Jumat, 17 Juni 2022

Alfamart Seribu Rasa

Aku sedang menelpon Jolie ketika aku di Alfamart, sementara hape kananku sedang berada di telinga, tangan kananku membawa botol air ukuran besar untuk kami nikmati nanti. Namun ketika aku mengangkat wajah, jantungku serasa kosong, aku menerka dan menganalisa seorang perempuan yang bergerak laksana hantu dan berjalan melewatiku.

Kacamatanya yang ikonik, wajahnya yang muram, tatapannya yang laksana pembunuh berantai. Perempuan itu begitu cerdik sampai menganggapku seperti batu, ia tidak peduli, alih-alih memberi sapa, ia bergerak begitu saja dan lenyap diantara rak-rak beraneka macam jajan.

Entah mengapa aku seperti tidak bisa bernapas, hanya beberapa detik sampai aku memaksa paru-paruku memompa udara lebih banyak. Agar aku menghirup oksigen untuk bernapas. Ruang Alfamart yang ramai dengan antrian, dengan suara kasir yang melayani pembeli, semua entah mengapa terasa sunyi untuk sepersekian detik.

Dan aku kembali ditarik pada realitaku.

Aku tidak pernah memprediksi hal semacam ini bisa terjadi. Aku bahkan tidak pernah memprediksi bahwa dia akan datang dengan cara seperti itu. Namun semua terjadi, dan bayangan akan masa lalu sedikit berkelumat meskipun pada akhirnya bisa aku tepis.

Aku menyadarkan diri, dan kendati aku tidak tahu perasaan apa yang baru saja melewati jantungku. Aku memaksa untuk terus sadar, aku tidak ingin kembali diikat pada perasaan semu tiada berkesudahan. Aku telah tersiksa bertahun-tahun, aku tidak mau menghabiskan hidupku dalam kekangan lagi.

Lagipula aku telah tahu bahwasanya dia telah dimiliki orang lain, orang yang tentu jauh lebih tampan dari aku, dan mungkin saja, lebih kaya. Setidaknya perempuan ini telah diratukan oleh orang lain, kendati kekhawatiranku tiada berujung namun doa-doa telah kupanjatkan, dan kuharap, Tuhan mau mendengar.

Yang paling aku takutkan adalah bahwasanya ini masih perasaan yang sama, perasaan dulu yang coba aku bunuh dan tikam berkali-kali namun terus breinkarnasi. Aku takut, namun sekali lagi aku sadarkan diri dan percaya bahwa itu tidak akan pernah terjadi.

Hidup seperti sebuah buku, bab demi bab, halaman demi halaman yang menceritakan tentang perjalanan kisah setiap individu. Dan aku sangat percaya bahwa bab dan ribuan halaman tentangnya telah berakhir. Aku telah memiliki mimpi, dan kendati pada akhirnya mimpi itu perlahan-lahan aku wujudkan tanpa dirinya. Aku ingin memeluk mimpi ini rapat-rapat dan tiada ingin melepaskannya lagi.

Aku ingin hidup pernuh warna, namun dialah salah satu alasan kehidupanku tetap berwarna.

Aku tidak mau hidup dalam penderitaan lagi, aku ingin terus menggapai mimpiku. Namun yang aku takutkan, dia masih menjadi bagian dari mimpiku. Dan bila itu terjadi, aku bisa apa? Membuangnya jauh lagi? Mengulang semuanya dari awal?

Aku segera mengantri di depan kasir, melupakan semua hal yang telah terjadi. Berharap semua ini tidak pernah terjadi. Malam akan panjang, namun kurasa, malam ini akan teramat panjang dan butuh perenungan yang lama.

Aku kadang berbalik hadap untuk menyaksikan punggungnya, menikmati suara dan sahabatnya yang memilih minuman apa yang akan dibeli, sementara aku memutuskan memberikan uang kepada kasir, menunggu kembalian, kemudian pergi tanpa pernah menoleh lagi.

Setiap umat manusia memiliki masa lalu, dan memang pada akhirnya akan ada beberapa masa lalu yang sebaiknya akan tetap ada di masa lalu. Dan lagipula, aku masih memiliki mimpi yang harus kukejar, dan mimpi teramat panjang dan jauh sampai entah dimana ujungnya.

Yang aku harap, rasa ini memang bertepuk sebelah tangan. Aku tidak bisa menerka banyak hal tentang wanita. Aku bahkan tidak bisa menerka ekspresinya dan rasa yang ada didalam jantungnya. Cukup. Jika pada akhirnya kehidupanku kembali kelabu, aku ingin tetap berada pada warna ini sampai aku sudah memang siap untuk jatuh cinta lagi.

Dan aku berharap, aku tidak jatuh cinta pada orang yang sama lagi.

Aku tetap menjauh tanpa pernah menoleh, meninggalkan Alfamart dengan seribu rasa yang ia tawarkan. Namun aku tidak peduli. aku ingin hidup lebih lama, kendati jantung ini tidak kuketahui berdetak untuk siapa. Aku hanya ingin berkata kepada jantungku:

Terima kasih udah sekuat ini, masih banyak hal untuk kita hadapi. Yang kuat yaa, kita bisa kok. Memang perih dan berdarah, tapi aku percaya, selama aku, logika, dan kamu masih bersinergi. Semua bisa kita lewati, sama seperti perasaan itu yang muncul kembali.

Aku mencintaimu, dan terima kasih telah berdetak.

Share:

Terima Kasih Untuk Semester IV Ini

Aku hanya bisa bilang terima kasih untuk semester ini, jam demi jam dalam kelas, detik demi detik yang kita lalui didalam kampus. Segala pertengkaran dan tawa canda yang kemudian menjelma satu dalam pelukan waktu.

Akankah berakhir?

Teman-temanku yang lain senang bisa naik ke semester berikutnya, namun aku semakin gusar. Kau tahu mengapa? Karena semakin kita menuju masa depan, kita pada akhirnya akan menemukan titik akhir perkuliahan kita, sebuah tempat dimana kita akan berpisah dan setiap momen yang kita buat hanya akan kita kenang melalui gambar demi gambar yang kita bina.

Aku ingin lebih lama bersama kalian, aku ingin kita abadi dalam kebersamaan. Namun ekspektasiku harus aku patahkan karena tiada yang benar-benar abadi, sebab waktu pun akan berakhir, dan kita semua akan fana.

Aku mencintai kalian dan ingin lebih lama bersama kalian, jadi kuharap kita semakin sering membuat kegiatan diluar kelas, entah itu kegiatan yang sepele, entah itu kegiatan yang hanya bertukar informasi. Namun sampai pada titik itu, aku ingin bersama kalian menguntai kenangan, memilin detik-demi detik, membunuh waktu yang kian berjalan.

Bukankah engkau dan aku sama-sama lucu?

Kita semua dulu asing, tidak kenal satu sama lain, kemudian kita menyatu dalam jurusan yang bernama PGMI. Kelas E, kelas paling terasing sampai saat semester satu kita lebih sering liburnya. Namun entah mengapa itu semua lucu. Kita semua orang asing dengan tujuan yang berbeda-beda, bahkan sampai ada yang tidak tahu masuk PGMI untuk apa. Kita semua asing, namun perlahan, kita semua menemukan titik cerah, kita semua menemukan titik indah. Sebab PGMI bukan kutukan, melainkan keberkahan.

Aku bersyukur Tuhan mempertemukanku dengan orang seperti kalian, aku yang tidak tahu arah hidupku akan seperti apa mulai memahami bahwa sebenarnya langkah-langkah dalam hidup yang kita miliki merupakan takdir yang dibuatkan Tuhan. Dan semakin kita melangkah, kita semakin sadar bahwa pilihan itu akan semakin terang, bahwa pada akhirnya hidup adalah tentang melangkah; membuang rasa takut dan keraguan, berjalan menuju titik yang telah ditentukan Tuhan.

Kita adalah orang-orang yang lucu; kita berawal dari keterasingan. Dan pada suatu masa, toga akan ada di kepala kita, buket bunga akan ada di tangan kiri, dan pada saat itu pula, kita akan kembali asing. Kita akan kembali terasing, membuat jalan kita sendiri, berpisah dari koloni.

Hidup yang aku jalani membuatku mampu melihat kenyataan bahwasanya masa depan yang akan kita jalani akan benar-benar dingin dan sepi. Lorong gelap panjang yang entah dimana titik terangnya, dengan jalan dipenuhi duri dan kerikil tajam yang melukai kaki. Siapkah kita hadapi?

Pada suatu titik di masa depan, kau dan aku hanya akan tinggal kenangan. Sebab pada akhirnya, setiap jalan yang kita pilih akan selalu memiliki akhir. Pada akhirnya, kita semua fana, pada akhirnya kita akan kembali sendiri.

Namun kau tahu? Kendati aku tahu bahwa kita sama-sama fana, aku akan membuat kefanaan ini bermakna. Menguntai lebih banyak waktu bersama kalian, mencoba lebih banyak hal yang baru, mencoba agar suatu titik, kenangan ini akan membuat kita abadi.

Akan kutulis semua tentang kita, agar kita abadi dalam sejarah. Kan kuukir kisah kita bersama malam-malam yang dingin, bersama dengan sepinya malam kala semua tak lagi terbangun. Akan kuceritakan kisah kita pada keabadiaan bahwa kami akan tetap tinggal, pada momen ini, pada detik ini, pada masa depan.

Kita semua berawal dari keterasingan dan akan kembali asing. Namun sebelum toga sampai diatas kepala, akan kita buat kisah yang paling indah, akan kita buat cerita penghancur gelisah. Asal kita masih bersama, cerita itu pun akan kita susun bersama.

Kita semua memang asing, dan akan kembali asing. Akan tetapi itu tidak mengapa, selama semua itu tentang kita, fana pun tak mengapa.

Kita semua memang asing, dan akan kembali terasing. Dan masa depan dengan toga diatas kepala, dan kehidupan yang kita akan terlepas darinya. Akan kuuntai lebih banyak kisah bersamamu.

Akan kuuntai lebih banyak kisah bersamamu…


Aku dan anak anak kelas E

Lihat Hermianti wkwkwkw, kayak lihat hantu!



Putri bilek: Aku akan berpura-pura kerja agar nilaiku tinggi!



Perempuan saat diajak debat, nyenyenyenye


Cowok-Cowok PGMI20 sebelum mengenal Togel

KAMI SUDAH SEJAUH INI! KAMI AKAN MENYELESAIKAN SKRIPSI KAMI!



Api Sartina! APIIII APIIII!!!
Share:

Sabtu, 11 Juni 2022

Zulaikha Dan Perjuangan Untuk Ikhlas

Beberapa hari kemarin kami sebagai kelompok yang ingin menyelesaikan UAS Akidah Akhlak kumpul didalam perpus, kami ingin membuat buku mengenai pembelajaran Akidah Akhlak karena menurut kami, membuat buku 14 halaman itu sangat mudah.

Akhirnya kami kumpul disana dan seperti biasa, kekuatanku tidak muncul kala itu sehingga aku memutuskan untuk menjadi seorang mata-mata pada mata pelajaran Evaluasi Pembelajaran. Aku memang lebih aktif dimalam hari, saking aktifnya, Batman sampai insecure.

Mata-mata yang kulakukan berhasil membuatku paham mengenai metode yang digunakan Bu Mulaybiyyah kala itu, kami dibagi menjadi ganjil dan genap dengan soal yang berbeda-beda. Soal yang akan muncul untuk genap merupakan realiabilitas, validitas, dan kesukaran soal. Untuk ganjil, sama saja, cuma beda soal.

