Jumat, 17 Juni 2022

Alfamart Seribu Rasa

Aku sedang menelpon Jolie ketika aku di Alfamart, sementara hape kananku sedang berada di telinga, tangan kananku membawa botol air ukuran besar untuk kami nikmati nanti. Namun ketika aku mengangkat wajah, jantungku serasa kosong, aku menerka dan menganalisa seorang perempuan yang bergerak laksana hantu dan berjalan melewatiku.

Kacamatanya yang ikonik, wajahnya yang muram, tatapannya yang laksana pembunuh berantai. Perempuan itu begitu cerdik sampai menganggapku seperti batu, ia tidak peduli, alih-alih memberi sapa, ia bergerak begitu saja dan lenyap diantara rak-rak beraneka macam jajan.

Entah mengapa aku seperti tidak bisa bernapas, hanya beberapa detik sampai aku memaksa paru-paruku memompa udara lebih banyak. Agar aku menghirup oksigen untuk bernapas. Ruang Alfamart yang ramai dengan antrian, dengan suara kasir yang melayani pembeli, semua entah mengapa terasa sunyi untuk sepersekian detik.

Dan aku kembali ditarik pada realitaku.

Aku tidak pernah memprediksi hal semacam ini bisa terjadi. Aku bahkan tidak pernah memprediksi bahwa dia akan datang dengan cara seperti itu. Namun semua terjadi, dan bayangan akan masa lalu sedikit berkelumat meskipun pada akhirnya bisa aku tepis.

Aku menyadarkan diri, dan kendati aku tidak tahu perasaan apa yang baru saja melewati jantungku. Aku memaksa untuk terus sadar, aku tidak ingin kembali diikat pada perasaan semu tiada berkesudahan. Aku telah tersiksa bertahun-tahun, aku tidak mau menghabiskan hidupku dalam kekangan lagi.

Lagipula aku telah tahu bahwasanya dia telah dimiliki orang lain, orang yang tentu jauh lebih tampan dari aku, dan mungkin saja, lebih kaya. Setidaknya perempuan ini telah diratukan oleh orang lain, kendati kekhawatiranku tiada berujung namun doa-doa telah kupanjatkan, dan kuharap, Tuhan mau mendengar.

Yang paling aku takutkan adalah bahwasanya ini masih perasaan yang sama, perasaan dulu yang coba aku bunuh dan tikam berkali-kali namun terus breinkarnasi. Aku takut, namun sekali lagi aku sadarkan diri dan percaya bahwa itu tidak akan pernah terjadi.

Hidup seperti sebuah buku, bab demi bab, halaman demi halaman yang menceritakan tentang perjalanan kisah setiap individu. Dan aku sangat percaya bahwa bab dan ribuan halaman tentangnya telah berakhir. Aku telah memiliki mimpi, dan kendati pada akhirnya mimpi itu perlahan-lahan aku wujudkan tanpa dirinya. Aku ingin memeluk mimpi ini rapat-rapat dan tiada ingin melepaskannya lagi.

Aku ingin hidup pernuh warna, namun dialah salah satu alasan kehidupanku tetap berwarna.

Aku tidak mau hidup dalam penderitaan lagi, aku ingin terus menggapai mimpiku. Namun yang aku takutkan, dia masih menjadi bagian dari mimpiku. Dan bila itu terjadi, aku bisa apa? Membuangnya jauh lagi? Mengulang semuanya dari awal?

Aku segera mengantri di depan kasir, melupakan semua hal yang telah terjadi. Berharap semua ini tidak pernah terjadi. Malam akan panjang, namun kurasa, malam ini akan teramat panjang dan butuh perenungan yang lama.

Aku kadang berbalik hadap untuk menyaksikan punggungnya, menikmati suara dan sahabatnya yang memilih minuman apa yang akan dibeli, sementara aku memutuskan memberikan uang kepada kasir, menunggu kembalian, kemudian pergi tanpa pernah menoleh lagi.

Setiap umat manusia memiliki masa lalu, dan memang pada akhirnya akan ada beberapa masa lalu yang sebaiknya akan tetap ada di masa lalu. Dan lagipula, aku masih memiliki mimpi yang harus kukejar, dan mimpi teramat panjang dan jauh sampai entah dimana ujungnya.

Yang aku harap, rasa ini memang bertepuk sebelah tangan. Aku tidak bisa menerka banyak hal tentang wanita. Aku bahkan tidak bisa menerka ekspresinya dan rasa yang ada didalam jantungnya. Cukup. Jika pada akhirnya kehidupanku kembali kelabu, aku ingin tetap berada pada warna ini sampai aku sudah memang siap untuk jatuh cinta lagi.

Dan aku berharap, aku tidak jatuh cinta pada orang yang sama lagi.

Aku tetap menjauh tanpa pernah menoleh, meninggalkan Alfamart dengan seribu rasa yang ia tawarkan. Namun aku tidak peduli. aku ingin hidup lebih lama, kendati jantung ini tidak kuketahui berdetak untuk siapa. Aku hanya ingin berkata kepada jantungku:

Terima kasih udah sekuat ini, masih banyak hal untuk kita hadapi. Yang kuat yaa, kita bisa kok. Memang perih dan berdarah, tapi aku percaya, selama aku, logika, dan kamu masih bersinergi. Semua bisa kita lewati, sama seperti perasaan itu yang muncul kembali.

Aku mencintaimu, dan terima kasih telah berdetak.

Share:

0 comments:

Posting Komentar