Sabtu, 26 Agustus 2023

Cara Mengikhlaskan Orang Yang Sudah Meninggal


Pada saat saya masih berumur anak sekolah dasar, kakak saya menangis dan menjerit didalam kamar dan hal tersebut membuat saya kebingungan tentang apa yang terjadi. Saya kesana dan melihat dengan jelas bagaimana ia menangis, bagaimana kasur dan ruangan sempit yang ia tempati menjadi saksi bisu atas semua yang telah terjadi.

Beberapa saat setelah itu saya kemudian tahu bahwa kakak saya telah kehilangan orang yang ia sayang, pacarnya mati ditabrak, dan kini, ia sendiri.

Saat saya telah menjadi lebih dewasa, saya kemudian menemukan fakta bahwa ternyata ada banyak orang di dunia ini yang tidak bisa mengikhlaskan orang-orang yang mereka sayang, apalagi mereka telah meninggal dunia.

Dalam kasus Zulaikha dan perjuangan untuk ikhlas misalnya, kendati ayahnya telah meninggal dunia tapi ia tidak bisa merelakannya.

Bagaimana sebenarnya cara yang paling efektif untuk mengikhlaskan orang? semoga tulisan ini membantu.

cara mengikhlaskan orang yang sudah meninggal
Pixabay


5 Cara Mengikhlaskan Orang Yang Sudah Meninggal

Tulisan cara mengikhlaskan orang yang sudah meninggal ini saya buat berdasarkan apa yang saya baca dan alami, dari orang-orang yang juga curhat kepada saya tentang mereka yang telah pergi.

Dari cerita-cerita mereka, saya kemudian menyimpulkan bahwasanya ada beberapa cara yang efektif untuk mengikhlaskan orang yang telah meninggal, diantaranya:

1. Mengetahui Bahwa Kematian Bukanlah Akhir

Kita mungkin merasa bahwa kematian adalah akhir, namun faktanya tidak. Kematian hanyalah pembatas untuk merindu, sebuah kejadian yang membatasi kita antara alam nyata dan alam baka.

Memang bagi sebagian orang tidak menggunakan konsep ini, ada yang mengatakan bahwa alam baka itu tidak ada, dan bahkan beberapa agama mengatakan bahwa ketika kita mati maka kita akan terlahir kembali.

Terlepas dari kepercayaan apapun yang kita anut, cara paling baik untuk mengikhlaskan orang adalah dengan mengetahui bahwa pada suatu titik kita mungkin akan bertemu lagi.

Dan mengetahui hal itu akan terjadi, adalah penting untuk menyiapkan momen saat ini, menyimpan rasa rindu, dan jika pada akhirnya bertemu maka kita tidak memiliki rindu pada dunia, sebab kita pulang kepada-Nya.

2. Perpisahan Adalah Takdir

Perpisahan adalah takdir, adalah ketentuan Tuhan, adalah hal yang tidak akan bisa kita rubah, dan yang jelas, perpisahan adalah hukum alam.

Kita menyadari hal itu setiap hari, ketika anda membaca tulisan ini anda bisa merasakan bagaimana kehidupan di luar berganti-ganti. Awalnya pagi, kemudian siang, kemudian sore, dan kemudian malam.

Perubahaan alam itu juga adalah takdir, dan sama seperti perpisahan, juga adalah takdir.

Hari yang kita jalani saat ini jauh berbeda dengan hari yang akan kita jalani besok, momen yang kita miliki tidak mungkin terulang, dan mereka yang telah pergi akan selamanya pergi, seberapa kuatpun kita menangisi mereka.

Sadari bahwa itu adalah takdir, dan hiduplah untuk hari ini.   

3. Kematian Bukanlah Suatu Hal Yang Bisa Kita Kontrol

Ada beberapa hal di dunia ini yang bukan menjadi kehendak kita, kita bukanlah Tuhan yang bisa melakukan segalanya; kita hanya manusia dengan segala kekurangannya.

Kematian misalnya, adalah hal yang tidak bisa kita kendalikan. Ia bagaikan hujan yang kerap datang tiba-tiba, bahkan tanpa awan mendung sekalipun.

Sebab kematian bukanlah suatu hal yang bisa kita kendalikan, maka kita perlu fokus pada hal yang bisa kita kendalikan. Benar, reaksi kita.

Alih-alih meratapi kepergiannya, kita bisa merubah persepsi kita terhadap kepergiannya. Menyadari bahwa kita hanyalah manusia, yang pada akhirnya juga berpisah.

Jika memang kematian diri kita sendiri juga tidak bisa kita cegah, untuk apa memaksa mencegah kepergian orang lain?

4. Live The Moment

Hiduplah untuk hari ini, kendati hari ini memang tidak pernah sama seperti saat kehadirannya, kendati hari yang akan kita jalani juga hanya diisi kekosongan belaka. 

Tapi hiduplah, nangislah, teriaklah, nangis sambil garuk tembok juga nggak apa-apa, asal terus hidup. 

Sama seperti kematian dan perpisahan, bahkan dengan momen saat ini pun kita akan berpisah. Momen yang kita miliki saat ini akan pergi, maka manfaatkanlah dengan baik.

Kita terkadang lupa bahwa hal yang paling berharga adalah kehidupan itu sendiri.

5. Kejar Yang Masih Tertinggal

Bagaimana kalau sekarang fokusnya saya alihkan? Lupa akan hal-hal yang anda ingin lakukan? Mimpi-mimpi anda yang tertinggal?

Bukankah pada akhirnya kita menyadari bahwa ada banyak hal-hal sederhana yang kita lupakan, hal-hal sederhana yang mestinya buat kita bahagia, hal-hal yang mesti kita kejar?

Dan alih-alih fokus kepada apa yang sudah terjadi, bukankah kita bisa lebih fokus pada apa yang belum terjadi?

Ada banyak hal yang tertinggal dibelakang, hal-hal yang mesti kita lepaskan. Dan sekarang kita mesti fokus pada mimpi yang kita miliki, mengejarnya sampai mati.


Terima kasih telah membaca.

Sampai jumpa.

Share:

The Day She Depressed

Sore ini ia mengatakan bahwa dirinya depresi

Dikirimkannya aku foto

Pisau dan gunting

Dan ia tanyakan kepadaku

Mana yang lebih baik untuk melukai diri?

Ah, nona, kamu tidak pernah tahu

Seberapa banyak namamu kutulis didalam agenda

Dan seberapa banyak namamu kulontarkan didalam doa

Hanya karena aku bukan kekasihmu

Bukan berarti aku tidak peduli

Dan lagipula, beberapa cinta memang harus disembunyikan

Dilontarkan dalam diam

Dibentuk dalam sepertiga malam

Sebab dalam wujudnya itu cinta mungkin lebih abadi

Seperti Tuhanku, tidak pernah muncul, namun tetap abadi

Dan kujawab saja

Pikiranmu adalah hal paling baik

Untuk melukai dirimu sendiri

Tidak dijawabnya aku

Pun aku khawatir

Namun ayolah kawan,

Emang aku bisa apa saat berhadapan dengan perempuan? 

Puisi ini aku tulis 12 Desember 2022, mengacu pada kejadian tersebut.

Share:

Kamis, 24 Agustus 2023

Dari Mataram ke Kopang, Sampai Rumah Pada Pukul 00.00

Sampai Rumah Pada Pukul 00.00

Aku tidur di tenda biru, tidak berakhir dengan baik

Pada malam jumat, Kamis, 24 Agustus, aku terpaksa pulang dari Mataram ke Kopang setelah kumpul dengan HMJ dan PMII kemudian berakhir dengan sampai di rumah pada pukul 00.00. yak, benar pukul 00.00.

Dalam perjalanan ke rumah aku menelpon Talal dan bertanya kepadanya ia lagi dimana, ada hal yang saat itu perlu dibahas, dan itu mesti segera diselesaikan. SK HMJ sebentar lagi akan berakhir, sheingga hal itu tentu membuat kepengurusanku di HMJ laksana duduk diatas toilet, masuk, duduk, beol, cebok, pergi. Hanya saja ternyata Talal sedang ada kegiatan-katanya-.

Pada akhirnya malam itu aku pulang, dengan bensin yang belum diisikan oleh Farqy, aku menembus malam dengan segala kegelapannya, bahkan dengan motorku yang bensinnya sedang sekarat.

Pikiran-pikiran buruk yang aku miliki membayangkan bagaimana jika nanti Mogre mati di jalan, bagaimana jika motor supraku tiba-tiba berhenti dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Maka itu artinya aku akan mendorong motorku disamping jalan seperti maling.

Hal itu membuat aku membayangkan bagaimana jika nanti ketika aku mendorong motor orang-orang yang menganggap aku maling ke hadapan aku sambil membawa golok, obor, dan barbel. Kenapa bawa barbel? Entahlah.

Maka percakapan ini pasti akan terjadi:

“Hai makhluk jahat! Kamu pencuri ya?”

“Kok tahu?”

“Karena kamu telah mencuri hatiku”

“Chuaaaaks”

*Digebuk satu kampung

Dari Mataram ke Kopang, aku pulang pukul 00.00 dan tubuhku kedinginan sangat, saking dinginnya film Peaky Blinder sampai insecure.

Rasa dingin yang segera memeluk tubuh membuat aku menggigil, sayangnya dan kampretnya adalah entah mengapa celana panjang yang aku gunakan tiba-tiba menjadi gatal sangat, saking gatalnya aku sampai membakar diriku sendiri. Nggak, becanda. Saking gatalnya aku sampai melepas celana panjangku sehingga aku hanya menggunakan celana pendek.

Benar, celana pendek, jangan pikir aku akan gunakan celana dalam.

Tapi memang pada pukul 00.00 itu seluruh desa telah sepi, hanya ada cahaya lampu teras yang dibiarkan menyala sebagai tanda bahwa kehidupan masih berjalan. Hal yang kemudian membuat segalanya menjadi menakutkan adalah bahwa motorku tidak bisa aku masukkan kedalam garasi karena garasi telah kekunci, dan tentunya harus aku biarkan di luar.

Aku memutuskan untuk makan terlebih dahulu, mengisi perutku yang keroncongan dan mengisi baterai hape yang telah mati suri. Habisnya ketika pertama kali ke dapur aku mencoba menyalakan lampu namun ternyata lampunya mati, dengan baterai hape yang hanya 2%, senter hape hanya bisa bertahan beberapa detik saja sebab setelah itu dia mokad.

Kondisi dapur kala itu

Namun ternyata lampu dapur nge-prank aku, aku menemukan fakta itu karena aku memukulnya keras dengan jari sehingga ia kemudian menyala. Dengan itulah aku menemukan fakta bahwa ada tikus didalam dapur, dan hal itu membuat aku bisa mengecas hape sebab sebelumnya aku kelihatan kayak orang goblok dan buta sebab mencari colokan di dapur.

Malam itu aku tidur diluar, tempat dimana ponakan Hasbi kerapkali bermain. Didalam tenda itu aku sangat kedinginan, kupikir tendanya dapat mengusir dingin, namun nyatanya dengan hoodie dan celana pendek, rasa dingin mencabik-cabik kulit, memuatku membeku.

Namun aku pada akhirnya tetap tidur, walau pada pagi atau shubuhnya aku ke rumah nyokap nyari sarung, aku kedinginan dan mau sholat, ya kali sholat pake celana pendek.

Ortuku bertanya kapan aku pulang dan aku bohong pulang shubuh itu, aku berkata menginap di Narmada dan pulang ketika shubuh. walau aku benci berbohong dan kesulitan dalam berbohong, namun aku tidak mau penderitaan yang aku miliki mengecewakan orangtua, aku ingin memendamnya sendiri, walau terluka, kedinginan, dan hampir mati, walau aku akan mati membeku. Hal itu membuat aku segera cabut dan membuka rumah tengah, tempat dimana aku sholat dengan celana panjang menggatalkan dan kemudian tidur disana.

Setidaknya, aku menemukan tempat untuk tidur yang layak, tempat yang hangat, sebuah tempat yang layak kita sebut rumah.

Share: