Aku berpikir bahwa Tuhan mungkin
hanyalah kata, atau pelarian untuk menjawab hal yang tidak bisa diuntai
manusia. Aku kadang skeptis akan kehidupan, kendati mengetahui ada begitu
banyak orang baik di muka bumi ini, aku tetap skeptis.
Tadi malam aku memutuskan tidur
tanpa sholat Isya terlebih dahulu, kubiarkan jiwa dan ragaku beristirahat dalam
sunyinya malam dan membiarkan mereka yang menelponku hanya memeluk angin. Aku
tidur begitu lelap sampai lupa bahwa aku sempat bermimpi, namun tidak berapa
lama berlalu aku kembali terbangun dengan perasaan yang sama.
Aku terbangun pada jam satu
malam, tepat jam satu. Ini tentu lucu kalau kita bawa ke ranah horor karena aku
sempat menemukan cerita kalau ternyata ketika manusia terbangun tengah malam,
maka sebenarnya ada makhluk dari dunia lain yang ingin berbincang dengan kita,
jadi aku bisa membayangkan bahwa ketika itu sosok tersebut akan berdiri
disamping kasur dan terus memandangiku dengan matanya yang merah darah.
Namun aku tidak mempercayai
hantu, aku mempercayai jin, tapi untuk hantu, tidak. Namun mungkin karena hantu
adalah sebutan untuk para jin usil yang mengganggu manusia, atau mungkin adalah
jin yang memang jahat.
Jam satu tidak banyak yang bisa
aku lakukan, malam begitu sunyi dan diluar begitu gelap, aku tidak menemukan
apapun selain kesunyian yang merengkuh semesta, diluar sana bulir-bulir embun
mungkin sedang berderap rapi menuju bumi, muncul satu persatu diantara daun-daun
yang semakin menguning.
Dan aku belum sholat isya.
Sial memang, akan tetapi aku
memilih untuk merebah dan menutup mata, kendati malam telah larut dan Tuhan
selalu menunggu, namun mungkin aku merasa hamba yang tentu tidak dibutuhkan
Tuhan, ada begitu banyak manusia yang bercerita malam ini, namun aku tidak
bercerita, ada begitu banyak umat manusia berdosa yang membutuhkan Tuhan malam
ini, tapi aku merasa tidak.
Sebenarnya begitu indah bila kita
jatuh pada pelukan Tuhan, membiarkan Ia memeluk kita dengan Tangan tak
kasatnya, atau mungkin kita berbaring diatas pangkuannya. Bukankah Tuhan selalu
mengerti tentang hamba yang Ia ciptakan?
Namun duniaku terasa kosong
seolah tiada satupun yang dapat menyentuhnya, bertanya dengan diri sendiri
hanya menghasilkan ruang hampa tiada terkira, aku selalu bertanya apa aku akan
jatuh cinta sehebat itu lagi? Namun bukan kepada manusia, melainkan kepadamu,
Tuhan.
Aku memahami kita akan
dipertemukan dengan orang-orang salah sebelum Tuhan mempertemukan kita dengan
orang yang benar, Tuhan hanya ingin kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang
kita buat, belajar tentang keikhlasan, belajar untuk menjadi manusia yang
manusiawi, akan tetapi aku tidak pernah menyadari sebab mungkin aku juga adalah
kesalahan, atau mungkin selama ini aku tidak pernah manusawi.
Harus kuletakkan dimana hati,
jika pada akhirnya orang yang aku cintai akan pergi dan mati? Aku tak bisa
meletakkan hatiku pada-Mu, ia tidak pernah tumbuh, bahkan aku bingung bagaimana
aku harus menumbuhkannya, kau berbicara melalui Al-Quran, kau berbicara melalui
alam semesta dan aku kau ciptakan hati untuk membaca. Namun hati ini telah
mengeras, perlahan-lahan, mungkin ia juga akan mengeluarkan-Mu dari tempatnya.
Namun sungguh aku tak ingin, aku ingin engkau menetap, tidak dimanapun, tapi di
hatiku.
Menyedihkan aku hanya dapat
memeluk bayang-bayang, betapa menyedihkan selama ini aku selalu merasa sendiri
kendati begitu banyak manusia baik yang engkau ciptakan di Bumi. Sebab mungkin
hati ini lelah dengan ketentuan yang Kau ciptakan, ketentuan-ketentuan baik
itu, aku lelah, Tuhan.
Dan aku kembali terlelap.
Kala itu jam tiga, aku terbangun
kembali, kali ini berbeda, apakah aku merasa lebih baik? Aku tidak tahu, hal
yang aku ketahui adalah aku masih hidup, paru-paruku memompa dan jantungku
masih berdetak.
Aneh juga bagaimana aku bisa
terbangun lagi, mungkin tubuhku tidak mau istirahat terlalu lama karena takut
akan berkarat, atau mungkin hatiku perlu diisi oleh apapun atau siapapun, atau
entahlah.
Mengingat hal ini ingatanku
mengembara ke masa lalu saat aku kelas 4 SD, kala itu sore dan hangatnya
mentari memeluk aku yang terbaring di berugak, mimpiku aku sedang bermain-main
bersama Anggita Saputri, seorang perempuan manis yang begitu cantik bila
rambutnya di pony. Dan tidak hanya itu, aku saat itu berada pada dua realitas,
pada sebuah pelukan matahari yang hangat, dan realitas asli. Seekor lalat
menempel di hidungku, tidak berhenti bergerak seolah ingin membangunkan aku
dari mimpi itu.
Dan aku terbangun, aku tidak
mengerti mengapa lalat itu tetap disana, seolah ingin memperingatkan aku akan
sesuatu, belum sholat? Mungkin. Sampai aku bangun lalat itu tidak pergi, dan
akhirnya aku bangun dan lalat itu lenyap bersama angin.
Aku menyerah, aku mengambil air
wudhu, sholat Isya, sholat tahajud, lalu kemudian bercerita. Aku nggak lagi
berdoa, aku hanya curhat, ingin Tuhan tahu apa yang kurasakan, lalu aku berdoa
satu hal. Selepas itu aku hanya diam, tidak peduli apakah doaku atau apa yang
kuceritakan tersampaikan atau tidak, tidak peduli lagi dengan banyak hal.
Aku suka bertanya, terkadang aku
akan melepas imajiku seliar-liarnya menuju padang sabana yang penuh padang
ilalang, terkadang aku melepasnya untuk terbang diantara cincin-cincin Uranus,
terkadang aku hanya bertanya mengenai hal-hal yang tidak aku pahami, namun
mungkin saat ini aku hanya bisa bertanya akan suatu hal:
Apa hari esok semuanya akan
membaik?
0 comments:
Posting Komentar