Aku kemudian mewawancarai Irwan, anak kelas C yang lebih dahulu keluar karena pusing melihat soalnya. Dari wawancara yang aku lakukan, semakin terkuaklah ternyata soal itu merupakan soal yang memang harus bisa aku kalahkan, dan mau nggak mau, aku harus siap.

H-1 sebelum tugas evaluasi pembelajaran, namun aku tidaklah takut. Karena kendati aku akan berhadapan dengan angka, aku menyadari memang ada beberapa hal di dunia ini yang akan berlalu. Aku sadar bahwa baik dan buruk yang menimpa umat manusia hanyalah perkara waktu. Entah itu patah, atau patah kaki.

Itulah mengapa, sebagai manusia kita memang diperintahkan untuk tawakkal, pasrah, dan tentunya, kita diperintahkan untuk ikhlas.

Namun ketika aku kembali ke perpus dan mendengar cerita Zulaikha, aku bingung, apakah manusia memang ditakdirkan untuk ikhlas?

Zulaikha Dan Perjuangan Untuk Ikhlas

Pada tahun 2020, kendati samar-samar aku mendengar kabar bahwasanya ayah Zulaikha meninggal dunia. Namun itu hanya sekedar berita belaka dibandingkan cerita asli yang Zulaikha paparkan kepada kami saat ini.

“Kau tahu? Ketika ayahku sakit kala itu, aku menyangkal bahwa dirinya sakit. Aku marah pada siapapun orang yang berani mengatakan kalau bapakku sakit. Bapakku memang menderita kangker, tapi aku selalu percaya bahwa dia akan sembuh, aku selalu berdoa agar ia segera sembuh….”

“…aku akan mengunci kamar bapakku dirumah sakit hanya agar aku berdua bersama ayahku. Aku tidak akan membiarkan seorangpun menginterupsi, aku tidak mau ayahku meninggal, aku ingin terus disampingnya. Bahkan, aku akan menghitung detik demi detik detak jantung yang keluar dari dadanya, juga memperhatikan bagaimana matanya. Ketika ayahku tertidur untuk beristirahat, aku akan membangunkannya untuk memastikan bahwa dirinya masih hidup…”

“...Aku memang dimarahi, Zis. Tapi aku nggak mau kehilangan beliau, aku ingin selalu ada disampingnya. Dan entah mengapa, aku juga melakukannya tanpa sadar, aku nggak tahu apa yang terjadi sebenarnya, aku nggak mau dia pergi, dan bahkan ketika beliau meninggal, aku menyangkal bahwasanya dia telah meninggal…”

“…bisa kamu bayangin Zis? Ketika orang semua pada nangis, aku akan marahi orang-orang itu dan menyangkal kematian bapakku, Aku akan memarahi mereka karena menangis dan meneriaki mereka ‘bapakku masih hidup! Lihat, dia masih bernafas! Bapakku nggak meninggal kan? Jangan nangis! Beliau masih hidup!’ aku selalu bilang gitu kepada orang-orang disana, dan aku nggak tahu, aku ngelakuinnya tanpa sadar, aku gila ya? Bahkan sampai sekarang, aku masih percaya bahwa bapakku nggak pernah meninggal…”

“…Tapi kemudian, aku terus didatangi lewat mimpi, bapakku akan datang padaku dan mengatakan ‘ikhlas ya nak…’ bapakku terus mengatakan hal itu, dan itu tidak sekali melainkan berkali-kali. Tapi aku selalu sangkal hal itu, aku selalu percaya bahwa bapakku masih hidup, menurutmu Zis, gimana?”

Kami semua diam, pembicaraan ini memang terjadi gara-gara kami menyinggung Selagalas sebagai titik rumah orang gila di Lombok, dan pembicaraan kami melebar ke sampai mana yang dikatakan gila dan mana yang bukan dikatakan gila. Namun aku tidak tahu bahwa pembicaraan kami akan sampai kepada bagaimana masa lalu Zulaikha bisa diceritakan disini.

Aku menarik napas dan berharap ucapanku bisa membuat suasana membaik.

“aku memang gak tahu, tapi yang pernah aku baca, dalam ilmu psikologi ada beberapa tahapan manusia dalam menerima kenyataan, yaitu denying atau menyangkal, frustrate atau frustasi, anger atau marah, dan berdamai dengan diri sendiri atau acceptance. Aku memang bukan ahli, tapi mungkin kamu memang masih tahap denying, dan memang dalam persoalan ini kita nggak bisa sat set set, butuh waktu yang lama agar kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri, dan kita nggak tahu itu kapan. Dan mengenai masalah kamu gila atau nggak, aku nggak tahu, menurutmu Van?”

“Yaa gak tahu juga, tapi mungkin itu juga wajar soalnya kamu sayang sama bapakmu. Coba aja lihat cerita Layla dan Majnun, itu sampai gila si Majnun gara-gara Layla. Jadi mungkin itu karena kamu terlalu sayang sama bapakmu Fa”

“Saya setuju dengan pendapatnya Evan” ucapku “Karena bagaimanapun kita nggak bisa sebut orang gila dan enggak karena itu hanya persepsi. Kita anggak diri kita waras karena kita dan orang lain percaya kalau kita waras, dan begitupula sebaliknya. Coba aja lihat orang gila, bahkan ada juga yang sampai sholat, sholawatan, kita nggak pernah tahu apakah mereka memang gila atau memang udah sampai tingkatan tasawuf. Kita nggak pernah tahu”

“Btw yang sholat tapi gila itu, keterima gak sholatnya?” tanya Zulaikha

“Ya mana tahu, dalam Islam syarat beragama kan berakal” jawab Evan.

“Bener tuh yang dikatakan Evan, Tapi balik lagi, emang kamu yakin mereka gila? Atau selama ini, kita yang sebenarnya gila?”

Kami semua diam, Wahab, Dewi, sedari tadi juga diam. Mereka asik DDN, Diam-Diam Nyimak.

“Tapi kau tahu? Aku iri sama kamu Zul” ucapku

“Kenapa?”

“Karena bapakmu masih peduli sama kamu, padahal beliau sudah meninggal. Setiap ayah di muka Bumi ini pasti ingin anaknya hidup tenang dan bahagia, apalagi kalau anaknya perempuan. Dan bapak kamu udah buktiin itu. Tapi dilain sisi, aku juga bingung apakah kamu memang harus ikhlas atau nggak, bagaimanapun karena kamu sayang sama bapakmu dan karena kamu nggak ikhlas, bapak kamu jadi tetap datang dalam mimpimu, dan kamu bisa lepas rindu disana. Lagipula, siapa sih orang yang nggak pengen ketemu sama orang yang mereka sayang? Tapi balik lagi Zulaikha, bapak kamu mungkin nggak bisa tenang di alam sana gara-gara kamu nggak ikhlas, ia juga berhak tenang dan bahagia di alam sana. Jadi untuk urusan ini, ikhlas enggaknya, aku akan serahkan semuanya pada kamu. Berdamai dengan diri sendiri memang nggak bisa langsung, jadi ini semua tergantung kamu”

Jam demi jam berganti, dan perpusatakaan kian sepi. Kami segera keluar dari perpustakaan dan kemudian memutuskan untuk pulang. Dalam tugas UAS Akidah Akhlak ini, tinggal aku yang belum jadi, lagipula yang susun kan aku sama Evan, jadi bolehlah aku santuy.

Tapi kadang ketika aku dengar cerita ini, aku jadi merinding. Soalnya aku bisa membayangkan Zulaikha waktu itu yang memarahi setiap orang dan menyangkal bahwa ayahnya telah meninggal. Aku bisa membayangkan bagaimana dirinya akan berdoa sepenuh hati agar ayahnya bisa sembuh dari penyakit kangker yang menggerogoti tubuh tersebut kian detik.

Aku bisa merasakannya.

Dinding rumah sakit lebih sering mendengar doa-doa orang tulus dan pencinta dibandingkan rumah ibadahpun di muka Bumi ini. Namun sayang tulusnya doa terkadang memang akan kalah oleh takdir yang telah ditetapkan Tuhan.

Manusia diperintahkan untuk ikhlas dan tawakkal, namun mempelajari dua hal tersebut tentu akan sulit karena akan berkaitan dengan keimanan umat manusia.

Dan terakhir, jikalau kamu berdoa dengan tulus dan doa kamu tidak diterima oleh Tuhan.

Bersabar yaa…

Yang berdoa dengan tulus bukan hanya kamu.



Dokumentasi Semester IV, Evaluasi Pembelajaran

Dokumentasi di Semester V, Desain Pembelajaran


Share:

Kamis, 09 Juni 2022

Engkau dan Tangisan Bulan Juni

 Engkau dan Tangisan Bulan Juni

“Aku nggak apa-apa Zis…aku nggak apa-apa…tapi sakiiit” kemudian isakan tangis terdengar.

Video berdurasi 10 detik itu dan disetel untuk sekali lihat, dan video itu sukses membuat aku terdiam tak bersuara disertai rasa takut dan khawatir yang memuncak. Aku bingung harus melakukan apa, aku tidak tahu, diluar sana hujan bergemuruh menabrakkan diri ke genteng-genteng seng dan membuat suara bak peluru.

Dan aku terdiam membeku.

Mira menangis malam itu, tangisannya yang pilu bersenandung bersama hujan bulan Juni yang semakin membesar dan membesar, kendati aku ingin segera kesana, aku tidak mampu sebab aku juga sedang memiliki janji.

Memberikan pesan kepada Baye adalah hal yang terbaik, aku segera mengirimkan vn-ku kepadanya:

“Bay, kalau kamu sudah selesai dengan urusan kamu, tolong chat mbak ya atau kamu hubungi dia, dia butuh kita sekarang”

Tidak berapa lama ia kemudian memberikan balasan.

“Dia kenapa lagi we”

Dan aku tidak tahu harus menjawab apa selain merententi dia dengan permohonan untuk menjaga Mira.

Baye merupakan salah satu sahabat Mira yang terdekat, mereka lebih kenal satu sama lain jauh lebih lama dibandingkan aku. Jadi pilihan yang paling bijak adalah mempertemukan mereka berdua.

Malam ini begitu dingin, hantaman guntur mengayun di cakrawala dan memberikan cahaya melalui kilatnya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana Mira menangis sendirian, entah dimana, diantara hujan bulan Juni yang semakin menggila.

Aku pun tidak tahu harus melakukan apa, hanya saja aku tadi keluar menggunakan skin anti hujan namun naas, hujan malah merembes dan membasahi pakaianku. Baju dan celanaku basah, bahkan bagian dalamnya juga basah. Aku tidak pernah sebasah ini, jas hujan yang kumiliki kucurigai bersekongkol dengan hujan itu sendiri.

Terhalang ruang dan jarak, tidak tahu harus melakukan apa. Hanya saja aku berharap doa-doa yang kulantunkan dapat didengar oleh Tuhan. Namun dapatkah harapan itu menembus langit? Tatkala ia terbang meninggi, ia tentu akan dihantam oleh milyaran air hujan dari balik awan.

Aku menyukai hujan dan setiap kenangan yang terukir dengannya, hanya saja kali ini aku berharap bahwa hujan ini sirna secepatnya. 

Diantara angin dan badai yang mendera, aku pun bingung karena apapun yang akan kulakukan akan menghasilkan kesalahan. Bagaimanapun Mira telah menjadi milik orang lain, yang artinya sebagai laki-laki, aku akan selamanya memiliki batasan untuk mengakses dirinya.

Aku berharap Baye segera menuntaskan tugasnya.

“Kamu yang kesana, saya gak diangkat”

“Kenapa aku?” tanyaku polos.

“Kamu yang bisa, saya nggak bisa keluar ni masalahnya”

Aku diam, kupandangi pesan-pesan itu yang membisu. Sementara diluar hujan bulan Juni masih menggebu-gebu, mematahkan harapan orang sekaligus membangkitkan harapan orang lainnya. 

Aku memang menyukai hujan, namun kuharap hujan ini berhenti. Agar orang yang peduli denganmu lebih jelas mendengar tangisanmu, dan agar engkau bisa menghapus air matamu sendiri.

Namun hujan bulan Juni tetap menggebu-gebu, dan membayangkan bagaimana dirinya menangis diantara hujan-hujan ini membuatku meringis. Aku bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup dalam kesendirian, hidup dalam kesepian, menunggu waktu yang tepat agar semua segera berlalu.

Namun seperti hujan bulan Juni, mereka tidak pernah benar-benar berlalu.

Share:

Sabtu, 01 Januari 2022

Pusing, Tidak Tahu Harus Menulis Apalagi

 

 Pusing, Tidak Tahu Harus Menulis Apalagi, Jadi Mungkin Artikel Kali Ini Tentang Muhasabah Diri Bersama Lastquestions

Pusing, Tidak Tahu Harus Menulis Apalagi


Baru awal tahun dan rasa malasku memuncak, dari semenjak pagi aku ada didalam kamar terus menerus, bermain game, menonton Youtube, menscroll TikTok, membalas chat di Whatsapp, serta membalas komentar di Facebook mengenai kasus tentang kakek Edi yang dibuang oknum rumah sakit.

Hal ini mungkin terjadi karena berbagai persoalan hidup yang sedang aku hadapi, apalagi kasus kemarin yang tidak bisa aku lupakan. Akan tetapi aku enyahkan semua itu, aku buka laptop dan memandangi layar putih microsoft word yang telah aku buka, bingung. 

Jujur, kali ini aku seolah kehabisan ide untuk menulis, bukan ide sebenarnya, namun lebih kepada mood untuk menulis ide itu sendiri. Padahal aku telah menulis banyak mengenai kehidupan, kasus-kasus di Indonesia, sampai membahas dunia literasi dan blogging. Akan tetapi mungkin aku merasa muak, entah karena visitorku yang hanya 30 perhari, atau mungkin aku yang masih kurang dalam marketing blogku.

Dari analisa yang aku miliki, blog ini sebenarnya bagus, tulisannya mengena. Akan tetapi ia masih gagal menjadi tempat persinggahan orang-orang, ia juga masih gagal menjadi sebuah kebutuhan bagi orang-orang. Sebab faktanya orang akan datang membuka internet karena ada hal yang sedang mereka cari, kadang jawaban dari soal-soal sekolah, sampai mencari kasus-kasus artis yang sedang viral, dan blog ini masih gagal dalam hal itu.

Tahun ini aku juga sudah mulai ikut dalam lomba blog, namun ternyata tidak terlalu mudah sebab nyatanya blogspot masih belum terlalu diterima, dalam beberapa lomba, domain yang diperkenankan adalah .com, jadi mungkin rencana tahun depan, aku akan meningkatkan domain yang aku miliki.

Aku juga harus turun dan menyebarkan blogku, memperkuat brand, sebab jika tidak begitu, blog ini tidak akan pernah dilirik oleh siapapun, bahkan untuk menghasilkan uang saja adalah hal yang tidak memungkinkan bagi blog ini. Memang beberapa artikelku tayang pada page one Google karena aku menulis dengan lengkap dan sepenuh hati, namun orang yang mencari artikel itu tidak ada, hasilnya? Visitor tidak kunjung memperlihatkan lonjakan.


Tahun Baru Ini, Analisis dan Muhasabah Pada Lastquestions Adalah Hal Yang Penting

1 Januari, aku harus melakukan muhasabah terhadap blogku, hal yang kedepannya bisa aku lakukan. Percayalah tidak semua yang kita rencanakan tahun ini bisa berjalan dengan begitu baik, akan tetapi, tidak ada salahnya berusaha, tidak ada salahnya mencoba.

Aku mempercayai bahwa akan ada masa dimana ada hal yang kita perjuangkan bisa datang berbalik, momen dimana impian yang kita miliki bisa berubah seketika, dan lagipula, rezeki bisa datang dengan cara yang berbeda dan kerapkali tidak disangka-sangka, Tuhan hanya ingin kita terus berharap dan mencoba, sebab pada masa yang bergerak maju, berkah Tuhan bisa jadi tetap tercurah selalu.

Aku juga akan lebih banyak menginvestasikan diriku pada dunia kepenulisan seperti hypno writing serta konten kreator, sebab kurasa, aku bisa hidup melalui dua hal ini dan bisa mendapatkan uang sembari berenang di kolam hobi. Dan tentu saja, untuk blogger kedepannya, aku akan mempelajari SEO serta bagaimana memperkuat brand Lastquestions itu sendiri, mungkin saja blog ini akan dilirik perusahaan besar dan kami bisa bekerja sama.

Tapi sebelum aku terjun ke analisis terhadap blog ini, aku hanya bisa tertawa terhadap kegagalan yang tahun ini aku lakukan dan terima, misalnya saja aku gagal menulis dengan baik karyaku sehingga tidak ada buku yang aku buat bisa diterbitkan, dan mengenai blog Lastquestions, aku hanya tertawa karena pernah mendaftar platform lain selain adsense, dan nyatanya ditolak, aku bahkan pernah mencoba ikut program afiliasi di Involve Asia, dan langsung ditolak dalam waktu beberapa jam saja, sungguh tahun yang lucu.

Jadi, ada beberapa hal yang akan aku lakukan terhadap blog ini di tahun 2022 nanti, insyaallah bisa terlaksana;


Meningkatkan Domain

Hal yang akan kutingkatkan adalah domain Lastquestions, tentu saja aku akan mencoba agar Domain ku bisa menjadi .com atau .id, akan tetapi aku harus siap mental, sebab dengan menggunakan domain .com atau yang lainnya, maka aku harus tetap mengeluarkan uang pertahunnya untuk blogku, atau bisa kusebut investasi.

