Selasa, 06 Februari 2024

Kepada Diriku Aku Meminta Maaf

 

Kepada Diriku Aku Meminta Maaf

Aku minta maaf, sungguh. Aku meminta maaf pada diriku sendiri. aku membawa diriku pada jalan ini, membuatnya terlunta-lunta, menyeret kepahitan, membawa perasaan sakit itu sendiri, memendamnya, membiarkannya pudar di dalam, kemudian meledak, aku menangis. Aku… aku… ini semua salahku! Namun aku telah memilih jalan ini, dan aku juga tidak mau kembali. Hanya saja sakit, sakit ini mengikutiku kemapanapun aku pergi, perasaan sepi, kesendirian, perasaaan terasingkan, perasaaan hancur, perasaan ingin mengeluarkan semuanya melalui bentuk tangisan, aku memendamnya dalam kesendirian, dan aku masih berlagak kuat, merasa hebat, tersenyum dan tertawa, namun tekanan itu, namun tekanan itu begitu terasa, benar-benar menikam dan membuat diriku merasa muak.

Aku ingin hidup namun tidak ingin hidup yang sepeti ini, dan pun aku mau hidup seperti itu tetapi tidak mau melakukan cara yang seperti ini. Paradoks bukan? Namun aku tidak punya pilihan, hanya saja, aku merasa jatuh, aku merasa hancur. Bahkan hancur pun aku dalam kesendirian. Dan lagipula, setiap cowok, setiap manusia, harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia lalui, namun apakah selamanya aku akan melalui ini, tersendat-sendat di jalan, terluka, menempelkan kepala pada tembok, menangis? Mengapa hidup mesti tentang perjuangan dan penerimaan, jika memang tujuannya hanyalah kenikmatan belaka? Tuhan, entah desain mana yang telah kau buat dalam hidupku, entah keajaiban mana, tetapi rasa ini, ya ampun, rasanya memekik dan mencekik, aku mau hidup lebih lama, namun akankah selamanya dengan jalan ini ya Tuhan? Bukan kehidupannya, melainkan perasaan yang tidak bisa aku kendalikan.

Rasa yang membelenggu, menendangku, mengulitiku, hiduuup, hiduup, teriakku. Namun aku merasa hanya kesunyian, maafkan aku, maafkan aku, telah kubawa jiwa dan ragaku  dalam kesendirian dan kepecundangan, dan aku gagal, sekali lagi, gagal.

Maafkan aku.

Apakah kamu bahagia?

Tanya diriku, mungkin jiwaku.

Bbrapa kali, iya, namun tidak sebanyak yang kukira.

Jika itu buat kamu bahagia, jalani. Namun jika tidak, lihatlah.

Apa yang mesti aku lihat, jalan itu, jalan itu… kemanakah akhirnya, kearah baikkah atau tidak? Dan apakah ada jalan lain untuk kesana, selain jalann yang kamu tempuh saat ini?

Mungkin ada, namun aku tidak merasakan itu, aku rasakan hanya tekanan.

Mungkin kamu overdosiss, kelebihan tekanan.

Apa kaksudmu, aku tetrekan?

Kurang lebih seperti itu, habisnya, kamu selalu memaksa diri, menuyksa diri, padahal kamu lemah.

Aku, lemah? Iya,, bahkan sangat lemah. Tapi kau masih bisa jadi kuat.

Bagaimana caranya?

Ini tubuh kita, dan aku hanya jiwamu, maka cari tahulah sendiri.

Share:

Senin, 18 Desember 2023

Tentang Kita Yang Berharap Mati Hari Ini

 

kutulis kisah kita hari ini

namun tak dapat kujadikan ia kata

tanganku tercekat,

tak dapat menari seperti hari kemarin

apakah gerangan?

bertanya aku dalam sunyi

yang dijawab juga oleh sunyi

‘ah, kamu sudah tinggalkan kegiatan ini sejak lama’

‘menyelingkuhi aku dengan kegiatan yang lain’

‘lucu sekali, kamu. berkata bahwa kamu bermimpi untuk hal ini’

‘tapi kamu tinggalkan aku dibelakang’

‘dan orang-orang, mengejar impiannya’

‘meninggalkan kamu di belakang’

‘menyedihkan sekali bukan?’

