Minggu, 22 Agustus 2021

Sajak Milad Hammasah

 

Milad Hammasah tinggal sebentar, aku tidur sampai sebuah telpon membangunkan aku, dan ternyata itu dari Yazid. Ia menyuruhku membuat kata-kata untuk Hammasah, sebuah sajak agar nanti kami tampilkan, dan Roid sebagai naratornya. Aku mengiyakan, dan aku tertidur kembali.

***

Sajak Milad Hammasah

Dua tahun telah berlalu semenjak kami berpisah, hangatnya kenangan yang kini mendingin, manisnya senyuman yang kini tidak lagi kudapatkan. Aku laksana planet pluto yang semakin jauh entah kemana, menjauhi matahari sejauh-jauhnya sampai lupa tujuanku apa.

Di tempat yang dingin ini, aku masih bisa mengingat bagaimana tawa kita membelah malam, bagaimana kita yang memperebutkan kursi dikelas, bahkan sampai bagaimana kita merayu bukde di dapur agar tidak menyantap lauk terong.

Aku juga mengingat bagaimana kita kucing-kucingan dengan ustadz, atau bagaimana kita saling mendelik dengan anak putri saat acara di pondok. Bukankah kenangan itu amerta? Abadi dalam lubuk hati sampai mencuat dalam alam mimpi?

Senyuman itu, kehangatan itu, sapaan itu, jauh dari kalian semua menjelma bias-bias kenangan sebab kita tidak lagi bersama. Namun bagaimana mungkin aku menyalahkan keadaan? Kita semua adalah secangkir kopi yang pernah hangat, namun kini dingin dalam pelukan senja.

Aku, kamu, kita…

Tapi kau tahu kawan? kini aku menyadari bahwa mungkin kita bukanlah hanya secangkir kopi yang menyambut pagi, kita mungkin adalah bintang di galaksi yang membara dan menghangatkan alam semesta.

Kita semua adalah mozaik Hammasah yang tersebar di penjuru galaksi, sebagian dari kita akan menempel pada bintang-bintang terjauh, atau pada bekunya samudera Pasifik. Namun percayalah kita akan kembali menjelma satu, menjadi kesatuan dan menciptakan Hammasah yang utuh.

Kita semua adalah serpihan Hammasah dengan makna dan cerita yang kita rangkai sendiri. Dan suatu saat nanti, percayalah akan ada masa aku dan kamu akan kembali bersama menembus pagi, kita akan kembali menjadi mozaik keindahan yang tiada duanya, namun sebelum itu aku dan kamu harus memiliki makna, membuat banyak cerita, mengetahui makna hidup, dan membuat keajaiban kita sendiri…

Kita adalah serpihan-serpihan Hammasah yang suatu saat nanti akan berkumpul kembali, dan sebab itu buatlah cerita yang indah dibawah panji marhalah ini, agar kita bisa bercerita sembari menyesapi kopi, menceritakan segala hal tentang hari ini….

Sampai suatu titik kita akan bertemu kembali, jadilah yang terbaik dari versimu sendiri…

Satu pesanku kawan, la golabata illal bi quwwah, wa la quwwata ilal bil jamaah, waanna yadallah maal jamaah.

La takhof

Wa La Tahzan

Innallah Maana.

***

Maghrib ini kami ngezoom menggunakan Google Meet, temanya adalah arti hidup, bagaimana kita bisa membangun makna untuk diri kita sendiri dan dunia. Seru juga ternyata bertemu dengan kawan-kawan seperjuangan semenjak kami terpisah, aku bahagia.

Inti yang dikatakan ustad Anshor dan ustadzah Wajhah sama, namun penerangan dari ustad Anshor menurutku lebih mengena dengan joke-jokenya, dan penerangan ustadzah Wajhah tentunya lebih mengena ke anak putri. Aku terkadang senyum sendiri ketika ustadzah Wajhah bertanya kepada kami dengan kata ya dibelakangnya, dan itu berulang ulang.

Ustadzah Wajhah membagi arti hidup menjadi tiga, menyelamatkan orang lain, menyelamatkan diri sendiri, dan… aku lupa satu, hehe. Seingatku menyelamatkan dunia.

Sementara ustad Anshori menjelaskan kepada kami bahwa arti hidup adalah bagaimana kita berarti bagi orang lain, dan menjadi makna untuk orang itu sendiri. Maaf kalau salah, hehe.

Farid di akhir kemudian berkata bahwa kita telah lupa akan hakikatnya seorang pemuda, itulah mengapa mereka mendobrak pemuda untuk menjadi ada, seperti Muhammad Al Fatih yang waktu 21 tahun menaklukan konstantinopel.

Farid juga sedang menyiapkan pondok impian bersama Naufal dan lain-lainnya, tempat mereka mencetak pemuda yang mereka impikan dan inginkan. Masa depan ada ditangan kita, juga ditangan anak-anak yang kini masih belum tumbuh, dan mereka harus kita pupuk dan beri air, hingga sampai suatu titik mereka menjadi pemuda yang sebenar-benarnya.

 

Share:

Manusia Yang Kalah Dalam Perjudian


Ibu menyuruhku membawakan kak Nah nasi dan lauk pauk, mungkin sudah beberpa kali kuceritakan siapa kak Nah itu. Iya, dia adalah keluargaku yang gila karena gagal dalam bisnis MLM. Saat itu juga bertepatan dengan milad Hammasah, jadi aku sedang membuat video bersama Yazid.

Aku menyalakan motor dan segera meluncur, disana aku menemukan kak Nah sedang di borgol. Kakinya terikat oleh sebuah rantai yang memanjang sampai ia tidak bisa kekamar mandi. Alhasil, ia menggunakan plastik untuk menampung beraknya sendiri.

Sedih aku melihat semua itu, ia hanya bisa terduduk tanpa kemana-mana dengan rantai yang menjuntai seperti gajah-gajah di India. Aku terdiam begitu lama disaat kak Nah mulai berbicara, kadang lucu juga bagaimana bahasa Sasak dan Indonesia bercampur menjadi satu, namun aku tidak bisa lama, jadi ia kusalami lalu aku peluk.

Dan ia menangis.

“Jangan peluk kakak” ucapnya sambil tersedu “Kakak jadi menangis”

Dan saat itu aku merasakannya. Aku bisa membayangkan bagaimana kau dirantai pada sebuah kamar, tidak bisa kemana-mana, tidak bebas melakukan apa-apa. Aku bisa merasakan kesedihan itu bagaimana orang akan menganggapmu aneh dan terdriskriminasi dari sosial.

Kak Nah kemudian menyuruhku untuk membeli obat di Puskesmas Kopang, dan aku segera beranjak kesana sembari membawa tiga toples jajan yang dimiliki kak Nah. Sudah lama aku tidak ketempat ini sampai aku lupa tempatnya dimana. Aku bahkan sampai bertanya pada orang-orang disamping jalan.

Dan sesampainya disana aku segera memarkir motor, turun dan berjalan melihat-lihat rumah sakit. Aku membutuhkan ini, ucapku dalam hati. Sebab pada bangsal-bangsal itu aku bisa merasakan jiwa sastraku menggelora untuk menciptakan nuansa horor dalam ceritaku nanti. Aku bisa merasakan bagaimana pembacaku akan bergidik membaca ceritaku, membuat mereka tidak bisa tidur semalaman.

Aku tidak menemukan seorangpun kecuali beberapa, ketika aku berjalan-jalan melewati bangsal-bangsal itu tiada kutemukan orang-orang sakit, seingatku dulu berbeda, tapi aku tidak berpikir banyak hal sebab yang aku inginkan adalah menikmati momen-momen itu, bagaimana aku bisa membuat kengerian melalui ceritaku.

Tiba-tiba ada yang menyahut dan aku berbalik hadap. Seorang pria dengan masker bewarna hitam berdiri didepanku, pakaiannya hijau, ia kemudian menanyaiku mengapa sebab ini adalah hari minggu dan minggu berarti libur. Dan mungkin ia berpikir aku ingin mencuri.

Aku mengatakan kepadanya bahwa ada pasien di Montong Gamang yang membutuhkan pertolongan, ia terkena mencret sampai bab nya bahkan berbentuk ingus. Pria itu langsung mengerti dan membawaku ke sebuah kursi, ia menulis banyak hal, sesekali bertanya dan aku menjawabnya.

Awalnya ia tidak mengerti namun aku mengatakan Dokter Linda. Dokter Linda sendiri adalah dokter yang menangani kak Nah dan si pria itu mulai mengerti. Namun permasalahannya ini adalah hari minggu dan ia membutuhkan izin untuk memberikan obat. Untungnya ada seorang dokter yang berjalan dan segera ia datangi, dokter itu sepertinya liburan sebab ia tidak menggunakan seragam melainkan batik. Dan dokter itu mengizinkan.

“Penyakit itu parah” ucap pria itu “Itu namanya muntaber”

Aku tidak tahu muntaber itu apa, yang jelas muntah berak, akan tetapi data kematian dan seberapa parahnya aku tidak tahu. Dokter itu menjelaskan pemakaian obat yang boleh dikonsumsi saat pagi dan maghrib, satu obatnya lagi parah juga sebab harus dikonsumsi kapanpun kita ke kamar mandi.

Selepas kerumah sakit aku segera kerumah Kenzhie sembari memberikan kue kak Nah. Kak As langsung menyembunyikan kue itu karena Kenzhie tidak boleh memakan apapun yang mengandung telur. Dan selepas itu aku kembali ke Montong Gamang untuk memberikan obat dan mengembalikan uang kak Nah yang ia berikan.

Aku pulang, meninggalkan rumah tua itu dan melajukan motorku. Aku sempat melihat orang gila juga, namun orang ini menggunakan motor, ia menggunakan helm namun ditempeli bola diatasnya, karena sembari naik motor aku tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana ia berpenampilan, tapi seingatku ia membawa selang yang disampir di lengannya. Namun aku tidak peduli, aku kembali melanjutkan motorku.

Semakin aku melajukan motor, aku semakin mengerti bahwa dunia itu laksana perjudian, kita bertaruh setiap hari, berharap menemukan yang terbaik pada  hari ini, namun pada suatu titik, kita kalah dan terjatuh, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ingin bangkit kembali, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ada yang berani memeluk kecuali trauma.

***

Ketika aku telah memasukkan motor ke garasi malah ibuku menyuruh aku mengantar kelapa ke rumah kak As. Kak As memang membutuhkan kelapa untuk mengobati penyakitnya, dan sepertinya aku memang harus kesana.

Aku mengeluarkan motor kemudian beranjak pergi dari rumah, berbelok kiri pada pertigaan dan semakin melajukan motorku. Terkadang aku freestyle di jalanan dengan caraku sendiri, dan sesampainya disana aku langsung memberikan kelapa itu.

Anak-anak seperti biasa sedang bermain game, dan aku diabaikan, aku datang ke Kenzhie yang juga sedang bermain, namun aku berkata aku akan pulang, ia tidak mau, ditariknya tanganku agar aku ada disampingnya agar aku mau menontonnya bermain Dude Theft War. Namun aku berkata aku harus pulang.

Kak As menyuruhku membawa pisang, dan selain kak Desi ada juga nenek tua disana namun aku tidak tahu dia siapa. Ketika Kenzhie kusuruh masuk kekamar untuk mengambil handphone di Naufal, aku segera kabur namun diriku ditahu. Kenzhie menangis dan mengejar namun langkahnya tercekat oleh ibunya, ia meronta dan menangis keras, aku diam dan meminta ibunya untuk membiarkan aku membawanya.

“Pergi!” ucap kak As

Aku kemudian kembali menarik gas dan hanya suara Kenzhie yang terdengar. Aku sedih sekaligus bahagia. Aku sedih karena dia tidak bisa ikut denganku, namun aku juga bahagia bahwa ternyata masih ada orang yang menyayangiku, dan merasa bahwa aku tempatnya pulang.

Share:

Jumat, 20 Agustus 2021

Oh, Ternyata Bayi Diciptakan Untuk Itu…


Beberapa hari (17 Agustus 2021) yang lalu si Syafira membuka pintu kamar kemudian menyuruhku untuk menjaga adeknya, aku langsung berdiri dan berjalan menuju Hasbi yang sedang terbaring diatas kasur.

Hasbi masih menggeliat-liat ketika aku datang, matanya yang besar menatap langit-langit ruangan disaat kaki dan tangannya mencoba mencengkram sebuah bantal untuk dimasukkan kedalam mulutnya yang tak bergigi.

Aku menggodainya dan mencoba menggelitik sampai ia kemudian memegang jemariku dengan tangannya yang mungil, sesekali ia menatapku namun kemudian menoleh kembali kepada apa yang dikiranya menarik.

Aku tersenyum.

Pernahkah kau memegang seorang bayi mungil yang belum bicara?  Kulitnya yang lembut akan berpadu dengan kulitmu yang kasar, wajahnya yang imut dengan mata bulatnya akan sesekali menatap matamu. Tubuh mungilnya akan menggeliat-liat seolah ingin bergerak lebih banyak disertai suara ocehannya yang tidak kita tahu apa artinya.

Pernahkah kau merasakannya?

Jika pernah, kini aku merasakannya.

Ternyata tenang saat kita memiliki bayi, bagaimana makhluk kecil sepertinya sebenarnya telah mengajarkan kita suatu hal akan dunia ini. Sesekali cobalah lihat cara mereka menatap, begitu tulus tanpa ada sedikitpun beban, begitu nyaman seolah tidak ada hal lain yang bisa ia pikirkan.

Adanya bayi untuk setiap orang tentunya memiliki makna yang berbeda-beda, tapi hal yang aku percayai adalah adanya bayi membuat manusia untuk menjadi lebih baik dan bermakna. Adanya bayi membuat manusia mempunyai alasan untuk berjuang.

Ini tentu aneh bagaimana seorang bayi kecil mampu menggerakkan hati manusia yang dulunya malas menjadi seorang pekerja keras, manusia yang tidak berguna menjadi bermakna. Dan itu terjadi hanya karena seorang makhluk kecil yang lahir diantara kita.

Saya bahkan tidak pernah mengetahui bagaimana seorang bayi telah menjadikan umat manusia—setua apapun—untuk kembali menjadi seorang pemuda. Bayi menjadikan kita manusia yang kembali berjuang dan memiliki tujuan hidup, kendati dulu ketika kita masih muda hal tersebut terlupakan.

Hebat juga ternyata bagaimana suatu momentum lahirnya seseorang telah menjadikan kita seperti burung Phoenix yang terlahir kembali. Kita hidup begitu lama dan terombang ambing pada impian yang sudah kita pasrahkan.

Namun ketika ia datang, mimpi itu kembali lagi dan menjelma suatu penyesalan. Tentu hal itu juga adalah ajang untuk kembali mengejar mimpi itu kendati waktu telah lama berganti, namun apakah mimpi itu akan terkejar dengan sisa waktu yang ada itu kembali kepada manusia yang memiliki mimpi.

Lahirnya kita kembali mungkin adalah alasan agar kita memiliki cerita untuk diceritakan kepada anak kita nanti, dan membayangkan diri kita bukan siapa-siapa ketika kita telah memiliki bayi mungkin adalah hal yang menakutkan.

Anehnya juga adanya bayi telah menjadikan kita manusia yang begitu fokus dan terarah, bukankah sering kita menemukan banyak orangtua yang tertangkap polisi hanya karena ingin membuat anaknya bahagia?

Betapa lucunya mereka karena tidak bisa melihat resiko yang akan ditanggungnya, betapa malu keluarganya dan anak yang ia miliki jika itu terjadi. Dan anehnya lagi adalah betapa lucunya mereka fokus pada hal yang salah, bahkan terlalu yakin jika ia akan menang.

Seharusnya fokus ya ketika kita masih remaja, masih memiliki jiwa muda dan ambisius terhadap apa yang kita incar. Semestinya pada masa ini kita fokus, kita tidak mendengar omongan lain, kita tidak peduli dengan apa yang akan orang perlakukan kepada kita, kita hanya fokus melihat tujuan dan melupakan segenap masalah yang akan terjadi bahkan sampai tidak mengingat kegagalan kita nanti.

Namun apa? Mereka dewasa bukan pada tempatnya hingga mereka terjerumus dalam kefokusan yang konyol, lupa harga diri dan lupa rasa malu, ingin yang instan sampai lupa cara yang instan adalah cara tercepat untuk mendapatkan kehancuran.

Bayi ada untuk memberikan makna, namun mungkin banyak yang tidak tahu bagaimana menciptakan pemaknaan yang berarti sehingga hanya berkisaran pada permasalahan hidup dan bukan solusi untuk memecahkan masalahan hidup yang kita miliki.

Sebagai seorang anak, dan jika anda yang membaca ini adalah orangtua yang telah memiliki anak. Saya sebagai seorang anak tidak pernah menuntut anda untuk sekaya Deddy Corbuzier maupun sehebat Superman. Bagi saya anda adalah pahlawan itu sendiri, dan yang kami butuhkan hanyalah didikan dari kalian, lebih banyak perhatian, lebih banyak kasih sayang.

Ajari kami untuk mengetahui bahwa dunia hanyalah persinggahan dan bukan tentang uang semata, ajarkan kami tentang akhlak dan kejujuran adalah segalanya, ajarkan kami untuk menjadi manusia, ajarkan kami untuk menjadi apa yang seharusnya kami menjadi.

Mungkin nanti ketika kami mulai tumbuh kami akan dibanding-bandingkan dengan anak orang lain sampai kami tidak mempercayai potensi yang kami miliki dan bahkan sampai kami menguburkan impian kami pelan-pelan karena tidak sesuai dengan ekspektasi yang anda inginkan.

Jika suatu saat nanti anda menuntut kami terlalu tinggi, ketahuilah pada suatu titik kami pernah menjadi seorang bayi yang menatap dunia tanpa pernah tahu apa-apa, dan anda berada disamping kami untuk menceritakan tentang indahnya dunia, anda merawat kami begitu berharga seolah saya adalah alasan baru untuk anda berjuang untuk kedua kalinya.

Jika suatu saat nanti ekspektasi anda terhadap kami tidak pernah terpenuhi, ketahuilah bahwa kami akan selamanya menjadi anak anda sebab kami berasal dari dari darah anda, tulang ini berasal dari anda, kulit, mata, bahkan sampai sum-sum kami juga berasal dari anda.

Lalu ketika anda menghina kami bukankah sebenarnya anda sedang menghina diri anda sendiri karena gagal mendidik kami menjadi orang yang baik?

Pada suatu titik kami pernah menjadi bayi, menggeliat dengan bola mata kami yang indah, memasukkan apa yang bisa tangan mungil kami jangkau, mengoceh walau tidak pernah ada yang mengerti apa yang kami ucapkan, menatap anda dengan pandangan yang tulus tanpa pernah menginginkan anda menjadi siapapun.

Sebab yang kami inginkan, tolong jadilah ayah dan ibu kami, sebab dengan begitu engkau akan selamanya pahlawan dan tidak akan pernah mampu dibayar dengan segunung berlian.

Ah, indahnya andai aku bisa menjadi bayi kembali….

Share: