Kamis, 09 Juni 2022

Engkau dan Tangisan Bulan Juni

 Engkau dan Tangisan Bulan Juni

“Aku nggak apa-apa Zis…aku nggak apa-apa…tapi sakiiit” kemudian isakan tangis terdengar.

Video berdurasi 10 detik itu dan disetel untuk sekali lihat, dan video itu sukses membuat aku terdiam tak bersuara disertai rasa takut dan khawatir yang memuncak. Aku bingung harus melakukan apa, aku tidak tahu, diluar sana hujan bergemuruh menabrakkan diri ke genteng-genteng seng dan membuat suara bak peluru.

Dan aku terdiam membeku.

Mira menangis malam itu, tangisannya yang pilu bersenandung bersama hujan bulan Juni yang semakin membesar dan membesar, kendati aku ingin segera kesana, aku tidak mampu sebab aku juga sedang memiliki janji.

Memberikan pesan kepada Baye adalah hal yang terbaik, aku segera mengirimkan vn-ku kepadanya:

“Bay, kalau kamu sudah selesai dengan urusan kamu, tolong chat mbak ya atau kamu hubungi dia, dia butuh kita sekarang”

Tidak berapa lama ia kemudian memberikan balasan.

“Dia kenapa lagi we”

Dan aku tidak tahu harus menjawab apa selain merententi dia dengan permohonan untuk menjaga Mira.

Baye merupakan salah satu sahabat Mira yang terdekat, mereka lebih kenal satu sama lain jauh lebih lama dibandingkan aku. Jadi pilihan yang paling bijak adalah mempertemukan mereka berdua.

Malam ini begitu dingin, hantaman guntur mengayun di cakrawala dan memberikan cahaya melalui kilatnya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana Mira menangis sendirian, entah dimana, diantara hujan bulan Juni yang semakin menggila.

Aku pun tidak tahu harus melakukan apa, hanya saja aku tadi keluar menggunakan skin anti hujan namun naas, hujan malah merembes dan membasahi pakaianku. Baju dan celanaku basah, bahkan bagian dalamnya juga basah. Aku tidak pernah sebasah ini, jas hujan yang kumiliki kucurigai bersekongkol dengan hujan itu sendiri.

Terhalang ruang dan jarak, tidak tahu harus melakukan apa. Hanya saja aku berharap doa-doa yang kulantunkan dapat didengar oleh Tuhan. Namun dapatkah harapan itu menembus langit? Tatkala ia terbang meninggi, ia tentu akan dihantam oleh milyaran air hujan dari balik awan.

Aku menyukai hujan dan setiap kenangan yang terukir dengannya, hanya saja kali ini aku berharap bahwa hujan ini sirna secepatnya. 

Diantara angin dan badai yang mendera, aku pun bingung karena apapun yang akan kulakukan akan menghasilkan kesalahan. Bagaimanapun Mira telah menjadi milik orang lain, yang artinya sebagai laki-laki, aku akan selamanya memiliki batasan untuk mengakses dirinya.

Aku berharap Baye segera menuntaskan tugasnya.

“Kamu yang kesana, saya gak diangkat”

“Kenapa aku?” tanyaku polos.

“Kamu yang bisa, saya nggak bisa keluar ni masalahnya”

Aku diam, kupandangi pesan-pesan itu yang membisu. Sementara diluar hujan bulan Juni masih menggebu-gebu, mematahkan harapan orang sekaligus membangkitkan harapan orang lainnya. 

Aku memang menyukai hujan, namun kuharap hujan ini berhenti. Agar orang yang peduli denganmu lebih jelas mendengar tangisanmu, dan agar engkau bisa menghapus air matamu sendiri.

Namun hujan bulan Juni tetap menggebu-gebu, dan membayangkan bagaimana dirinya menangis diantara hujan-hujan ini membuatku meringis. Aku bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup dalam kesendirian, hidup dalam kesepian, menunggu waktu yang tepat agar semua segera berlalu.

Namun seperti hujan bulan Juni, mereka tidak pernah benar-benar berlalu.

Share:

0 comments:

Posting Komentar