Beberapa hari (17 Agustus 2021)
yang lalu si Syafira membuka pintu kamar kemudian menyuruhku untuk menjaga
adeknya, aku langsung berdiri dan berjalan menuju Hasbi yang sedang terbaring
diatas kasur.
Hasbi masih menggeliat-liat
ketika aku datang, matanya yang besar menatap langit-langit ruangan disaat kaki
dan tangannya mencoba mencengkram sebuah bantal untuk dimasukkan kedalam
mulutnya yang tak bergigi.
Aku menggodainya dan mencoba
menggelitik sampai ia kemudian memegang jemariku dengan tangannya yang mungil,
sesekali ia menatapku namun kemudian menoleh kembali kepada apa yang dikiranya
menarik.
Aku tersenyum.
Pernahkah kau memegang seorang
bayi mungil yang belum bicara? Kulitnya
yang lembut akan berpadu dengan kulitmu yang kasar, wajahnya yang imut dengan
mata bulatnya akan sesekali menatap matamu. Tubuh mungilnya akan menggeliat-liat
seolah ingin bergerak lebih banyak disertai suara ocehannya yang tidak kita
tahu apa artinya.
Pernahkah kau merasakannya?
Jika pernah, kini aku
merasakannya.
Ternyata tenang saat kita
memiliki bayi, bagaimana makhluk kecil sepertinya sebenarnya telah mengajarkan
kita suatu hal akan dunia ini. Sesekali cobalah lihat cara mereka menatap,
begitu tulus tanpa ada sedikitpun beban, begitu nyaman seolah tidak ada hal
lain yang bisa ia pikirkan.
Adanya bayi untuk setiap orang
tentunya memiliki makna yang berbeda-beda, tapi hal yang aku percayai adalah
adanya bayi membuat manusia untuk menjadi lebih baik dan bermakna. Adanya bayi
membuat manusia mempunyai alasan untuk berjuang.
Ini tentu aneh bagaimana seorang
bayi kecil mampu menggerakkan hati manusia yang dulunya malas menjadi seorang
pekerja keras, manusia
yang tidak berguna menjadi bermakna. Dan itu terjadi hanya karena
seorang makhluk kecil yang lahir diantara kita.
Saya bahkan tidak pernah
mengetahui bagaimana seorang bayi telah menjadikan umat manusia—setua
apapun—untuk kembali menjadi seorang pemuda. Bayi menjadikan kita manusia yang
kembali berjuang dan memiliki tujuan hidup, kendati dulu ketika kita masih muda
hal tersebut terlupakan.
Hebat juga ternyata bagaimana
suatu momentum lahirnya seseorang telah menjadikan kita seperti burung Phoenix
yang terlahir kembali. Kita hidup begitu lama dan terombang ambing pada impian
yang sudah kita pasrahkan.
Namun ketika ia datang, mimpi itu
kembali lagi dan menjelma suatu penyesalan. Tentu hal itu juga adalah ajang
untuk kembali mengejar mimpi itu kendati waktu telah lama berganti, namun
apakah mimpi itu akan terkejar dengan sisa waktu yang ada itu kembali kepada
manusia yang memiliki mimpi.
Lahirnya kita kembali mungkin
adalah alasan agar kita memiliki cerita untuk diceritakan kepada anak kita
nanti, dan membayangkan diri kita bukan siapa-siapa ketika kita telah memiliki
bayi mungkin adalah hal yang menakutkan.
Anehnya juga adanya bayi telah menjadikan kita
manusia yang begitu fokus dan terarah, bukankah sering kita menemukan
banyak orangtua yang tertangkap polisi hanya karena ingin membuat anaknya
bahagia?
Betapa lucunya mereka karena
tidak bisa melihat resiko yang akan ditanggungnya, betapa malu keluarganya dan
anak yang ia miliki jika itu terjadi. Dan anehnya lagi adalah betapa lucunya
mereka fokus pada hal yang salah, bahkan terlalu yakin jika ia akan menang.
Seharusnya fokus ya ketika kita
masih remaja, masih memiliki jiwa muda dan ambisius terhadap apa yang kita
incar. Semestinya pada masa ini kita fokus, kita tidak mendengar omongan lain,
kita tidak peduli dengan apa yang akan orang perlakukan kepada kita, kita hanya
fokus melihat tujuan dan melupakan segenap masalah yang akan terjadi bahkan
sampai tidak mengingat kegagalan kita nanti.
Namun apa? Mereka dewasa bukan
pada tempatnya hingga mereka terjerumus dalam kefokusan yang konyol, lupa harga
diri dan lupa rasa malu, ingin
yang instan sampai lupa cara yang instan adalah cara tercepat untuk mendapatkan
kehancuran.
Bayi ada untuk memberikan makna,
namun mungkin banyak yang tidak tahu bagaimana menciptakan pemaknaan yang
berarti sehingga hanya berkisaran pada permasalahan hidup dan bukan solusi
untuk memecahkan masalahan hidup yang kita miliki.
Sebagai seorang anak, dan jika
anda yang membaca ini adalah orangtua yang telah memiliki anak. Saya sebagai
seorang anak tidak pernah menuntut anda untuk sekaya Deddy Corbuzier maupun
sehebat Superman. Bagi saya anda adalah pahlawan itu sendiri, dan yang kami
butuhkan hanyalah didikan dari kalian, lebih banyak perhatian, lebih banyak
kasih sayang.
Ajari kami untuk mengetahui bahwa
dunia hanyalah persinggahan dan bukan tentang uang semata, ajarkan kami tentang
akhlak dan kejujuran adalah segalanya, ajarkan kami untuk menjadi manusia,
ajarkan kami untuk menjadi apa yang seharusnya kami menjadi.
Mungkin nanti ketika kami mulai
tumbuh kami akan dibanding-bandingkan dengan anak orang lain sampai kami tidak
mempercayai potensi yang kami miliki dan bahkan sampai kami menguburkan impian
kami pelan-pelan karena tidak sesuai dengan ekspektasi yang anda inginkan.
Jika suatu saat nanti anda
menuntut kami terlalu tinggi, ketahuilah pada suatu titik kami pernah menjadi
seorang bayi yang menatap dunia tanpa pernah tahu apa-apa, dan anda berada
disamping kami untuk menceritakan tentang indahnya dunia, anda merawat kami
begitu berharga seolah saya adalah alasan baru untuk anda berjuang untuk kedua
kalinya.
Jika suatu saat nanti ekspektasi
anda terhadap kami tidak pernah terpenuhi, ketahuilah bahwa kami akan selamanya
menjadi anak anda sebab kami berasal dari dari darah anda, tulang ini berasal
dari anda, kulit, mata, bahkan sampai sum-sum kami juga berasal dari anda.
Lalu ketika anda menghina kami
bukankah sebenarnya anda sedang menghina diri anda sendiri karena gagal
mendidik kami menjadi orang yang baik?
Pada suatu titik kami pernah
menjadi bayi, menggeliat dengan bola mata kami yang indah, memasukkan apa yang
bisa tangan mungil kami jangkau, mengoceh walau tidak pernah ada yang mengerti
apa yang kami ucapkan, menatap anda dengan pandangan yang tulus tanpa pernah
menginginkan anda menjadi siapapun.
Sebab yang kami inginkan, tolong
jadilah ayah dan ibu kami, sebab dengan begitu engkau akan selamanya pahlawan
dan tidak akan pernah mampu dibayar dengan segunung berlian.
Ah, indahnya andai aku bisa
menjadi bayi kembali….
0 comments:
Posting Komentar