Aku mengatakan hal ini berat karena pertama, aku masih belum memiliki pendapatan dalam segi finansial, bahkan blog ini pun tidak kunjung diterima adsense sehingga mendapatkan uang melalui jalur blog adalah hal yang masih tidak bisa aku raih.

Jadi meningkatkan domain adalah hal yang menurutku sulit dan berat, akan tetapi, aku harus tetap mencobanya. Sebab dengan begitu, aku bisa mengakses lebih banyak lomba-lomba blog dan mendapatkan kepercayaan yang lebih dalam dunia blogging.


Memahami SEO Lebih Dalam

Aku mempercayai bahwa SEO yang paling baik adalah kelengkapan dan orisinalitas konten. Namun aku akan tetap mendalami SEO dan memahami bagaimana agar bersaing dalam dunia blogging, sebab bagaimanapun, dunia blog merupakan dunia bisnis, kita bersaing setiap hari untuk mendapatkan yang terbaik dan mendapatkan visitor lebih banyak. Jadi dengan memahami SEO, aku harap konten-konten ku terus bisa page one sehingga blog ini lebih dilirik banyak orang.


Mempelajari Backlink

Baclink memang bagian dari SEO, akan tetapi aku masih tidak terlalu mengerti dalam hal ini, yang aku mengerti adalah backlink Do Follow dengan No Follow saja, juga outbound link dan inbound link, padahal ini sangat bagus untuk memperkuat visitor untuk terus datang ke Lastquestions, dan mungkin bisa menjadi lonjaka visitor juga.


Memperkuat Brand Lastquestions

Menurutku ini yang utama, brand adalah hal yang harus dimiliki oleh Lastquestions dan hal ini akan terjun ke dunia marketing digital. Aku memang kerap menonton channel Neil Patel dan lainnya, namun belum bisa terjun sepemikiran dengannya.

Brand yang aku miliki ataupun Lastquestions miliki tentu akan menjadi cikal bakal kesuksesan blog ini nanti di masa yang akan mendatang, jadi aku harus memperkuat brand dari blog ini. 


Mempelajari Hypno-Writing

Salah satu list yang harus aku masukkan adalah menulis dengan hypno-writing. Aku sebagai penulis tidak akan pernah terlalu menggunakan SEO kecuali dalam keadaan-keadaan genting dan terpaksa, yang utama aku harus bisa menyentuh hati pembacaku, membuatnya nyaman di blog ini dan mau datang kembali.

Menurutku tidak ada yang lebih indah daripada menemukan pembaca yang setia, yang menyemangati kita ketika jatuh atau terpuruk, dan tentunya bersama-sama menjadikan blog ini lebih baik daripada semestinya.

Adanya komentar-komentar indah dari pengunjung blog merupakan anugerah dan suntikan semangat untukku, hal yang membuat blogger tidak berpenghasilan sepertiku bertahan.


Catatan Akhir;

Tidak ada jaminan rencana ini bisa terlaksana secara sempurna, hal yang harus kita mengerti adalah bahwasanya apa yang kita perjuangkan semoga menjadi lebih baik dan lebih indah, adanya harapan seperti ini setidaknya menimbulkan semangat dalam diri, dan semoga keinginan untuk memperbaiki diri ini bisa menjadi cikal bakal kebangkitan blog ini, amin.

Share:

Senin, 13 Desember 2021

Kapan Nadi Ini Kukoyak?

 

 Kapan Nadi Ini Kukoyak?

Kapan Nadi Ini Kukoyak?
Pixabay


Setiap kali aku menatap pergelangan tanganku, kadang pemikiranku untuk mengoyaknya semakin tajam dan semakin tergambar jelas. Namun imajinasiku sebatas rasio dan bukan empiris, sebab pada akhirnya, aku hanya bisa membayangkan hal itu terjadi, sementara dikmudian hari apakah hal itu menjadi kenyataan atau hanya sekedar bayangan, aku tidak tahu.

Pun jika aku harus mengoyak tanganku dengan silet, aku tidak tahu harus seberapa dalam dan akan seberapa menyakitkan. Sebab dulu aku pernah mencoba menenggalamkan diriku sendiri pada sebuah bak berisi air ketika aku masih kecil, menahan napas sebisa mungkin sampai aku tidak mampu dan diriku terpaksa terjungkal dengan napas terengah-engah.

Pada hakikatnya, tubuh kita, semua bagian sel dari tubuh kita telah dirancang Tuhan untuk menjaga manusia dari marabahaya. Bahkan otak kita sendiri pun dirancang demikian agar kita bisa menjaga diri serta menganalisa apa yang akan terjadi.

Memang pada akhirnya dengan adanya akal yang semakin meninggi kita akan semakin maju, akan tetapi ada iman yang ditinggalkan manusia, satu persatu hingga kita mungkin mengatakan bahwasanya diri kita sendirilah yang sebenarnya Tuhan, dan Tuhan hanyalah karangan manusia.

Namun terlepas dari semua itu, apakah kemampuan tersebut adalah berkah dari Tuhan atau malapetaka, aku tidak tahu. Bahkan ketika aku semakin beranjak dewasa, aku semakin jauh dari-Nya. Bahkan sampai berpikir bahwasanya Tuhan semestinya tidak terlalu ikut campur akan urusan yang dimiliki manusia, Tuhan cukup menciptakan dan menyaksikan, dan entah apa suatu saat nanti manusia membawa diri mereka kepada kehancuran, tidak pernah ada yang tahu, pun Tuhan yang tahu hal itu pasti hanya diam saja.

Aku juga menulis ini di blog dan bukan Kompasiana karena aku tahu bahwa mereka yang singgah di blog ini hanya sekedar melihat informasi belaka, dan lagipula, blog ini masih teramat-amat baru sehingga menjadi alasan adsense menolaknya. Visitornya juga sedikit, jadi apakah hal itu malapetaka? Oh, tidak juga, sebab aku bisa melakukan semaunya di blog ini, menulis apapun tentang depresi dan kekonyolan, atau apapun jua. Kadang tidak terlihat dan dianggap ada adalah anugerah, dan kini aku merasakannya.

Tadi malam aku krisis mental lagi, bercerita pada temanku juga ternyata tidak memperbaiki apapun. Mood yang kumiliki rusak dan berantakan, pikiranku melayang-layang dan bertabrakan, tugasku menumpuk, tuntutan hidup dari keluarga juga semakin meningkat, aku merasakan diriku terhujam berkali-kali oleh belati tak kasat namun mampu menembus jantung.

Aku ambruk. Dan yang kuharapkan adalah Tuhan yang segera mencabut nyawaku. Aku merintih dalam sunyi, ingin menangis dalam-dalam namun air mata yang kumiliki menolak untuk keluar. Aku tidak ingin hidup lagi, cukup, semua kebohongan dari orang-orang yang aku percayai dan orang-orang yang aku sayangi, cukup.

Setiap kali aku melihat pergelangan tanganku, aku menatap nadi yang berdenyut itu berkali-kali, menanyakan harus seberapa dalam dan seberapa menyakitkan hal yang harus kutempuh. Bertanya harus berapa gesekan dan berapa tajam pisau yang akan aku gunakan, aku bertanya berkali-kali dan berharap hal itu terjadi. Namun ketika aku ingin melakukannya, bayangan-bayangan yang lain muncul, setiap perasaan yang mungkin akan aku tinggalkan, setiap senyuman dan tawa yang aku berikan kepada orang, akankah ia menjadi air mata?

Aku mencintai kalian kendati aku memiliki jiwa dan tubuh yang lemah, berharap bisa bersama kalian terus menerus, berharap bersama kalian sampai Tuhan yang mengakhiri bab buku kehidupan yang aku jalani dengan indah.

Dan setiap mimpi yang pernah aku tulis diatas kertas, setiap lirik musik yang entah kapan aku lantunkan, setiap bait puisi yang kadang aku renungkan…. 

Maafkan aku, aku tidak mampu…

Aku ingin pulang walau aku nggak tahu harus pulang kemana lagi, bahkan jika aku pada akhirnya aku akan melakukannya, akankah Tuhan menerimaku sebagai manusia yang kalah? Dan nanti bila tubuhku terkubur di tanah, siapa yang akan memeluknya? Akankah aku sendiri?

Aku berharap Tuhan tidak pernah ada, aku berharap diriku tidak pernah diciptakan, aku berharap hidupku berakhir begitu saja. Namun Tuhan, kau hanya berkata untuk sabar dan terus bersabar, aku tidak mampu lagi, bahkan ketika engkau mengatakan akan memberikan kami ‘hadiah’ dari arah yang tidak disangka-sangka, aku terkadang tidak peduli lagi. Namun jika hadiah itu memanglah perintah mati, aku berharap hadiah itu cepat datangnya.

Untuk kalian, jika pada suatu saat nanti kalian membaca tulisan ini. Maafkan aku yang telah begitu lemah sehingga kalian membaca curhatan brengsek ini. Pergilah, aku sedang ingin sendiri, berbicara dengan diriku pribadi, tulisan ini bukan untuk siapapun, dan semoga Tuhan mengabulkan doa itu.

Aku telah kehilangan makna dan pemaknaan, cinta dan kasih kini hanya ilusi. Kerapkali aku merasakan Tuhan hadir, memelukku sejenak dalam diam dan sunyi dengan ketenangannya. Namun tidak pernah cukup, duniaku terlalu berisik, kesunyian yang aku miliki hanya ilusi.

Aku tidak tahu apakah nadi yang kumiliki akan selamanya utuh dan berdenyut. Pada suatu masa yang bergerak maju, apapun yang terjadi-terjadilah. Jika pada akhirnya Tuhan menyuruhku untuk bersabar lagi, jika pada akhirnya imajinasiku menjelma nyata, aku sudah tidak memikirkannya lagi.

Pada suatu titik, apa yang terjadi, terjadilah….

Lagipula aku tidak akan pernah tahu akan semenyakitkan apa, akan sedalam apa, erntahlah….


Share:

Minggu, 12 Desember 2021

Terkadang, Aku Berharap Diriku Tidak Pernah Dilahirkan

 

 Terkadang, Aku Berharap Diriku Tidak Pernah Dilahirkan

Aku mungkin hanya segumpal daging kegagalan yang berjalan tiada tentu arah, memandang dunia sialan ini sebagai kutukan yang membersamaiku sampai aku benar-benar terlepas. Aku tidak seperti kebanyakan orang yang memiliki mental yang kuat, dan aku menyadarinya. Terkadang mungkin aku mungkin akan seperti Arthur Fleck yang tertawa tanpa sebab, entah karena aku memiliki kelainan jiwa, atau mungkin tawa itu adalah bukti nyata bahwa selama ini aku merasa kesepian.

Terkadang, Aku Berharap Diriku Tidak Pernah Dilahirkan
Pixabay

Tulisan ini juga aku tulis dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, entah mengapa belakangan ini kepalaku terasa seperti gunung yang siap meledak, aku kerapkali tiba-tiba pusing, terkadang juga mual. Dugaan terburukku adalah aku terkena penyakit kangker, dugaan terbaik ia hanyalah pusing biasa dan bisa dibunuh hanya dengan sebutir Paracetamol.

Namun menatap dunia yang penuh keajabian ini melalui kacamata yang suram hanya membawaku pada rasa yang hampa, aku melihat gelapnya saja, memang begitu banyak kemilau yang mungkin saja diriku abaikan, akan tetapi, gelapnya lebih sering membersamaiku dan membawaku pada realita hidup yang aku pijaki.

Aku telah gagal berkali-kali, dan sekali lagi, aku gagal. Namun waktuku masih panjang, aku masih bisa mengurai-ngurai cerita, akan tetapi aku merasa muak, lumpur kegagalan itu tidak hanya menenggelamkan aku begitu dalam, namun melainkan telah masuk kedalam mulutku dan bersemayang didalam organ-organ tubuh.

Aku ingin menyerah, terkadang berdoa kepada Tuhan mengapa bukan diriku yang tidak berguna ini saja yang tercerabut nyawanya, mengapa harus orang lain? Dan terkadang mengapa harus orang yang kita cintai? Aku lelah Tuhan, aku lelah. Apa dosaku masih terlalu banyak sehingga engkau tidak mau menerimaku?

Hidupku juga dipenuhi banyak tuntutan, dan bukan hanya faktor eksternal, melainkan juga faktor internal. Faktor eksternalnya adalah aku harus menjadi ini dan itu, harus mendapatkan IPK segini dan segitu, harus empat, ya, harus empat, agar besok bisa kita pamerkan pada dunia sembari berteriak; Hey Dunia! Diatasmu pernah ada manusia yang memiliki IPK empat! IPK sempurna!

Dan aku juga menjadi lelah, mungkin karena terlalu menuntut diriku sendiri, mengatakan semangat kecil kepada diriku sendiri dan berkata, ayo, kamu pasti bisa! Namun ternyata aku tidak bisa. Bahkan mengerjakan tugas-tugas sesederhana itu saja aku tidak mampu, bodoh? Ya, aku sangat teramat bodoh, namun aku selalu mencoba dan mencoba kendati harus memeluk kegagalan berkali-kali.

“Setidaknya kita pernah mencoba” Aku mengatakan hal itu berkali-kali, entah mengatakan kepada tubuhku yang selalu aku paksakan, atau mengatakannya kepada jiwaku yang sudah teramat lelah. 

Bahkan terkadang, aku berimajinasi bahwa diriku mati, entah terbunuh atau bunuh diri. Namun aku juga tidak tahu kenapa aku masih hidup, apa mungkin aku yang terlalu pengecut untuk mati? Atau apa mungkin itu karena ketidaktahuanku akan kematian itu sendiri? Begitu banyak bayangan, begitu banyak imaji yang nyatanya tidak pernah terealisasi.

Terkadang diriku juga bertanya, kenapa hal ini bisa terjadi? Dan melalui perenungan yang aku lakukan, sebenarnya jawabannya sederhana, karena aku sudah tidak lagi bersyukur atas apa yang masih aku miliki, aku hidup dari ekspektasi-ekspektasi yang tidak pernah terpenuhi, hal yang pada akhirnya membuat diriku merasa gagal dan tidak pantas untuk hidup.

Padahal dibandingkan orang lain, aku bisa katakan kehidupan yang aku miliki sudah setengah sempurna. Aku memiliki mata yang indah, memiliki ide dan kreatifitas yang kerapkali dibanggakan teman-temanku, aku memiliki tubuh yang sehat, dan setidaknya memiliki latar pendidikan yang baik disaat jutaan orang lain diluar sana hanya bisa memandang manusia-manusia berseragam bagai malaikat yang patut dipuja.

Aku mungkin terlalu bodoh dan hanya melihat gelapnya saja, sebab begitu banyak rahmat yang selama ini aku lupakan dan tidak terjangkau oleh mataku, dan parahnya adalah, terkadang aku tidak peduli, aku egois, mengatakan kepada diriku sendiri bahwa apa yang semestinya aku miliki harus aku miliki. Padahal hal-hal itu berujung membuatku melayang pada dunia ekspektasi, dan terlalu banyak ekspektasi pada akhirnya membuat kita terjun bebas ke jurang depresi.

Dengan kegagalan yang menimpaku, kemalangan, ekspektasi yang tidak pernah terpenuhi kadang membuatku berkata bahwasanya aku tidak pernah pantas untuk dilahirkan. Aku kerapkali berharap demikian, padahal aku selalu mengingat bahwasanya aku dulu hanyalah satu dari sekian milyaran sperma yang memperjuangkan ovarium, dan pada saat itu, aku menang.

Benar, aku menang. Begitu banyak sperma yang mati karena kelelahan berenang dengan jarak yang teramat-amat jauh, namun lihatlah, dulu saat aku berbentuk sperma memenangkan pertempurannnya, yang berarti dalam hal ini, aku adalah seorang pemenang, namun keluar dari vagina seorang wanita, kenapa aku malah menjadi seorang pecundang?

Atau mungkin semua perenunganku benar adanya, bahwa sebenarnya kalah dan menang hanya sudut pandang manusia belaka. Atau mungkin sebenarnya kemenangan dan kekalahan itu hanyalah imaji yang otak kita ciptakan, sebab  bagaimanapun, kemenangan dan kekalahan itu hanyalah sebuah relativitas. Dan dalam dunia relativitas, tidak pernah ada yang namanya menang, dan tidak pernah ada yang namanya kalah.

Tulisan ini aku tulis saat aku merasa kalah, melihat dunia dari sudut mata seorang lelaki yang pernah mencoba namun kembali terjatuh dan terluka. Mungkin aku akan mencoba lagi, berharap memiliki peruntungan untuk bisa menjadi seorang pemenang yang diriku ekspektasikan. Namun untuk saat ini, sebelum kesuksesan itu bisa kita gapai, mau tidak mau aku harus berenang di lumpur kegagalan terlebih dahulu, sebelum pada akhirnya menemukan makna dari kesuksesan yang kita miliki. 

Sebab bagaimanapun, apapun yang kita miliki akan berharga bila kita merasa memperjuangkannya, sampai suatu titik kita akan menarik napas panjang dan berkata…aku memang pantas mendapatkannya.



Share: