Aku sedang menelpon Jolie ketika aku di Alfamart, sementara hape kananku sedang berada di telinga, tangan kananku membawa botol air ukuran besar untuk kami nikmati nanti. Namun ketika aku mengangkat wajah, jantungku serasa kosong, aku menerka dan menganalisa seorang perempuan yang bergerak laksana hantu dan berjalan melewatiku.
Kacamatanya yang ikonik, wajahnya
yang muram, tatapannya yang laksana pembunuh berantai. Perempuan itu begitu cerdik
sampai menganggapku seperti batu, ia tidak peduli, alih-alih memberi sapa, ia
bergerak begitu saja dan lenyap diantara rak-rak beraneka macam jajan.
Entah mengapa aku seperti tidak
bisa bernapas, hanya beberapa detik sampai aku memaksa paru-paruku memompa
udara lebih banyak. Agar aku menghirup oksigen untuk bernapas. Ruang Alfamart
yang ramai dengan antrian, dengan suara kasir yang melayani pembeli, semua
entah mengapa terasa sunyi untuk sepersekian detik.
Dan aku kembali ditarik pada
realitaku.
Aku tidak pernah memprediksi hal
semacam ini bisa terjadi. Aku bahkan tidak pernah memprediksi bahwa dia akan
datang dengan cara seperti itu. Namun semua terjadi, dan bayangan akan masa
lalu sedikit berkelumat meskipun pada akhirnya bisa aku tepis.
Aku menyadarkan diri, dan kendati
aku tidak tahu perasaan apa yang baru saja melewati jantungku. Aku memaksa
untuk terus sadar, aku tidak ingin kembali diikat pada perasaan semu tiada
berkesudahan. Aku telah tersiksa bertahun-tahun, aku tidak mau menghabiskan
hidupku dalam kekangan lagi.
Lagipula aku telah tahu bahwasanya
dia telah dimiliki orang lain, orang yang tentu jauh lebih tampan dari aku, dan
mungkin saja, lebih kaya. Setidaknya perempuan ini telah diratukan oleh orang
lain, kendati kekhawatiranku tiada berujung namun doa-doa telah kupanjatkan,
dan kuharap, Tuhan mau mendengar.
Yang paling aku takutkan adalah
bahwasanya ini masih perasaan yang sama, perasaan dulu yang coba aku bunuh dan
tikam berkali-kali namun terus breinkarnasi. Aku takut, namun sekali lagi aku
sadarkan diri dan percaya bahwa itu tidak akan pernah terjadi.
Hidup seperti sebuah buku, bab
demi bab, halaman demi halaman yang menceritakan tentang perjalanan kisah
setiap individu. Dan aku sangat percaya bahwa bab dan ribuan halaman tentangnya
telah berakhir. Aku telah memiliki mimpi, dan kendati pada akhirnya mimpi itu perlahan-lahan
aku wujudkan tanpa dirinya. Aku ingin memeluk mimpi ini rapat-rapat dan tiada
ingin melepaskannya lagi.
Aku ingin hidup pernuh warna,
namun dialah salah satu alasan kehidupanku tetap berwarna.
Aku tidak mau hidup dalam penderitaan
lagi, aku ingin terus menggapai mimpiku. Namun yang aku takutkan, dia masih
menjadi bagian dari mimpiku. Dan bila itu terjadi, aku bisa apa? Membuangnya jauh
lagi? Mengulang semuanya dari awal?
Aku segera mengantri di depan
kasir, melupakan semua hal yang telah terjadi. Berharap semua ini tidak pernah
terjadi. Malam akan panjang, namun kurasa, malam ini akan teramat panjang dan
butuh perenungan yang lama.
Aku kadang berbalik hadap untuk
menyaksikan punggungnya, menikmati suara dan sahabatnya yang memilih minuman
apa yang akan dibeli, sementara aku memutuskan memberikan uang kepada kasir,
menunggu kembalian, kemudian pergi tanpa pernah menoleh lagi.
Setiap umat manusia memiliki masa
lalu, dan memang pada akhirnya akan ada beberapa masa lalu yang sebaiknya akan
tetap ada di masa lalu. Dan lagipula, aku masih memiliki mimpi yang harus
kukejar, dan mimpi teramat panjang dan jauh sampai entah dimana ujungnya.
Yang aku harap, rasa ini memang
bertepuk sebelah tangan. Aku tidak bisa menerka banyak hal tentang wanita. Aku bahkan
tidak bisa menerka ekspresinya dan rasa yang ada didalam jantungnya. Cukup. Jika
pada akhirnya kehidupanku kembali kelabu, aku ingin tetap berada pada warna ini
sampai aku sudah memang siap untuk jatuh cinta lagi.
Dan aku berharap, aku tidak jatuh
cinta pada orang yang sama lagi.
Aku tetap menjauh tanpa pernah
menoleh, meninggalkan Alfamart dengan seribu rasa yang ia tawarkan. Namun aku
tidak peduli. aku ingin hidup lebih lama, kendati jantung ini tidak kuketahui
berdetak untuk siapa. Aku hanya ingin berkata kepada jantungku:
Terima kasih udah sekuat ini,
masih banyak hal untuk kita hadapi. Yang kuat yaa, kita bisa kok. Memang perih
dan berdarah, tapi aku percaya, selama aku, logika, dan kamu masih bersinergi. Semua
bisa kita lewati, sama seperti perasaan itu yang muncul kembali.
Aku mencintaimu, dan terima kasih
telah berdetak.
0 comments:
Posting Komentar