‘bahkan sampah sekalipun lebih berharga’

‘daripada kamu’

 

kumakan perkatannya

kutelan dalam-dalam

namun tidak sedikitpun aku merasa diinjak

oh, duhai harga diri? kemana kamu pergi

maka harga diri pun menjawab

‘tak sudi aku, hidup didalam kamu’

‘banyak omong kosong’

‘tong kosong’

‘bodoh’

‘tolol’

‘bahkan tuhan pun menyesal ciptakan kamu’

‘matilah, entah dengan gantung diri’

‘atau melompat pada tempat-tempat tinggi’

‘dan balutlah dirimu dengan kain kafan’

‘dan galilah kuburanmu sendiri’

‘hanya dengan itu kamu tidak akan jadi penyusah’

‘dan dunia akan terus berjalan’

‘tanpa kehadiranmu’

‘dan mereka akan tetap tertawa’

‘tanpa kehadiranmu’

 

maka kuambil tali dan pisau, berpikir seperti apa aku mati

kemudian datanglah aku

dipeluknya aku,

‘nggak apa-apa, kamu udah sejauh ini’

‘akhir tahun sebentar lagi, dan bukan ide bagus untuk mati’

‘alkohol dan rokok, dopamin dan adrenalin’

‘kamu udah sejauh ini, apa kamu mau bertahan lebih lama lagi?’

‘keajaiban datang kepada mereka yang menunggu’

‘maka menunggulah, lebih lama’

‘sedikit lebih lama’

‘mungkin kamu akan temukan cahayanya’

 

kujawab ia dengan berbisik,

‘aku muak’

‘mungkin mengakhirinya adalah jalan yang terbaik’

‘tidak akan ada lagi aku’

‘tidak akan ada lagi kamu’

‘dan momen saat kita pergi, menghilang’

‘akankah ada yang akan menangisi’

 

dan logika, dari pojokan ruangan, muncul dan berkata

‘mati pun kamu masih mengharapakan orang lain’

‘mati pun kamu masih memikirkan orang lain’

‘bodoh, tolol’

‘mati ya mati’

‘hidup ya hidup’

‘jangan ada orang lain lagi’

‘hanya ada kamu, dan pilihan kamu’

‘tidak ada tuhan, hanya ada kamu dan pilihan’

 

dan musik-musik bermunculan, bersama rasa syukur dia melompat

‘sebelum kamu mati? maukah kamu mendengar musik untuk terakhir kalinya?’

aku persilahkan dan ia mulai berbunyi,

dan buku melompat dari lemari,

‘sebelum kamu mati, maukah kamu membacaku untuk terakhir kalinya?’

maka kupersilahkan ia ke pangkuanku

lalu puisi dan tulisanku, muncul dari kertas dan laptop,

‘sebelum kamu mati, maukah kamu menyelesaikan aku terlebih dahulu?’

maka kuambil pena dan kuselesaikan puisiku

maka tanganku menari diatas keyboard laptop,

sekali lagi,

menulis tentang kamu.

‘aku telah selesaikan semuanya, aku mau mati’

peta muncul dan berkata,

‘belum, kamu belum pergi ke tempat favorit kamu’

‘disini dan disini’

‘dan kamu belum mendaki gunung ini juga’

aku sedih, kemudian berkata,

‘kalau mengerjakan semua itu, aku tidak bakalan mati.

‘sementara aku mau mati, saat ini’

dan kopi datang bersama gelas dan stoples gula

‘sebelum kamu mati, maukah kamu meminum aku,’

‘untuk terakhir kalinya?’

aku marah,

‘kalian menjengkelkan!’

‘aku mencoba banyak hal’

‘dan gagal, dan gagal’

‘aku mencoba bertahan’

‘tapi aku juga mau semuanya berakhir’

‘aku sendirian’

‘aku kesepian’

‘begitu ramai diluar sana’

‘tapi mengapa aku merasa sendiri?’

‘aku mau semuanya berakhir disini’

‘bunuh aku, akhiri semuanya’

‘tidak akan ada lagi aku’

 

dan setan keluar dari alam ghaibnya,

‘sialan! kalian semua menghalangi pekerjaanku!’

‘bunuh dirilah! masuklah kedalam neraka!

‘jadilah keraknya! terbakarlah bersama batu dan manusia lainnya!’

 

dan malaikat muncul dari alam ghaibnya,

‘duhai setan! kamu melanggar konstitusi!’

‘kamu sama saja seperti manusia di negara ini’

‘tapi kamu memang setan sih’

‘tapi kamu melanggar konstitusi akhirat’

 

dan kamarku ramai,

buku-buku yang lain bermunculan, meminta untuk dibaca

puisi dan tulisanku bermunculan, meminta untuk diselesaikan

dan tempat-tempat favoritku di bumi, bermunculan untuk dikunjungi

dan kopi-kopi,

dan mimpi-mimpi,

malaikat dan setan,

tentang kebebasan dan konstitusi,

ah, tahi anjing

kalau begini, aku mau mati di lain hari

nggak hari ini,

mungkin besok nggak seramai hari ini

 

dan aku, memeluk diriku sendiri

‘ah, ya. kita memang sudah sejauh ini’

 


Share:

Puisi Bunga Diatas Kuburan

 

Ayah,

Aku cuma mau bilang bahwa aku terbakar habis

Dan setiap hari aku merasa diriku menjauh dari apa yang kuinginkan

Juga menjauh dari apa yang kau inginkan

Di kamar  yang sumpek ini

Aku tetap mencoba bernapas dan tersenyum

Dan kala aku keluar kamar

Aku melihat dunia tetap berjalan tanpaku

 

Ayah,

Aku nggak sepenting itu kan?

Dan apakah ada artinya aku ada dan tidak?

Lalu jika memang aku tidak penting itu,

Mengapa aku dilahirkan?

 

Hari demi hari aku hancur dari dalam

Mencoba merangkak naik

Namun hitam ini memelukku

Ayah, aku ingin menenggak belati

Yang akan masuk lewat mulutku

Menuju kerongkongan

Masuk kedalam ulu hati

Lalu pertanyaan-pertanyaan berseliwaran

Air mata diatas kuburan

Bunga-bunga yang tidak pernah aku dapatkan

Dan dunia berjalan,

Tanpaku

Sebab aku nggak sepenting itu

Share:

Jumat, 08 Desember 2023

Thrifting Yang Gagal, Amira, dan Balada Leadership

 

8 Desember, pagi. Tepatnya hari Jumat dan aku telat bangun. Padahal sebelumnya aku telah berencana untuk ngethrift pagi ini dan bertanya kepada Zulaikha tentang tips trik ngethrift di Karang Sukun.

Dari ucapannya, aku ambil beberapa poin, satu:

“pertama kamu harus pake bahasa Sasak, umumnya harga disana tinggi-tinggi jadi kamu harus bisa nawar sampai harga serendah-rendahnya”

Well, ini menarik. Aku sudah siap tempur. Penggunaan bahasa Sasak kurasa digunakan agar aku bisa berbaur dengan masyarakat sini. Karena berhadapan dengan orang Sasak maka aku akan menggunakan adat istiadat Sasak. Artinya aku tidak boleng datang kesana terus menunduk seperti orang Jepang dan berkata “Ohayo Gozaimaaaasu!”

Soalnya, selain dikira kesurupan sama orang Jepang, cuma takut aja pedagang disana malah akan balas “Ikeh-ikeh!”

Terkait  poin kedua untuk menawar pada titik terendah, aku telah siap adu bacot. Aku siap banting-bantingan dengan mamang-mamang disana, adu boxing sekalian. Sebelumnya aku juga belajar teknik Ackerman, jadi aku akan bersiap-siap mengalahkan mereka dengan drama-drama yang akan buat pedagangnya kasih harga gratis! Slebew! 

Yap, kali ini aku adalah Levi Ackerman dan dia adalah Titan abnormal yang telanjang dan bego!

Pesan kedua Zulaikha berbunyi

“Jangan pake tas kuliah, gunakan pakaian yang biasa, compang camping kalau perlu. Jangan pake pakaian kuliah, jangan pake pakaian formal, pake baju mainmu!”

Okeh. Cocok! Sebelumnya aku juga pernah tanya kepada Kamin bagaimana untuk ngethrift di Karsuk, dan dia mengatakan kepadaku untuk menggunakan pakaian bola. Baik Zulaikha dan Karmin, memiliki satu kesamaan, gunakan pakaian yang biasa.

Ketika Karmin mengatakan trik tersebut waktu itu, aku hampir membawa kesebelasan main bola agar benar-benar kelihatan kek orang biasa, namun untungnya nggak jadi karena kesibukan masing-masing. Pesan Kamin waktu itu satu, pastikan kamu kesana tidak tahu tentang fashion.

Dan poin dari kedua Zulaikha ini, satu: terlihatlah biasa. Jangan terlalu formal, dan jangan norak. Misalnya kalian main kesana pake baju ala Hitler, tidak boleh, itu terlalu formal. Atau mungkin kalian kesana (agar terlihat nggak tahu fashion) malah menggunakan bawahan rok warna kuning, baju pink, terus di kepala ada celana dalam nyantol warna ungu. Nggak boleh. Itu terlalu norak dan dibuat-buat, dan bukannya ngethrift, lu bakal dikeroyok massa karena dikira jelmaan Mimi Peri.

Compang-camping kalau perlu seperti kata Zulaikha, artinya lu bener-bener kelihatan kek orang miskin. Bahkan kalau bisa, biar lebih realistis, lu harus datang nggak hanya pake pakaian kusam dan nggak mandi selama tujuh hari, tapi juga bawa sekarung beras dibelakang punggung sambil berjalan kek orang tua injak tahi sapi; terseok-seok.

Paslah malam itu bersiap-siap.

Dan paginya, aku kelolosan.

Dan begitulah, untuk ketiga kalinya dalam hidup, aku gagal ngethrift.

Zulaikha ketika di kelas nanya kepadaku “Gimana Zis? Jadi ngethrift?”

“Aku kelolosan” ucapku, watados.

***

Tapi kampretnya adalah, ada hal yang unik pagi itu, sebuah mimpi yang buat aku kelolosan dan nggak jadi ngethrift untuk pertama kalinya dalam hidup. Dan mimpi itu aneh betul.

Saat itu pertandingan bola, dan yang main bola adalah raksasa-raksasa, beberapa orang seperti Blackbeard, Whitebeard, Kaido dan Bigmom, juga ikut main bola. Enggak tahu kenapa dreamworldku tiba-tiba didatangi karakter-karakter kampret dari One Piece.

Main bolalah mereka, dan kala itu ada bangunan-bangunan, saat aku kesana aku malah ketemu Amira, si cewek kacamata. Dan disana juga ada Ibnu, aku nggak ingat beberapa part dan drama apa yang terjadi. Yang jelas, Ibnu mengangkat Amira dari belakang dan dada Amira kena kayu, ketika diturunkan, luka hitam jelas banget didadanya.

Amira langsung tereak nangis kejer kek kakinya kejepit pintu kulkas “HUAAAAAA…..BAPAAAAAAAAAAAAK!”

Ibnu kabur.

Tinggal aku, dan nggak tahu harus apa, akhirnya aku datang kedepannya dan peluk dia.

Yap, peluk dia.

Dia masih nangis emang, dan kala itu tiba-tiba saja ada seorang kakek tua. Aku meminta bantuannya untuk mengobati Amira dan akhirnya Amira diletakkan diatas dipan, karena dadanya terluka maka pakaiannya dilepas, dan aku cukup kaget…kok…nggak ada buah dadanya ya? Rata aja gitu kek balok.

Perlahan aku telusuri dari dadanya, ke pusar, ke baw….

AAAAAAAAAAAAH…..PENIIIIIS!

NJIR DIA PUNYA PENIIIIS!

Dia lanang cuy! Cowok! Cowok yang pake jilbaaaaab!

Dan setelah itu, kapanpun aku keinget Amira, ketemu Amira, aku jadi ilfil.

Masih nggak nyangka juga kalau dia punya penis yang unyu-unyu.

 

***

Leadership! Sebelum UAS kami dipertemukan lagi dengan perkuliahan Leadership. Hal yang menarik hari ini adalah bahwasanya dalam perkuliahan kami dituntun untuk membuat tim. Akhirnya aku dan Asrul maju, sebelumnya, aku pernah troll Mariya.

“Ayo! Siapa yang maju” perintah pak Adin

“Aziiis, ayo Aziiis!” ucap kawan-kawanku, kek manggil monyet.

“Indah aja! Kepala suku!” balasku, namun Indah tidak mau

Sebab aku duduk dibelakang dan ada Mariya di depanku. Ide jahat muncul di kepalaku.

“MARIYA AJA PAK!”

“AAAAAAAH! NGGAAAAAAAK!”

Teriaknya keras banget njir, seolah kalau kedepan dia akan jadi istrinya pak Adin secara langsung.

Tapi kalau dipikir-pikir, keren juga sih. Si Mariya teriak” AAAAA….NGGAAAK! tapi lumayan sih, punya sugar daddy! Ehe!” *sambil kedipin mata

Akhirnya semuanya pun menjadi random. Akulah yang maju, dan secepat kilat temen-temenku ambil timnya masing-masing kek main Mobile Legend. Aku telah bersekongkol dengan Ivan untuk satu tim, namun hancur karena imannya goyah akibat Mia dan Jer.

Akhirnya, aku sekali lagi team up sama dua ncup itu. Dan Ivan team up sama Mariya dan Zulaikha. Megan kusatukan dengan Ziya dan Indah, yang lain aku satukan dengan yang nggak Indah.

Hal yang kocak adalah Zar yang datang tepat waktu, ikut sama kita, dan malah kena usir karena kelas D disuruh masuk belakangan. Kocak betul. “Hey, aku gini-gini ketua Romusha di sekolahku!” ucapnya.

“Masyaallah, siapa tahu kamu adalah keturunan nabi! Pasti ada habib dibelakang namamu!” ucapku

“Hm, aku tahu! Kamu pasti keturunan nabi Ya’kub!” balas Ivan.

“Keturunan Fir’aun”

Begitulah hari berlalu. Satu hal yang menarik, Ivan secara sengaja berkata “Mariya, sebenarnya aku ada perasaan sama kamu”

Namun Mariya tidak menggubris, Zulaikha diam, mungkin merasa kalau Ivan becanda. Tapi sebagai sahabat, aku langsung berdiri.

“Ayo Mariya! Aku siap jadi penghulunya!”

 

***

Malam ini  aku berencana membeli kertas Vinyl, aku bahkan nyari di Google Maps dan dibawa ke jalan Aneka di Udayana. Seru malam-malam ketika nggak ada keperluan berjalan-jalan. Waktu itu juga aku sedang menyasar rektor untuk penurunan UKT.

Namun sayang, aku malah ke Airlangga, beli buku. Dua buku yang aku beli dengan harga murah: Espresso karya Bernard Batubara, dan Karung nyawa karya Haditha. Harganya 15.000 dan 10.000. Siapa yang nggak mau beli?

Esok kita akan camping, jadi aku perlu istirahat.

Share:

Rabu, 06 Desember 2023

Aku Usai Titi, AKU USAAAAAAAAI

 

Perlahan, semua terlihat memudar; Impian, harapan, cita-cita, asa, semuanya. Aku malah terlihat seperti sebuah kapal titanic besar nan angkuh, dan tepat didepanku ada sebuah bongkahan es raksasa yang menunggu. Aku menabraknya, patah jadi dua, hancur berkeping-keping. Aku jatuh dalam samudera yang gelap dan dingin bersama impian-impian yang aku miliki.

Tidak tahu juga mengapa aku mengawali tulisan ini dengan paragraf seperti itu, mungkin sebab proposal yang aku tulis belum ada satupun batang hidungnya, mungkin karena kawan-kawanku telah berlari jauh sementara aku tertinggal dibelakang, mungkin karena aku berjalan terlalu pelan, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Namun aku berusaha, tentu, aku berusaha. Aku berusaha tetap bernapas diantara gempuran segalanya, tentang kehidupanku yang monokrom dan ampas, tentang perasaan yang membatu dan tidak bisa aku miliki. Dalam urusan ini kawanku berkata untuk menunggu, namun aku telah menunggu terlalu lama, setiap detik, jam, bulan, dan tahun. Aku bahkan tidak lagi menghtung telah berapa banyak purnama. Aku terjatuh, rebah, terluka menatap bintang. Aku terbakar pada rumput ilalang, aku usai, aku ingin segalanya usai, aku berakhir, tertikam, digenjet oleh batu-batu. Aku pengen teriak, baiklah aku akan teriak: AAAAAAAAAAAAAH!

Tapi kampretnya perasaan ini tidak bisa keluar, ia mendekam terlalu dalam, sangat dalam sampai aku bahkan bingung harus apa. Aku, aku mungkin butuh pertolongan, seseorang, seseorang, tapi dalam kehidupan kita yang sibuk, saat manusia-manusia lainnya juga sibuk dengan urusan mereka masing-masing, apakah meminta pertolongan adalah hal yang tepat? Aku berusaha, namun semuanya nampak meninggalkan aku terbakar diatas rumput ilalang. Seseorang, seseorang, seseorang mungkin semestinya membunuhku, agar aku tidak lagi menghirup napas-napas harapan dan asa. Agar aku mati semati-matinya.

Dalam keniscayaan dan keputusasaan ini aku menulis. Dalam diamku, dalam senyumku yang bahkan tidak aku tahu palsu tidaknya. Aku tertikam. Atau mungkin aku perlu menaburkan bensin disekujur tubuhku agar sekali lagi aku usai diatas rumput ilalang ini.

Orang-orang telah seperti kereta api yang berjalan jauh dengan suara bising-bising mereka, dan aku masih berdiam diri, menatap mereka menjauh. Aku melihat mereka seperti perahu mungil dengan layar-layar terkembang bahagia, melintasi laut dan samudera, singgah pada benua satu ke benua lainnya. Sementara aku disini, menjadi kapal Titanic yang karam ditengah jalan. Patah jadi dua, masuk kedalam samudera.

Dalam diamku, aku hanya berpikir bagaimana semua bergerak begitu cepat, meninggalkan kita di masa lalu. Kita semua melumut menunggu masa-masa itu, sesuatu yang kita kejar tapi menjauh. sesuatu yang pada akhirnya usang, dan noda-noda hitam pada baju, debu-debu yang ada pada wajah. Semuanya…semuanya…mengapa begitu jauh?

Tapi mungkin benar. Beberapa orang di dunia ini diciptakan untuk sendirian dan bergulat dengan rasa sepi. Beberapa manusia di dunia ini akan selamanya berada pada lingkarannya sendiri dan tidak dapat keluar dari lingkaran itu. Selamanya mereka akan disana, berdiri sampai akhir waktu, kemudian perlahan usang dan mati. Perlahan, terbunuh. Beberapa orang itu akan tetap ada disana, dalam kesendirian dan kesunyian, dalam kesepian yang akan selamanya merangkak. Mereka akan hidup dalam dunia yang monokrom, tempat dimana semuanya abu-abu, tanpa warna. Mereka akan habis masa, terbunuh sebab tertikam, atau mungkin yang paling menyedihkan, terbunuh sampai habis usia.

Mereka tidak memiliki kawan, tidak memiliki lawan, hanya ada dirinya dan waktu.

Dan sayangnya, orang itu jugalah aku.

Maka ajarkanlah aku tentang warna-warna, tentang keramaian, tentang segala yang membuat apiku menyala kembali. Dan padang ilalang terbakar yang kita lewati, menyisakan abu untuk bunga-bunga baru bertumbuh. Tempat kita tertawa dan menari, tempat hanya aku dan kamu.

Disini.

Share:

Cowok dan Sosial Media Jam 12 Malam

 

Aku terbangun pada shubuh-shubuh betul, dan hujan lagi garang-garangnya diluar. Guntur menggaung kayak kambing kayang di kaki langit, kilat-kilat menyambar kayak fotografer, hujan menyerang kayak taju kage bunshin Naruto, kuyang lewat, sapi goyang dumang, ceilah!

Intinya shubuh itu dingin banget dan si ketum Danil lagi tepar setelah semalaman belajar tentang proposal untuk Metode Penelitian. Karena ngulang kelas, akhirnya dia berhadapan dengan si metopen, bigbossnya semester 5. Sampai saking bigbossnya, dulu teman kelasku sampai nangis saat naik semester, mereka peluk-pelukan, jatuh, terus guling-guling di tangga PGMI. Gila betul!

Tetapi balik lagi ke hujan tadi, aku kemudian tertantang dan perlahan membuka baju sehingga otot-ototku yang kekar menunjukkan diri (branding dikit biar keren, hehe), dengan sarung yang masih menempel, aku mendorong gerbang agar terbuka, menatap langit yang hitam legam dengan hujan deras yang seperti cinta kamu ke dia.

Aku kemudian berjalan dibawah hujan, melawan rintikan air itu, menantangnya. Andai mereka seukuran sapi dan bisa hidup, aku dan dia pasti sudah gelud. Begitulah pagi dimulai dengan segala kekampretannya.

Tapi emang dingin banget. Aku maksa tetap dibawah hujan dan berada pada pancuran yang airnya jatuh dari atap. Aku mengoles tubuhku dengan sabun sembari tetap didalam pancuran. Rasanya, beuh, dingin tapi asoy.

Hal yang membagongkan adalah sebab sedari malam aku mencoba tidur tapi tetap tidak bisa tidur. Nggak tahu kenapa. Akhirnya sepanjang malam aku scroll Tiktok, buka Facebook untuk cari meme, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dan nggak tahu kenapa, percaya atau tidaknya beberapa media sosial akan menunjukkan watak aslinya kalau malam. Coba deh jangan tidur semalaman dan jangan kedip sama bernapas, besoknya pasti kamu tewas. Itu pernah dicoba sama almarhum kawanku.

Maksudku begini, entah kenapa media sosial kalau malam itu menjadi aneh dan abstrak. Tiktok kalau siang hari isinya edukatif semua, tentang kekayaan, kesuksesan, rekomendasi buku dan film, cara menjadi guru, cara dapat pekerjaan, cara magang di lampu merah, cara manggil Baphomet, cara kudeta presiden, dan hal-hal edukatif lainnya.

Sementara kalau malam kampret banget! Iyo, yang muncul adalah kebalikannya. Dari perempuan joget sampai laki-laki joget, dari bapak DPR yang joget sampai presiden joget. Emang aneh, kok bisa malam-malam joget struktural itu bisa muncul. Dan nggak tahu kenapa, media sosial kalau malam-malam itu pasti memunculkan cewek cantik, cakep, dan bohay.

Disitu aku menyadari bahwa media sosial sudah diibaratkan pasar, cuma kalau malam, jadi pasar malam, dan kalau hari senen, jadi pasar senen. Hehe. Dan masalahnya adalah, kita sebagai konsumennya akan susah lepas dari perangkap-perangkap genjutsu itu.

Bayangkan aja kalau lu adalah cowok yang berantem sama ceweknya tiap hari, sehabis maghrib lu kalah main togel, lose-streak di ML, terus buka Tiktok jam 1 malam dan cewek-cewek brutal itu muncul sambil goyangin pantat kek bebek. Halusinasi cowok pasti keganggu, dan harapan mereka untuk menang pasti berubah menjadi pertanyan; kok gue gagal ya.

Setelah ini mereka pasti akan—setidaknya—bakar rokok, kaki naik sebelah, hirup rokok terus buang ke langit, terus goyang pargoy.

Media sosial itu sok tahu keinginan manusia, tapi mereka nggak bener-bener tahu. Hanya diri kita yang tahu tentang diri kita sendiri, emang bener sih media sosial kadang menawarkan solusi, tapi kampret tahinya itu cuma teori, sementara aksi hanya bisa dilakukan oleh diri kita sendiri.

Jadi kalau lu cowok, terus malam-malam stress, gabut, depresi sambil buka media sosial. Insyaf bro.

Dan balik lagi ke peristiwa hujan, aku pada akhirnya balik setelah entah berapa lama kehujanan. Dengan fisik yang tidak stabil akibat begadang, kemudian shubuhnya mandi hujan, kalian pasti tahu apa yang akan terjadi.

Yak betul, besoknya aku kena flu.

Tapi alhamdullilah sih, daripada kamu kena bisul, yahahahhaha.

Share:

Cara Jatuh Cinta Kepada Seseorang, Catatan Orang Mati Rasa

 

Belakangan ini aku kembali tanyakan kepada teman-temanku pertanyaan terkait hal-hal yang afektif. Pertanyaan yang gabut memang, dan nampak tidak ada gunanya. Namun bagiku, it’s a bit of everything. Itu bermakna.

Cita-citaku mau menjadi penulis. Kalau mau lebih detail, impianku adalah ingin membuat sebuah buku atau tulisan yang akan mengobati orang lain, tulisan yang akan lebih bermakna dan berguna daripada antidepresan manapun di muka bumi. Tulisanku suatu saat nanti akan membuat orang berhenti untuk bunuh diri, karena ketika nanti mereka membacanya, mereka akan berhenti sejenak dan bilang….oh iya iya. Dan damn! Itu sulit kecapai.

Anjirnya adalah, aku orang yang nggak perasa, aku nggak peka, aku nggak tahu kalau cewek kalau bilang ‘iya’ itu akan sangat berbeda dengan bilang ‘iyaaaaa’. Aku nggak tahu kalau cewek yang bilang ‘terserah’ artinya adalah seorang cowok harus menerka dengan membaca seluruh kitab suci serta alam semesta beserta isinya dan harus paham akan tafsirannya. Ketika cewek bilang ‘aku mau sendiri’ artinya mereka nggak mau sendiri, dan ketika mereka bilang ‘aku mau sendiri’ artinya mereka memang mau sendiri. Ketika mereka cuek maka cowok harus, peka, harus lebarin mata, lebarin telinga, dan harus buka indra keenam. Intinya kalau berhadapan dengan cewek, maka pastikan lu adalah makhluk paling bersalah di muka bumi, lu adalah tahi gigi dan dia adalah emas murni, dan pastikan kalau lu berhadapan dengen cewek, lu harus ngerti kalau mereka baku seperti Undang-Undang dan lu harus lembek kayak kutang-kutang. Nah! Lho!

Kan asu!

Problem pertamaku adalah itu, satu, aku nggak peka. Akhirnya selama bertahun-tahun aku hidup tanpa ada rasa, nggak tahu cewek mana yang benci dan suka, nggak tahu mereka maunya apa kalau lagi mangap-mangap kayak ikan mujair, dan nggak tahu juga mereka lagi ngapain kalau tiba-tiba ngereog kayak orang Bali sambil ngendus-ngendus kek babi. Tapi kalau kasus terakhir ini, mereka keknya kesurupan deh.

Nggak ada perasaan membuat aku akhirnya hidup ya hidup, mati ya mati, dan hal tersebut yang terjadi selama bertahun-tahun membawa aku pada satu kenyataan, aku sedang dalam fase ‘numb’, mati rasa.

Gila ga tuh? Aku yang mau nulis tentang perasaan manusia malah nggak punya rasa, hidupku kayak…kok gini gini aja, nggak ada warna, nggak ada api, nggak ada perempuan atau banci. Yang jelas pada akhirnya, aku berambisi untuk punya cewek. Yap, betul sekali, aku berambisi untuk jatuh cinta kembali.

Catat, jatuh cinta kembali.

Jatuh cinta.

Itu intinya.

Namun kemudian aku paham bahwasanya ini cukup berat. Kukira manusia telah berevolusi dalam urusan cinta dan afeksi yang ditandai bahwasanya manusia-manusia banyak yang tidak menikahi manusia yang sesama jenis, mereka menikahi besi, boneka, bahkan tembok Berlin (Mereka malam pertamanya ngapain njir!) Apalagi yang tembok berlin, mending-mending punya anak, kejedot iya.

Jadi tentu saja, scope jatuh cintaku adalah seorang perempuan yang benar-perempuan, mereka berasal dari makhluk makhluk betina yang spesies manusia, normal, pake kacamata kalau perlu, dan kalau bisa rajin baca buku. Oh, oh! Satu, mereka tidak hobi bertingkah aneh seperti tiba-tiba jalan pake empat kaki dan kemudian ngompol di tiang lampu merah. Nggak, itu nggak boleh. Dan yang jelas, ia murni perempuan, bukan laki-laki menyerupai perempuan, dan bukan siluman.

Keinginan aku untuk suka sama orang sebenarnya berkali-kali muncul, tapi objek yang aku sukai nggak tahu kenapa lenyap nggak berbekas. Mereka diibaratkan dinosaurus kepentok meteor yang udah punah, dan anehnya dalam beberapa aspek cewek-cewek tipikal kek gitu; berkacamata dan baca buku, aku temukan, tapi kok aku nggak suka ya?

Jangan-jangan aku gay?

Jangan-jangan jodohku belum muncul ya? Atau mungkin temen-temenku benar, bahwasanya cinta emang nggak bisa dipaksakan.

Kalau itu kenyataannya, aku harus nunggu seberapa lama lagi coba?

Capek lho nunggu kepastian itu.

Dan akhirnya, aku coba suka sama orang. Tapi masalahnya kemudian satu; bagaimana cara kita suka sama orang? Ini penting, soalnya nggak ada mata pelajaran itu di sekolah.

Akhirnya aku kemudian membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai rumusan masalah. Yap betul, nggak tahu kenapa ini kek ngerjain skripsi.

Judul Skripsi: Strategi Mahasiswa-Mahasiswi PGMI Dalam Menemukan Cinta Asoy Mereka Masing-Masing

Latar Belakang: Saya mau suka sama orang

Rumusan Masalah: Bagaimana cara suka sama orang? Mengapa kita bisa suka sama orang?

Manfaat Penelitian: Teoritis, catatan ini bisa menjadi acuan untuk mereka yang goblok dalam soal percintaan seperti saya. Manfaat praktis, saya bisa suka sama orang, dapat jodoh kalau bisa.

Metode dan Pendekatan Penelitian: Deskriptif Kualitatif

Trianggulasi Data : Sumber, Teknik, dan Waktu

Kesimpulan: Kan masih proposal anjir!

Dan begitulah.

Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu akan aku tulis lain waktu, mau sholat dulu soalnya, hehe.

Share: