, benar, ditengah lautan. Bahkan ditengah lautan itu air hanya sampai ke pahanya dimana si Hasfi harus melawannya sendiri karena perempuan yang bersamanya sedang sakit. Sedangkan aku? Aku dari jauh hanya berteriak teriak cara untuk mengalahkannya.

Raksasa itu berkata “Aku ingin pukulanmu melayangkan aku ke hadapan Zeus”

Anjay, bener nih, mimpi referensi God Of War, kratos botak mana nih? Haloo? Apa sudah bereingkarnasi jadi Deddy Corbuzier?

Bagiku sendiri cara terbaik untuk melawan adalah dengan cara menggunakan tali pengait, lalu memukul-mukulnya. Namun aku juga pesimis karena raksasa itu terbuat dari kulit kayu yang keras dan batu-batu, memukulnya bisa membuat tangan berdenyut-denyut.

Kampretnya adalah ending dari mimpi ini aneh banget, well itu sih gara-gara ulahku yang memberitahu orang-orang untuk menonton pertarungan mereka. Akhirnya jadi dah tuh kami nobar bareng orang berantem sama Raksasa. Dan tahu endingnya? Ternyata endingnya adalah raksasa itu kata kakakku kecapean, sehingga kalau kita kasih makan poteng maka dia bisa tertidur. Dan kampretnya lagi adalah, raksasa itu tidak pernah merasakan masakan manusia, apalagi yang namanya poteng, jadi dia merubah dirinya menjadi ukuran manusia, seperti ukuran anak-anak untuk melawan Hasfi, namun Hasfi terus menghindar.

Dan disitulah kami merayu dengan makan poteng banyak-banyak sehingga mata raksasa itu jadi berbinar-binar, dan akhirnya raksasa itu datang, memakan poteng itu dan ceritanya tamat karena aku terbangun karena alarm.

Anjay sih, baru kali ini aku lihat raksasa kalah sama poteng, apa ada yang lebih aneh lagi?

Oh ya, btw pagi ini aku bikin blunder karena air mesin cuci ngalir ke lantai, aku salah karena awalnya aku masuk ke kamar mandi dan ternyata lupa menaruhnya lagi ketika aku keluar.

 

Share:

Sabtu, 19 Juni 2021

Hilang Rasa

 

Tuhan, kenapa aku masih hidup? Kau Yang Maha Benar, Kau Yang Menyingkap Keburukan, mengapa? Bukankah begitu mudah kau hanya bilang Kun, maka aku akan tiada? Bukankah kau bisa melakukannya? Mengapa kau tak bunuh aku saja? Bunuh aku dengan ucapanmu, kau hanya perlu berkata Kun, hanya itu, Ya Allah, kenapa? Harus berapa kali sujud ya Allah, harus berapa kali aku rukuk, membungkuk menghadap kiblat yang engkau tetapkan, harus berapa kali lagi?

Aku pasrah ya Allah, aku cuma ingin tiada, hanya itu.

Hari ini Sabtu, dunia berjalan seperti biasa, aku bangun jam 3 karena Upa, akan tetapi kemudian aku tidur lagi, yah, kind of fuck, bajingan emang, padahal aku hanya ingin memulai hariku lebih awal, mengejar impianku lebih awal, namun aku kalah, aku kalah, kalah, kalah, kalah, kalah dan kalah, ah, aku memang pecundang, bangun jam segitu aja aku nggak bisa, bagaimana mungkin aku bisa membangunkan semangat negeri?

Namun yang paling parah adalah hari disaat mulai benderang, siang menjelang, dan ibuku menelpon kak Ninin, kak Ninin saat itu mau pergi jalan jalan sama temannya, Novi, terlebih karena anaknya selalu menangis di rumah.

Dan setelah itu, ia menelpon kak Ali, ibuku sampai sesenggukan karena yang terjadi pada mereka. Dan aku juga ikutan sedih, aku membenci kak Ali, padahal dulu aku menyukainya saat aku masih kecil, namun sekarang, respect itu telah tiada, dan tidak lagi kutemukan rasa hormatku kepadanya.

Aku membencinya, sangat.

Dan kesedihanku meluap ketika aku melihat lebih dekat wajah ibuku, kulihat wajahnya yang penuh kerutan, warna hitam dibawah kelopak matanya menjadi tanda bahwa ia tidak bisa tertidur sepanjang malam, semua karena masalah kak Ali ini, iblis! Aku benci keadaan ini, aku benci karena aku tidak bisa merubah apapun, dan semakin membenci keadaan ketika aku menemukan fakta yang lebih menyakitkan daripada hal ini. Ya, benar, aku telah ditipu.

Ibuku bercerita banyak siang itu, tentang ayahku, tentang kehidupan yang kita jalani, lalu melakukan perbandingan dengan kak Ali. Ayahku orangnya teliti, sangat teliti dalam manajemen keuangan, kehebatannya bisa dilihat dari apa yang telah dibangun, dua rumah, dilakukannya sendiri, dipikirkannya sendiri, kami tidak tahu apa-apa dan seketika rumah ini dan itu bisa berdiri dengan gagahnya, menjadi tempat kita tinggal.

Ayahku sampai bisa menangkap tanah dengan harga 100 juta, melakukan kerjasama dengan keluargaku yang berada di Mentinggo. Akhirnya, kami makan lewat sana, ketika musim padi, kami akan mendapat keuntungan beras untuk kami makan, dan ketika musim tembakau, yang mendapat keuntungan adalah keluargaku yang ada di Mentinggo.

Ayahku hanya pensiunan, kesehatannya memburuk karena masalah ini, masalah yang sebenarnya telah merasuk kedalam akar-akar terdalam suatu pondasi keluarga, seperti belatung, ia awalnya hanyalah benih larva yang semakin membesar dan dewasa, kemudian semakin membusuk karena luka itu semakin ditinggali belatung-belatung yang kelaparan, dan keadaan semakin memburuk dan memburuk.

Ayahku hanya memiliki gaji 4 Juta untuk satu bulan, satu bulan, 4 juta. Aku menanyakan tentang tunggangan dari pemerintah, dan aku semakin sakit hati karena ternyata tunggangan itu hanyalah kefanaan, aku berpikir bahwa kuliahku akan gratis, aku berpikir bahwa apa yang dikatakan orangtuaku dulu adalah benar, namun ternyata, semua adalah kekosongan.

Aku ingin mengabdi ayah!

Iya, tapi jika kamu mengabdi maka tunjangan itu tidak dapat diambil. Lebih baik kamu langsung kuliah, sebab dengan begitu maka nantu kuliahmu bisa gratis.

Saat itu aku pada akhirnya mengiyakan, mengira bahwa bahwasanya tunjangan itu setidaknya tidak akan lagi membuat aku menjadi beban keluarga, namun ternya semua adalah omong kosong, sebab pada faktanya kuliah gratis itu hanya ilusi yang diciptakan orangtuaku.

Aku dibohongi oleh orang yang sangat aku percayai, dan aku sekarang baru tahu bahwa aku telah mengorbankan pengabdianku di pondok hanya untuk uang 200.000 rp.

Benar, mimpiku ternyata hanya seharga 200 ribu.

Share:

Kamis, 17 Juni 2021

Tolong Dikondisikan Pak!

 

Apes! Mungkin itu adalah satu-satunya kata yang bisa menunjukkan perasaan hatiku saat ini, sebab bagaimana tidak? Aku di PHP dosen Tafsir Tharbawy, pak Ridwan. Pun aku sendiri tidak tahu mengapa, namun yang jelas, aku sakit hati.

Ini bermula pada awalnya ketika aku sebagai ketua Kosma kelas E, memutuskan untuk segera menghubungi pak dosen Tafsir Tharbawy guna mendapatkan pemberitahuan segera mengenai kapan UAS Tafsir Tharbawy. Pun aku telah memberitahu Syaid akan hal ini dan kami berdua berencana melakukan penyergapan kerumah pak dosen seperti agen FBI, dan dari hal ini, aku bisa membayangkan kalau pak dosen sedang mengajar dirumah, dan tiba-tiba:

Aku : FBI OPEN THE DOOR!

Syaid segera menangkap pak dosen sembari menodong dengan senjata api AK-47[1], menutup kepalanya pake karung, lalu menyeretnya ke tempat tertutup. Sumpah deh, aku jadi nggak tahu perbedaan agen FBI sama maling ayam.

Namun aku berinisiatif menghubungi pak dosen via WA walau memang si Megan, Wakosma kelas E yang baik hati dan tidak sombong itu telah memberitahu bahwa ia orangnya anti online dan tidak suka dihubungi, bagi Megan, pak Dosen lebih baik langsung digrebek dirumahnya, dan hal ini membuatku curiga bahwa Megan adalah orang yang pro dalam menemukan orang selingkuh, hal ini tentunya menjadi pertimbangan dalam dunia pernikahan karena aku berpikir seperti ini:

Pikiran itu telah dihapus.

Ya, lebih baik tidak memikirkan Megan yang tidak-tidak.

Kembali ke pak dosen, pak dosen ternyata membalas WA milikku dan mengatakan bahwa ia bisa ditemui saat pagi di kampus, pun aku segera memberitahu Syaid dan Megan akan hal ini, dan ia si Megan hanya mengatakan bahwa aku orangnya nekat, sementara si Syaid dana aku akhirnya membuat rencana pertemuan dengan dosen.

Namun yang menjadi titik masalah adalah karena pak dosen berkata bahwa ia bisa ditemui besok pagi di LPM, dan karena aku orangnya kurang update masalah kampus, akhirnya aku bertanya kepada si Syaid dan orang-orang yang memantau status mengenai kepanjangan LPM.

Ada hal yang membuat aku terpaksa bertanya, hal itu karena aku percaya bahwa LPM memiliki arti Laporan Pertangggungjawaban, dan M pada huruf terakhir mungkin memiliki Menantu. Jadi LPM adalah Laporan Pertanggungjawaban Menantu.

Bagaimana konsepnya? Aku datang kerumah pak dosen, pak dosen menungguku dengan membawa putrinya yang cantik jelita plus menggunakan cadar, kami berdua dinikahkan, dan yeay! Happy Ending!

Dan jawaban pak dosen itu juga telah membuatku mendapatkan suatu blunder, ini sih gara-gara Syaid. Jadi awalnya si Syaid berkata bahwa dia berasal dari Lotim, namun Megan berkata bahwa ia berasal dari Narmada, dan karena mereka berdua tidak kuketahui mana yang lebih shahih perkataannya, aku segera mencari jalur lain, yaitu mencari Kosma yang dekat dengan kampus.

Setelah kutanya Syaid, ia berkata bahwa Fitri adalah mahasisiwi yang berasal dari Ampenan, aku segera mencari kontaknya di WA dan menanyakan si Syaid siapa yang benar.

“Ini aku punya beberapa kontak, si Fitri PMII, dan Nurul Fitriana PMII”

“itu tuh si Nurul Fitriana PMII”

Akhirnya aku mengechat si Nurul Fitriana dan kampretnya, itu bukan dia, itu adalah atasanku di PMII, kampret emang, padahal aku sampai bilang woy ke beliau. Akhirnya, guna meredam kekacauan yang terjadi, aku langsung menyebut kak padanya, menanyakan apa pelajaran saat semester 3 dan empat, dan membuatku semakin khawatir karena ternyata pada semester itu pelajaran Matematika semakin ada, apalagi kalau pelajaran matematika telah mulai berbasis bahasa Inggris, yang kata kakak itu, harus ditranslate dulu agar bisa dipelajari.

Karena kejadian ini, aku langsung memarahi Syaid dan dia tertawa, dia mengatai aku fakboy dan akhirnya mengirimiku nomer yang benar, dan akhirnya, terjadilah percakapan aku dengan si Nurfitria, kosma kelas A.

Nurfitria berasal dari Ampenan, itu kata Syaid, dan taktik kami akhirnya dapat terlaksana dengan baik, yaitu dengan cara si Nurfitria akan datang terlebih dahulu guna menunggu dosen, terlebih agar ia tidak di prank sama pak dosen yang belum kita ketahui sifat dan wujudnya.

Aku akhirnya terjebak pada chat bersama si Nurul Fitriana juga si Nurfitria, si Fitria berkata bahwa dia kenal aku saat keakraban, mengatakan bahwa aku pernah berkata kating kami adalah tanda-tanda akhir zaman, namun aku tidak mengingatnya dengan baik, dan begitulah…

Paginya aku bangun, membawa buku bahasa Arab dan Tafsir Tharbawy, aku segera menuju ke kampus dan untungnya pak dosen belum sampai, beliau bilang akan datang nanti karena saat ini beliau sedang menuju ke MAN 1 Mataram.

Aku menuju ke gedung PGMI, mencari LPM namun tidak kutemukan sedikitpun tulisan yang berkata LPM, aku juga tidak menemukan menantu pak dosen yang menggunakan cadar, calon istriku hehehehehehe.

Dan waktu pun berjalan, Syaid datang, ia menyuruhku datang ke akademik dan disana, mereka berdua telah menunggu. Syaid seperti biasa, cool dan Nurfitria, cantik. Nurfitria adalah perempuan yang menggunakan cadar, jadi aku hanya bisa menatap matanya tanpa tahu bagaimana rupa wajah aslinya. Memang dulu aku pernah lihat, tapi lupa, dan bagiku, perempuan sebaiknya tetap misteri sampai ia menjadi milik suami.

Kami berbicara sepanjang jalan, dan semakin lama, aku merasa semakin menjadi nyamuk diantara mereka. Aku sampai khawatir apakah Syaid membawa obat nyamuk dengan melihat pergerakan tangannya, namun untungnya, tidak ada. Nurfitria juga nampaknya tidak membawa benda yang berbahaya, maksudku, bisa saja ia tiba-tiba membuka cadar dan ternyata ada obat nyamuk diantara giginya, seketika ia bersalto di udara dan melemparkan aku obat nyamuk yang berputar seperti shuriken.

Namun tidak apa-apa, semua aman terkendali, imajinasiku saja yang tidak. Setelah aku berani bertanya, kami menemukan LPM dimana, tempatnya cukup jauh jika kami berjalan sambil merangkak, akhirnya kami memutuskan mengambil motor dan segera menuju kesana.

Disana cukup canggih, ada lift yang akan membawa kita pada lantai ketiga, dan sebenarnya, aku takut lift, aku takut benda yang tiba-tiba bergerak, aku takut ketinggian, dan banyak hal yang kutakuti, namun menurutku, tidak ada yang lebih menakutkan daripada sakit hati.

Nurfitria sepertinya memang anak kota, ia segera mampu membawa kita sekejap mata ke lantai dua menggunakan lift yang ada. Dan disana, tertulis dengan jelas, LPM. Dan seperti kata Megan, itu adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Ah sial! Kenapa tidak Laporan Pertanggungjawaban Menantu? Aku bisa membayangkan aku langsung mendobrak dan banyak ukhti-ukhti yang siap dijadikan pasangan hidup, mereka akan menatapku sembari tersenyum malu, aku bisa membayangkan diriku berjalan seperti pangeran, duduk dihadapannya dan mengeluarkan cincin berlian dari saku celanaku.

“Menikahlah denganku…”

Lalu ia akan menatapku dari balik cadarnya, tersenyum manis menyembunyikan rona pipinya yang merah karena malu, kemudian dia akan bertanya.

“Mengapa harus aku?”

“Sebab aku temukan Sang Maha Pengasih dimatamu”

Terus aku akan membawanya keluar, dan diluar, Nurfitria hanya bisa bertepuk tangan, si Syaid akan menangis tersedu-sedu dan berteriak “Kenapa aku fakbooooi!” dan kami menikah dan bahagia. Tamat.

Yah, itu hanya ekspektasi, masalah yang terjadi ternyata tidak seperti itu, kami menunggu lama waktu itu, lama sekali, saking bosannya, aku memberanikan diriku untuk masuk atas usulan Syaid dan si Nurfitria, apalagi aku semakin berani karena ada kakak kelas yang masuk keruangan itu.

Aku menahan napas, perlahan tanganku maju perlahan menuju gagang pintu, aku menariknya kemudian kutemukan cahaya yang hampir membutakan mata….ah….inikah surga? Adakah disana ukhty-ukhty sebagai Laporan Pertanggung Jawaban Menantu? Namun belum aku selesai berhalusinasi, realitas membawaku pada tragedi dimana didepanku tidak ada satupun ukhti-ukhti, melainkan aki-aki[2].

Aku yang langsung masuk dan langsung sengap[3] semua pria paruh baya itu langsung menatapku. Pada ruangan itu, mata itu seolah mercusuar-mercusuar yang menyergap kancil yang mencuri ketimun. Aku diam. Ukhti-ukhti yang seharusnya semenarik Nanno[4] telah dikutuk menjadi kakek-kakek serupa Sugiono[5].

“Cari siapa dek?”

“Cari pak Ridwan pak”

“Oh, beliau belum datang”

“nggih pak, kalau begitu saya undur diri, assalamualaikum”[6]

Aku keluar dan segera menyemprot kedua kosma itu. Anjir memang, ternyata ruangan itu tidak seperti dugaan si Fitria yang mengatakan bahwa ruangan itu luas, memiliki bangsal-bangsal dan bagian yang bisa ditanyai, disana hanya ada orang, maksudku ruangan itu adalah kantor para dosen! Ngeri deh.

Apalagi ternyata disana tidak ada dosen perempuan yang setidaknya mirip Lisa Blackpink, tidak ada! Yang ada hanya dosen laki-laki, itupun tidak ada yang pink, black semua orangnya.

Akhirnya aku bertanya mengenai dimana pak dosen akan tetapi mereka tidak tahu, jadilah kami menunggu sekian lama sampai sore semakin menutup usia. Ketika sore semakin menjelang, Syaid dan Nurfitria pada akhirnya pamit ingin pulang, namun aku tidak mau pulang lebih dulu, aku mempercayai bahwa pak dosen akan datang.

Sore semakin menjelang, tidak ada satupun kabar, pesanku hanya di read pak dosen, orang-orang yang di kampus satu persatu pergi dan tidak kembali. Kampus menjelma kuburan yang begitu sepi, para satpam terlihat becanda mengisi kebosanan mereka, meninggalkan aku sendiri dalam kesendirian.

Akhirnya aku menyalakan motor, pergi menuju kosan Upa untuk saling berjumpa. Tidak lama sebelum aku memutuskan untuk pergi dan menatap sore yang akan menutup mata. Aku tahu bahwa dunia memang pengkhianat, akan tetapi jika semua dosen seperti ini, aku tidak mau dikhianati lagi.

Dan senja memeluk tubuhku yang hilang di permukaan jalan raya, menyalip kendaraan lain yang ditunggangi manusia yang pernah dikhianati jua.



[1] Njir, padahal AK-47 Adalah Senjata Teroris, bukan FBI wkwkwkkwkw

[2] Kakek-kakek

[3] Kaget sampai tidak bisa berbicara

[4] Seorang perempuan di Girls In Nowhere, film Thailand, katanya seru sih

[5] Tidak kuketahui nama aslinya, tapi kakek ini memiliki reputasi legend bagi para lelaki penyuka po*no

[6] Kalian nggak akan percaya aku berbicara sambil tangan menutup di bagian diafragma, aku menunduk seperti orang Jepang setiap kali ngomong, LOL deh pokoknya.

Saking gabutnya, aku pernah bikin video ini wkkwkwkwkwkw


Share: