Apes! Mungkin itu adalah
satu-satunya kata yang bisa menunjukkan perasaan hatiku saat ini, sebab
bagaimana tidak? Aku di PHP dosen Tafsir Tharbawy, pak Ridwan. Pun aku sendiri
tidak tahu mengapa, namun yang jelas, aku sakit hati.
Ini bermula pada awalnya ketika
aku sebagai ketua Kosma kelas E, memutuskan untuk segera menghubungi pak dosen
Tafsir Tharbawy guna mendapatkan pemberitahuan segera mengenai kapan UAS Tafsir
Tharbawy. Pun aku telah memberitahu Syaid akan hal ini dan kami berdua
berencana melakukan penyergapan kerumah pak dosen seperti agen FBI, dan dari
hal ini, aku bisa membayangkan kalau pak dosen sedang mengajar dirumah, dan
tiba-tiba:
Aku : FBI OPEN THE DOOR!
Syaid segera menangkap pak dosen
sembari menodong dengan senjata api AK-47[1],
menutup kepalanya pake karung, lalu menyeretnya ke tempat tertutup. Sumpah deh,
aku jadi nggak tahu perbedaan agen FBI sama maling ayam.
Namun aku berinisiatif
menghubungi pak dosen via WA walau memang si Megan, Wakosma kelas E yang baik
hati dan tidak sombong itu telah memberitahu bahwa ia orangnya anti online dan
tidak suka dihubungi, bagi Megan, pak Dosen lebih baik langsung digrebek
dirumahnya, dan hal ini membuatku curiga bahwa Megan adalah orang yang pro
dalam menemukan orang selingkuh, hal ini tentunya menjadi pertimbangan dalam
dunia pernikahan karena aku berpikir seperti ini:
Pikiran itu telah dihapus.
Ya, lebih baik tidak memikirkan
Megan yang tidak-tidak.
Kembali ke pak dosen, pak dosen
ternyata membalas WA milikku dan mengatakan bahwa ia bisa ditemui saat pagi di
kampus, pun aku segera memberitahu Syaid dan Megan akan hal ini, dan ia si
Megan hanya mengatakan bahwa aku orangnya nekat, sementara si Syaid dana aku
akhirnya membuat rencana pertemuan dengan dosen.
Namun yang menjadi titik masalah
adalah karena pak dosen berkata bahwa ia bisa ditemui besok pagi di LPM, dan
karena aku orangnya kurang update masalah kampus, akhirnya aku bertanya kepada
si Syaid dan orang-orang yang memantau status mengenai kepanjangan LPM.
Ada hal yang membuat aku terpaksa
bertanya, hal itu karena aku percaya bahwa LPM memiliki arti Laporan
Pertangggungjawaban, dan M pada huruf terakhir mungkin memiliki Menantu. Jadi
LPM adalah Laporan Pertanggungjawaban Menantu.
Bagaimana konsepnya? Aku datang
kerumah pak dosen, pak dosen menungguku dengan membawa putrinya yang cantik
jelita plus menggunakan cadar, kami berdua dinikahkan, dan yeay! Happy Ending!
Dan jawaban pak dosen itu juga
telah membuatku mendapatkan suatu blunder, ini sih gara-gara Syaid. Jadi
awalnya si Syaid berkata bahwa dia berasal dari Lotim, namun Megan berkata
bahwa ia berasal dari Narmada, dan karena mereka berdua tidak kuketahui mana
yang lebih shahih perkataannya, aku segera mencari jalur lain, yaitu mencari
Kosma yang dekat dengan kampus.
Setelah kutanya Syaid, ia berkata
bahwa Fitri adalah mahasisiwi yang berasal dari Ampenan, aku segera mencari
kontaknya di WA dan menanyakan si Syaid siapa yang benar.
“Ini aku punya beberapa kontak,
si Fitri PMII, dan Nurul Fitriana PMII”
“itu tuh si Nurul Fitriana PMII”
Akhirnya aku mengechat si Nurul
Fitriana dan kampretnya, itu bukan dia, itu adalah atasanku di PMII, kampret
emang, padahal aku sampai bilang woy ke beliau. Akhirnya, guna meredam
kekacauan yang terjadi, aku langsung menyebut kak padanya, menanyakan apa
pelajaran saat semester 3 dan empat, dan membuatku semakin khawatir karena
ternyata pada semester itu pelajaran Matematika semakin ada, apalagi kalau
pelajaran matematika telah mulai berbasis bahasa Inggris, yang kata kakak itu,
harus ditranslate dulu agar bisa dipelajari.
Karena kejadian ini, aku langsung
memarahi Syaid dan dia tertawa, dia mengatai aku fakboy dan akhirnya
mengirimiku nomer yang benar, dan akhirnya, terjadilah percakapan aku dengan si
Nurfitria, kosma kelas A.
Nurfitria berasal dari Ampenan,
itu kata Syaid, dan taktik kami akhirnya dapat terlaksana dengan baik, yaitu
dengan cara si Nurfitria akan datang terlebih dahulu guna menunggu dosen,
terlebih agar ia tidak di prank sama pak dosen yang belum kita ketahui sifat
dan wujudnya.
Aku akhirnya terjebak pada chat
bersama si Nurul Fitriana juga si Nurfitria, si Fitria berkata bahwa dia kenal
aku saat keakraban, mengatakan bahwa aku pernah berkata kating kami adalah
tanda-tanda akhir zaman, namun aku tidak mengingatnya dengan baik, dan
begitulah…
Paginya aku bangun, membawa buku
bahasa Arab dan Tafsir Tharbawy, aku segera menuju ke kampus dan untungnya pak
dosen belum sampai, beliau bilang akan datang nanti karena saat ini beliau
sedang menuju ke MAN 1 Mataram.
Aku menuju ke gedung PGMI,
mencari LPM namun tidak kutemukan sedikitpun tulisan yang berkata LPM, aku juga
tidak menemukan menantu pak dosen yang menggunakan cadar, calon istriku
hehehehehehe.
Dan waktu pun berjalan, Syaid
datang, ia menyuruhku datang ke akademik dan disana, mereka berdua telah
menunggu. Syaid seperti biasa, cool dan Nurfitria, cantik. Nurfitria adalah
perempuan yang menggunakan cadar, jadi aku hanya bisa menatap matanya tanpa
tahu bagaimana rupa wajah aslinya. Memang dulu aku pernah lihat, tapi lupa, dan
bagiku, perempuan sebaiknya tetap misteri sampai ia menjadi milik suami.
Kami berbicara sepanjang jalan,
dan semakin lama, aku merasa semakin menjadi nyamuk diantara mereka. Aku sampai
khawatir apakah Syaid membawa obat nyamuk dengan melihat pergerakan tangannya,
namun untungnya, tidak ada. Nurfitria juga nampaknya tidak membawa benda yang
berbahaya, maksudku, bisa saja ia tiba-tiba membuka cadar dan ternyata ada obat
nyamuk diantara giginya, seketika ia bersalto di udara dan melemparkan aku obat
nyamuk yang berputar seperti shuriken.
Namun tidak apa-apa, semua aman
terkendali, imajinasiku saja yang tidak. Setelah aku berani bertanya, kami
menemukan LPM dimana, tempatnya cukup jauh jika kami berjalan sambil merangkak,
akhirnya kami memutuskan mengambil motor dan segera menuju kesana.
Disana cukup canggih, ada lift
yang akan membawa kita pada lantai ketiga, dan sebenarnya, aku takut lift, aku
takut benda yang tiba-tiba bergerak, aku takut ketinggian, dan banyak hal yang
kutakuti, namun menurutku, tidak ada yang lebih menakutkan daripada sakit hati.
Nurfitria sepertinya memang anak
kota, ia segera mampu membawa kita sekejap mata ke lantai dua menggunakan lift
yang ada. Dan disana, tertulis dengan jelas, LPM. Dan seperti kata Megan, itu
adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Ah sial! Kenapa tidak Laporan
Pertanggungjawaban Menantu? Aku bisa membayangkan aku langsung mendobrak dan
banyak ukhti-ukhti yang siap dijadikan pasangan hidup, mereka akan menatapku
sembari tersenyum malu, aku bisa membayangkan diriku berjalan seperti pangeran,
duduk dihadapannya dan mengeluarkan cincin berlian dari saku celanaku.
“Menikahlah denganku…”
Lalu ia akan menatapku dari balik
cadarnya, tersenyum manis menyembunyikan rona pipinya yang merah karena malu,
kemudian dia akan bertanya.
“Mengapa harus aku?”
“Sebab aku temukan Sang Maha
Pengasih dimatamu”
Terus aku akan membawanya keluar,
dan diluar, Nurfitria hanya bisa bertepuk tangan, si Syaid akan menangis
tersedu-sedu dan berteriak “Kenapa aku fakbooooi!” dan kami menikah dan
bahagia. Tamat.
Yah, itu hanya ekspektasi,
masalah yang terjadi ternyata tidak seperti itu, kami menunggu lama waktu itu,
lama sekali, saking bosannya, aku memberanikan diriku untuk masuk atas usulan
Syaid dan si Nurfitria, apalagi aku semakin berani karena ada kakak kelas yang
masuk keruangan itu.
Aku menahan napas, perlahan
tanganku maju perlahan menuju gagang pintu, aku menariknya kemudian kutemukan
cahaya yang hampir membutakan mata….ah….inikah surga? Adakah disana ukhty-ukhty
sebagai Laporan Pertanggung Jawaban Menantu? Namun belum aku selesai
berhalusinasi, realitas membawaku pada tragedi dimana didepanku tidak ada
satupun ukhti-ukhti, melainkan aki-aki[2].
Aku yang langsung masuk dan langsung
sengap[3]
semua pria paruh baya itu langsung menatapku. Pada ruangan itu, mata itu seolah
mercusuar-mercusuar yang menyergap kancil yang mencuri ketimun. Aku diam.
Ukhti-ukhti yang seharusnya semenarik Nanno[4]
telah dikutuk menjadi kakek-kakek serupa Sugiono[5].
“Cari siapa dek?”
“Cari pak Ridwan pak”
“Oh, beliau belum datang”
“nggih pak, kalau begitu saya
undur diri, assalamualaikum”[6]
Aku keluar dan segera menyemprot
kedua kosma itu. Anjir memang, ternyata ruangan itu tidak seperti dugaan si
Fitria yang mengatakan bahwa ruangan itu luas, memiliki bangsal-bangsal dan
bagian yang bisa ditanyai, disana hanya ada orang, maksudku ruangan itu adalah
kantor para dosen! Ngeri deh.
Apalagi ternyata disana tidak ada
dosen perempuan yang setidaknya mirip Lisa Blackpink, tidak ada! Yang ada hanya
dosen laki-laki, itupun tidak ada yang pink, black semua orangnya.
Akhirnya aku bertanya mengenai
dimana pak dosen akan tetapi mereka tidak tahu, jadilah kami menunggu sekian
lama sampai sore semakin menutup usia. Ketika sore semakin menjelang, Syaid dan
Nurfitria pada akhirnya pamit ingin pulang, namun aku tidak mau pulang lebih
dulu, aku mempercayai bahwa pak dosen akan datang.
Sore semakin menjelang, tidak ada
satupun kabar, pesanku hanya di read pak dosen, orang-orang yang di kampus satu
persatu pergi dan tidak kembali. Kampus menjelma kuburan yang begitu sepi, para
satpam terlihat becanda mengisi kebosanan mereka, meninggalkan aku sendiri
dalam kesendirian.
Akhirnya aku menyalakan motor,
pergi menuju kosan Upa untuk saling berjumpa. Tidak lama sebelum aku memutuskan
untuk pergi dan menatap sore yang akan menutup mata. Aku tahu bahwa dunia
memang pengkhianat, akan tetapi jika semua dosen seperti ini, aku tidak mau
dikhianati lagi.
Dan senja memeluk tubuhku yang
hilang di permukaan jalan raya, menyalip kendaraan lain yang ditunggangi
manusia yang pernah dikhianati jua.
[1] Njir, padahal AK-47 Adalah
Senjata Teroris, bukan FBI wkwkwkkwkw
[2] Kakek-kakek
[3] Kaget sampai tidak bisa
berbicara
[4] Seorang perempuan di Girls
In Nowhere, film Thailand, katanya seru sih
[5] Tidak kuketahui nama
aslinya, tapi kakek ini memiliki reputasi legend bagi para lelaki penyuka po*no
[6] Kalian nggak akan percaya
aku berbicara sambil tangan menutup di bagian diafragma, aku menunduk seperti
orang Jepang setiap kali ngomong, LOL deh pokoknya.
Saking gabutnya, aku pernah bikin video ini wkkwkwkwkwkw |