Minggu, 22 Agustus 2021

Manusia Yang Kalah Dalam Perjudian


Ibu menyuruhku membawakan kak Nah nasi dan lauk pauk, mungkin sudah beberpa kali kuceritakan siapa kak Nah itu. Iya, dia adalah keluargaku yang gila karena gagal dalam bisnis MLM. Saat itu juga bertepatan dengan milad Hammasah, jadi aku sedang membuat video bersama Yazid.

Aku menyalakan motor dan segera meluncur, disana aku menemukan kak Nah sedang di borgol. Kakinya terikat oleh sebuah rantai yang memanjang sampai ia tidak bisa kekamar mandi. Alhasil, ia menggunakan plastik untuk menampung beraknya sendiri.

Sedih aku melihat semua itu, ia hanya bisa terduduk tanpa kemana-mana dengan rantai yang menjuntai seperti gajah-gajah di India. Aku terdiam begitu lama disaat kak Nah mulai berbicara, kadang lucu juga bagaimana bahasa Sasak dan Indonesia bercampur menjadi satu, namun aku tidak bisa lama, jadi ia kusalami lalu aku peluk.

Dan ia menangis.

“Jangan peluk kakak” ucapnya sambil tersedu “Kakak jadi menangis”

Dan saat itu aku merasakannya. Aku bisa membayangkan bagaimana kau dirantai pada sebuah kamar, tidak bisa kemana-mana, tidak bebas melakukan apa-apa. Aku bisa merasakan kesedihan itu bagaimana orang akan menganggapmu aneh dan terdriskriminasi dari sosial.

Kak Nah kemudian menyuruhku untuk membeli obat di Puskesmas Kopang, dan aku segera beranjak kesana sembari membawa tiga toples jajan yang dimiliki kak Nah. Sudah lama aku tidak ketempat ini sampai aku lupa tempatnya dimana. Aku bahkan sampai bertanya pada orang-orang disamping jalan.

Dan sesampainya disana aku segera memarkir motor, turun dan berjalan melihat-lihat rumah sakit. Aku membutuhkan ini, ucapku dalam hati. Sebab pada bangsal-bangsal itu aku bisa merasakan jiwa sastraku menggelora untuk menciptakan nuansa horor dalam ceritaku nanti. Aku bisa merasakan bagaimana pembacaku akan bergidik membaca ceritaku, membuat mereka tidak bisa tidur semalaman.

Aku tidak menemukan seorangpun kecuali beberapa, ketika aku berjalan-jalan melewati bangsal-bangsal itu tiada kutemukan orang-orang sakit, seingatku dulu berbeda, tapi aku tidak berpikir banyak hal sebab yang aku inginkan adalah menikmati momen-momen itu, bagaimana aku bisa membuat kengerian melalui ceritaku.

Tiba-tiba ada yang menyahut dan aku berbalik hadap. Seorang pria dengan masker bewarna hitam berdiri didepanku, pakaiannya hijau, ia kemudian menanyaiku mengapa sebab ini adalah hari minggu dan minggu berarti libur. Dan mungkin ia berpikir aku ingin mencuri.

Aku mengatakan kepadanya bahwa ada pasien di Montong Gamang yang membutuhkan pertolongan, ia terkena mencret sampai bab nya bahkan berbentuk ingus. Pria itu langsung mengerti dan membawaku ke sebuah kursi, ia menulis banyak hal, sesekali bertanya dan aku menjawabnya.

Awalnya ia tidak mengerti namun aku mengatakan Dokter Linda. Dokter Linda sendiri adalah dokter yang menangani kak Nah dan si pria itu mulai mengerti. Namun permasalahannya ini adalah hari minggu dan ia membutuhkan izin untuk memberikan obat. Untungnya ada seorang dokter yang berjalan dan segera ia datangi, dokter itu sepertinya liburan sebab ia tidak menggunakan seragam melainkan batik. Dan dokter itu mengizinkan.

“Penyakit itu parah” ucap pria itu “Itu namanya muntaber”

Aku tidak tahu muntaber itu apa, yang jelas muntah berak, akan tetapi data kematian dan seberapa parahnya aku tidak tahu. Dokter itu menjelaskan pemakaian obat yang boleh dikonsumsi saat pagi dan maghrib, satu obatnya lagi parah juga sebab harus dikonsumsi kapanpun kita ke kamar mandi.

Selepas kerumah sakit aku segera kerumah Kenzhie sembari memberikan kue kak Nah. Kak As langsung menyembunyikan kue itu karena Kenzhie tidak boleh memakan apapun yang mengandung telur. Dan selepas itu aku kembali ke Montong Gamang untuk memberikan obat dan mengembalikan uang kak Nah yang ia berikan.

Aku pulang, meninggalkan rumah tua itu dan melajukan motorku. Aku sempat melihat orang gila juga, namun orang ini menggunakan motor, ia menggunakan helm namun ditempeli bola diatasnya, karena sembari naik motor aku tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana ia berpenampilan, tapi seingatku ia membawa selang yang disampir di lengannya. Namun aku tidak peduli, aku kembali melanjutkan motorku.

Semakin aku melajukan motor, aku semakin mengerti bahwa dunia itu laksana perjudian, kita bertaruh setiap hari, berharap menemukan yang terbaik pada  hari ini, namun pada suatu titik, kita kalah dan terjatuh, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ingin bangkit kembali, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ada yang berani memeluk kecuali trauma.

***

Ketika aku telah memasukkan motor ke garasi malah ibuku menyuruh aku mengantar kelapa ke rumah kak As. Kak As memang membutuhkan kelapa untuk mengobati penyakitnya, dan sepertinya aku memang harus kesana.

Aku mengeluarkan motor kemudian beranjak pergi dari rumah, berbelok kiri pada pertigaan dan semakin melajukan motorku. Terkadang aku freestyle di jalanan dengan caraku sendiri, dan sesampainya disana aku langsung memberikan kelapa itu.

Anak-anak seperti biasa sedang bermain game, dan aku diabaikan, aku datang ke Kenzhie yang juga sedang bermain, namun aku berkata aku akan pulang, ia tidak mau, ditariknya tanganku agar aku ada disampingnya agar aku mau menontonnya bermain Dude Theft War. Namun aku berkata aku harus pulang.

Kak As menyuruhku membawa pisang, dan selain kak Desi ada juga nenek tua disana namun aku tidak tahu dia siapa. Ketika Kenzhie kusuruh masuk kekamar untuk mengambil handphone di Naufal, aku segera kabur namun diriku ditahu. Kenzhie menangis dan mengejar namun langkahnya tercekat oleh ibunya, ia meronta dan menangis keras, aku diam dan meminta ibunya untuk membiarkan aku membawanya.

“Pergi!” ucap kak As

Aku kemudian kembali menarik gas dan hanya suara Kenzhie yang terdengar. Aku sedih sekaligus bahagia. Aku sedih karena dia tidak bisa ikut denganku, namun aku juga bahagia bahwa ternyata masih ada orang yang menyayangiku, dan merasa bahwa aku tempatnya pulang.

Share:

0 comments:

Posting Komentar