Kamis, 17 Juni 2021

Tolong Dikondisikan Pak!

 

Apes! Mungkin itu adalah satu-satunya kata yang bisa menunjukkan perasaan hatiku saat ini, sebab bagaimana tidak? Aku di PHP dosen Tafsir Tharbawy, pak Ridwan. Pun aku sendiri tidak tahu mengapa, namun yang jelas, aku sakit hati.

Ini bermula pada awalnya ketika aku sebagai ketua Kosma kelas E, memutuskan untuk segera menghubungi pak dosen Tafsir Tharbawy guna mendapatkan pemberitahuan segera mengenai kapan UAS Tafsir Tharbawy. Pun aku telah memberitahu Syaid akan hal ini dan kami berdua berencana melakukan penyergapan kerumah pak dosen seperti agen FBI, dan dari hal ini, aku bisa membayangkan kalau pak dosen sedang mengajar dirumah, dan tiba-tiba:

Aku : FBI OPEN THE DOOR!

Syaid segera menangkap pak dosen sembari menodong dengan senjata api AK-47[1], menutup kepalanya pake karung, lalu menyeretnya ke tempat tertutup. Sumpah deh, aku jadi nggak tahu perbedaan agen FBI sama maling ayam.

Namun aku berinisiatif menghubungi pak dosen via WA walau memang si Megan, Wakosma kelas E yang baik hati dan tidak sombong itu telah memberitahu bahwa ia orangnya anti online dan tidak suka dihubungi, bagi Megan, pak Dosen lebih baik langsung digrebek dirumahnya, dan hal ini membuatku curiga bahwa Megan adalah orang yang pro dalam menemukan orang selingkuh, hal ini tentunya menjadi pertimbangan dalam dunia pernikahan karena aku berpikir seperti ini:

Pikiran itu telah dihapus.

Ya, lebih baik tidak memikirkan Megan yang tidak-tidak.

Kembali ke pak dosen, pak dosen ternyata membalas WA milikku dan mengatakan bahwa ia bisa ditemui saat pagi di kampus, pun aku segera memberitahu Syaid dan Megan akan hal ini, dan ia si Megan hanya mengatakan bahwa aku orangnya nekat, sementara si Syaid dana aku akhirnya membuat rencana pertemuan dengan dosen.

Namun yang menjadi titik masalah adalah karena pak dosen berkata bahwa ia bisa ditemui besok pagi di LPM, dan karena aku orangnya kurang update masalah kampus, akhirnya aku bertanya kepada si Syaid dan orang-orang yang memantau status mengenai kepanjangan LPM.

Ada hal yang membuat aku terpaksa bertanya, hal itu karena aku percaya bahwa LPM memiliki arti Laporan Pertangggungjawaban, dan M pada huruf terakhir mungkin memiliki Menantu. Jadi LPM adalah Laporan Pertanggungjawaban Menantu.

Bagaimana konsepnya? Aku datang kerumah pak dosen, pak dosen menungguku dengan membawa putrinya yang cantik jelita plus menggunakan cadar, kami berdua dinikahkan, dan yeay! Happy Ending!

Dan jawaban pak dosen itu juga telah membuatku mendapatkan suatu blunder, ini sih gara-gara Syaid. Jadi awalnya si Syaid berkata bahwa dia berasal dari Lotim, namun Megan berkata bahwa ia berasal dari Narmada, dan karena mereka berdua tidak kuketahui mana yang lebih shahih perkataannya, aku segera mencari jalur lain, yaitu mencari Kosma yang dekat dengan kampus.

Setelah kutanya Syaid, ia berkata bahwa Fitri adalah mahasisiwi yang berasal dari Ampenan, aku segera mencari kontaknya di WA dan menanyakan si Syaid siapa yang benar.

“Ini aku punya beberapa kontak, si Fitri PMII, dan Nurul Fitriana PMII”

“itu tuh si Nurul Fitriana PMII”

Akhirnya aku mengechat si Nurul Fitriana dan kampretnya, itu bukan dia, itu adalah atasanku di PMII, kampret emang, padahal aku sampai bilang woy ke beliau. Akhirnya, guna meredam kekacauan yang terjadi, aku langsung menyebut kak padanya, menanyakan apa pelajaran saat semester 3 dan empat, dan membuatku semakin khawatir karena ternyata pada semester itu pelajaran Matematika semakin ada, apalagi kalau pelajaran matematika telah mulai berbasis bahasa Inggris, yang kata kakak itu, harus ditranslate dulu agar bisa dipelajari.

Karena kejadian ini, aku langsung memarahi Syaid dan dia tertawa, dia mengatai aku fakboy dan akhirnya mengirimiku nomer yang benar, dan akhirnya, terjadilah percakapan aku dengan si Nurfitria, kosma kelas A.

Nurfitria berasal dari Ampenan, itu kata Syaid, dan taktik kami akhirnya dapat terlaksana dengan baik, yaitu dengan cara si Nurfitria akan datang terlebih dahulu guna menunggu dosen, terlebih agar ia tidak di prank sama pak dosen yang belum kita ketahui sifat dan wujudnya.

Aku akhirnya terjebak pada chat bersama si Nurul Fitriana juga si Nurfitria, si Fitria berkata bahwa dia kenal aku saat keakraban, mengatakan bahwa aku pernah berkata kating kami adalah tanda-tanda akhir zaman, namun aku tidak mengingatnya dengan baik, dan begitulah…

Paginya aku bangun, membawa buku bahasa Arab dan Tafsir Tharbawy, aku segera menuju ke kampus dan untungnya pak dosen belum sampai, beliau bilang akan datang nanti karena saat ini beliau sedang menuju ke MAN 1 Mataram.

Aku menuju ke gedung PGMI, mencari LPM namun tidak kutemukan sedikitpun tulisan yang berkata LPM, aku juga tidak menemukan menantu pak dosen yang menggunakan cadar, calon istriku hehehehehehe.

Dan waktu pun berjalan, Syaid datang, ia menyuruhku datang ke akademik dan disana, mereka berdua telah menunggu. Syaid seperti biasa, cool dan Nurfitria, cantik. Nurfitria adalah perempuan yang menggunakan cadar, jadi aku hanya bisa menatap matanya tanpa tahu bagaimana rupa wajah aslinya. Memang dulu aku pernah lihat, tapi lupa, dan bagiku, perempuan sebaiknya tetap misteri sampai ia menjadi milik suami.

Kami berbicara sepanjang jalan, dan semakin lama, aku merasa semakin menjadi nyamuk diantara mereka. Aku sampai khawatir apakah Syaid membawa obat nyamuk dengan melihat pergerakan tangannya, namun untungnya, tidak ada. Nurfitria juga nampaknya tidak membawa benda yang berbahaya, maksudku, bisa saja ia tiba-tiba membuka cadar dan ternyata ada obat nyamuk diantara giginya, seketika ia bersalto di udara dan melemparkan aku obat nyamuk yang berputar seperti shuriken.

Namun tidak apa-apa, semua aman terkendali, imajinasiku saja yang tidak. Setelah aku berani bertanya, kami menemukan LPM dimana, tempatnya cukup jauh jika kami berjalan sambil merangkak, akhirnya kami memutuskan mengambil motor dan segera menuju kesana.

Disana cukup canggih, ada lift yang akan membawa kita pada lantai ketiga, dan sebenarnya, aku takut lift, aku takut benda yang tiba-tiba bergerak, aku takut ketinggian, dan banyak hal yang kutakuti, namun menurutku, tidak ada yang lebih menakutkan daripada sakit hati.

Nurfitria sepertinya memang anak kota, ia segera mampu membawa kita sekejap mata ke lantai dua menggunakan lift yang ada. Dan disana, tertulis dengan jelas, LPM. Dan seperti kata Megan, itu adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Ah sial! Kenapa tidak Laporan Pertanggungjawaban Menantu? Aku bisa membayangkan aku langsung mendobrak dan banyak ukhti-ukhti yang siap dijadikan pasangan hidup, mereka akan menatapku sembari tersenyum malu, aku bisa membayangkan diriku berjalan seperti pangeran, duduk dihadapannya dan mengeluarkan cincin berlian dari saku celanaku.

“Menikahlah denganku…”

Lalu ia akan menatapku dari balik cadarnya, tersenyum manis menyembunyikan rona pipinya yang merah karena malu, kemudian dia akan bertanya.

“Mengapa harus aku?”

“Sebab aku temukan Sang Maha Pengasih dimatamu”

Terus aku akan membawanya keluar, dan diluar, Nurfitria hanya bisa bertepuk tangan, si Syaid akan menangis tersedu-sedu dan berteriak “Kenapa aku fakbooooi!” dan kami menikah dan bahagia. Tamat.

Yah, itu hanya ekspektasi, masalah yang terjadi ternyata tidak seperti itu, kami menunggu lama waktu itu, lama sekali, saking bosannya, aku memberanikan diriku untuk masuk atas usulan Syaid dan si Nurfitria, apalagi aku semakin berani karena ada kakak kelas yang masuk keruangan itu.

Aku menahan napas, perlahan tanganku maju perlahan menuju gagang pintu, aku menariknya kemudian kutemukan cahaya yang hampir membutakan mata….ah….inikah surga? Adakah disana ukhty-ukhty sebagai Laporan Pertanggung Jawaban Menantu? Namun belum aku selesai berhalusinasi, realitas membawaku pada tragedi dimana didepanku tidak ada satupun ukhti-ukhti, melainkan aki-aki[2].

Aku yang langsung masuk dan langsung sengap[3] semua pria paruh baya itu langsung menatapku. Pada ruangan itu, mata itu seolah mercusuar-mercusuar yang menyergap kancil yang mencuri ketimun. Aku diam. Ukhti-ukhti yang seharusnya semenarik Nanno[4] telah dikutuk menjadi kakek-kakek serupa Sugiono[5].

“Cari siapa dek?”

“Cari pak Ridwan pak”

“Oh, beliau belum datang”

“nggih pak, kalau begitu saya undur diri, assalamualaikum”[6]

Aku keluar dan segera menyemprot kedua kosma itu. Anjir memang, ternyata ruangan itu tidak seperti dugaan si Fitria yang mengatakan bahwa ruangan itu luas, memiliki bangsal-bangsal dan bagian yang bisa ditanyai, disana hanya ada orang, maksudku ruangan itu adalah kantor para dosen! Ngeri deh.

Apalagi ternyata disana tidak ada dosen perempuan yang setidaknya mirip Lisa Blackpink, tidak ada! Yang ada hanya dosen laki-laki, itupun tidak ada yang pink, black semua orangnya.

Akhirnya aku bertanya mengenai dimana pak dosen akan tetapi mereka tidak tahu, jadilah kami menunggu sekian lama sampai sore semakin menutup usia. Ketika sore semakin menjelang, Syaid dan Nurfitria pada akhirnya pamit ingin pulang, namun aku tidak mau pulang lebih dulu, aku mempercayai bahwa pak dosen akan datang.

Sore semakin menjelang, tidak ada satupun kabar, pesanku hanya di read pak dosen, orang-orang yang di kampus satu persatu pergi dan tidak kembali. Kampus menjelma kuburan yang begitu sepi, para satpam terlihat becanda mengisi kebosanan mereka, meninggalkan aku sendiri dalam kesendirian.

Akhirnya aku menyalakan motor, pergi menuju kosan Upa untuk saling berjumpa. Tidak lama sebelum aku memutuskan untuk pergi dan menatap sore yang akan menutup mata. Aku tahu bahwa dunia memang pengkhianat, akan tetapi jika semua dosen seperti ini, aku tidak mau dikhianati lagi.

Dan senja memeluk tubuhku yang hilang di permukaan jalan raya, menyalip kendaraan lain yang ditunggangi manusia yang pernah dikhianati jua.



[1] Njir, padahal AK-47 Adalah Senjata Teroris, bukan FBI wkwkwkkwkw

[2] Kakek-kakek

[3] Kaget sampai tidak bisa berbicara

[4] Seorang perempuan di Girls In Nowhere, film Thailand, katanya seru sih

[5] Tidak kuketahui nama aslinya, tapi kakek ini memiliki reputasi legend bagi para lelaki penyuka po*no

[6] Kalian nggak akan percaya aku berbicara sambil tangan menutup di bagian diafragma, aku menunduk seperti orang Jepang setiap kali ngomong, LOL deh pokoknya.

Saking gabutnya, aku pernah bikin video ini wkkwkwkwkwkw


Share:

Senin, 01 Maret 2021

Ketukan Pintu Sebelah Rumah

 

Ketukan Pintu Sebelah Rumah

Sebenarnya cerita ini akan kuceritakan kepadamu pada bulan February lalu, namun karena kendala mengurusi blog duniakuliahnusantara.blogspot.com, aku terpaksa menunda Kura-Kura Pejalan sebagai tempat menulis dulu dan menyibukkan diri pada hal yang lebih penting.

Kura-Kura Pejalan, atau blog yang kalian baca ini memang sebenarnya adalah pelarian dari kehidupanku, aku berniat akan menjual blog ini suatu saat nanti, dan jika tidak, aku akan mencoba mengkonversikan tulisan-tulisan yang aku miliki ke dalam buku agar bisa dikenal orang, bagiku, idoelogi adalah hal yang harus kita sebarkan agar menjadi makanan untuk orang-orang pintar.

Jadi saat ini, ketika aku duduk diatas kursi hijau sambil menunggu bagaimana aku menceritakan kisah ini, aku menyetel musik dari Iwan Fals, dan begitu banyak makna tentang kehidupan yang aku dapat. Bagiku, musik Iwan Fals memang sangat bagus untuk membuat inspirasi untuk kita.

Aku minta maaf kalau bab ini agak bertele-tele, aku membutuhkan waktu untuk membuat otakku panas karena sudah tiga hari aku tidak menulis artikel, jadi bakatku juga hilang seperti pasir yang kau tabur diatas tebing.

Baiklah, biar tidak ada curcol dan banyak bacot lagi, aku akan mulai bercerita:

Disamping rumah yang aku tinggali ini terdapat rumah kosong yang dinding batanya oranye se oranye tanah liat, beberapa bata itu ada yang telah terkelupas, genteng ada yang telah jatuh, dan retakan juga ada dimana-mana; mengangkang seperti petir di langit yang luas.

Memori-memori yang bisa aku ambil dari dalam kenanganku adalah bahwa dulu, didepan rumah itu terdapat pohon-pohon bambu yang memancang tinggi, kebanyakan batang bambu tersebut bewarna hijau tua dan keras, beberapa kali aku juga menemukan lubang-lubang di pohon bambu yang berarti adalah sarang kelelawar, dan beberapa kali juga, aku menemukan bambu kuning yang menjulang kesamping karena kakinya tidak lagi sanggup untuk menahannya.

Aku masih ingat ketika waktu hujan disertai angin deras menampar-nampar bumi, dan ketika itu terjadi, maka bambu-bambu tersebut akan saling bergesekan satu sama lain dan akan menciptakan suara creepy pintu tua yang engselnya rusak, seolah ada makhluk yang bernyanyi agar anak-anak bersedia kesana, dan ketika mereka kesana, mereka tidak akan mampu lagi kembali.

Bambu-bambu disana terkadang akan mengganggu tidurku dimalam hari, suara yang bergemerisik  atau angin-angin yang juga ikutan membuat daunnya saling menampar satu sama lain, aku mengingatnya. Aku mengingat bambu kuning yang hidup menyamping seolah membutuhkan orang lain untuk hidup, atau memang ada makhluk astral yang menungguinya sampai bambu itu tidak lagi mampu menopang dirinya sendiri… Tidak ada yang tahu, bahkan tidak ada yang pernah tahu.

Bagi sebagian masyarakat, pohon bambu dipercaya memiliki kekuatan yang lebih daripada yang lain, banyak yang mengatakan bahwa bambu yang bewarna kuning dihuni makhluk-makhluk astral dari dimensi lain dan menungggu kita terjebak dalam dimensi mereka, bambu kuning juga sering digunakan untuk menjadi senjata, bahkan menjadi jimat.

Bagiku sendiri itu adalah suatu hal yang tidak logis, bambu kuning tentu terjadi karena pohon tersebut yang menua dan akan mati, atau bisa jadi karena pohon itu memiliki penyakit bawaan, namun sampai aku mengenal agama Hindu, aku sering bertanya apakah pohon bambu yang bewarna kuning tersebut terjadi karena mereka yang berasal dari dimensi lain? Mereka memakan sari dari pohon itu dan menghabiskan nyawa pohon tersebut tiap waktu.

Teror dari pohon bambu tersebut pada akhirnya berakhir selepas pohon tersebut ditebang satu persatu, dan selepas hal itu terjadi, aku tidak lagi mendengar gemerisik pohon atau dedaunan atau bumi yang menganga, semua terror itu lenyap digantikan dengan kesunyian yang merangkak di malam hari.

Kembali lagi kerumah tersebut, pohon disana yang ditebang pada akhirnya diganti dengan bangunan baru yang dibuat sang pemilik rumah, namun aku tidak tahu mengapa, pada akhirnya pemilik rumah tersebut pindah tanpa pernah aku ketahui kemana dan mengapa, sekarang rumah itu tidak lagi berpenghuni, meninggalkan tembok dari bata oranye yang mengelupas, ruang keluarga yang dipenuhi tarantula, dan pintu yang meninggalkan jebol di beberapa tempat.

Sudah lama rumah itu tak ditinggali, bahkan sampai saat ini, rumah itu menjadi rumah kosong tidak berpenghuni dengan segala kemistisannya, dulu ia sempat dihuni oleh anjing-anjing yang membutuhkan tempat tinggal, namun aku bersama Erol, Dana dan Agung mengusir anjing-anjing tersebut yang dimana sekarang aku menyesal mengapa hal itu terjadi.

Rumah itu dibuka kembali selepas kejadian dimana Dina meninggal dunia, memang ia dibuka untuk sementara waktu namun melihat rumah itu bisa hidup kembali saja sudah membuatku senang, tidak ada lagi kesan gelap yang ia miliki, ia nampak hidup dengan segala keramaian yang ada, orang-orang yang ada disana menggunakan rumah tersebut untuk meletakkan beras[i] dan rumah tersebut menjadi central dalam acara jamuan untuk kami.

Namun tentu saja, tidak ada yang pernah abadi.

Tidak lama kemudian rumah tersebut menjelma menjadi kuburan yang sangat sepi dan segala kegelapan yang terkubur oleh kematian Dina kembali terungkap. Rumah itu kembali mati dan kini semakin menakutkan karena seringkali aku merasakan ada orang yang mengintipku dari jendelanya yang berdebu.

Terkadang aku juga merasakan hal-hal yang aneh ketika dekat dengan rumah tersebut, entah, mungkin mitos yang beredar itu benar karena terkadang aku ‘merasakannya’. Mereka yang telah meninggal katanya datang untuk hari-hari pertama setelah kematiannya, ada yang berkata 7 hari, ada yang berkata sampai 40 hari, entah versi mana yang benar namun terkadang kita merasakan mereka ada dan ingin berinteraksi dengan kita, dan tentu saja, bagiku hal itu ‘mengganggu’, namun hal itu semakin membuat aku percaya bahwa orang yang mencintai kamu memiliki alasan terbaik untuk mengganggumu dengan alasan rindu.

Dan Dina telah pergi selama-lamanya, meninggalkan kisah dan sejarah di gubuk kami. Aku memang tidak lagi merasa seperti beberapa hari selepas Dina pergi, aku tidak terlalu merasakan entitas lain dalam kehidupanku, namun itu semua berubah ketika aku tidak bisa tidur seminggu dua minggu kemarin, aku lupa penyebabnya apa, seingatku adalah aku bertengkar dengan sahabatku karena dia tidak ingin tidur, trauma dari masa lalunya kembali dan membuat ia menangis, ia berteriak malam itu namun aku tidak bisa melakukan apapun karena kami melalui video call, dan pada akhirnya, ia tertidur namun mataku tiba-tiba kembali menyala.

Waktu semakin merambat dan aku tetap tidak bisa tidur, jam satu malam telah lewat dan suasana begitu hening sehening danau yang tidak memiliki gelombang. Beberapa kali anjing memang kerapkali menggongong, suara serangga malam juga menemani, namun apa yang aku dengar malam itu membuat aku tidak bisa melakukan apapun selain mendengar suara itu berulang kali.

Entah bagaimana, rumah disamping rumahku diketuk oleh seseorang, suara ketukannya keras sampai masuk kedalam kamarku, aku tidak tahu dia siapa namun adalah hal yang tidak logis orang bangun untuk mengetuk rumah kosong dimalam hari.

Orang itu, entah dia ingin masuk atau keluar mungkin terhalang oleh sesuatu, pintunya mungkin tertutup keras sehingga ia tidak memiliki pilihan selain melakukannya, namun jika ia memiliki tangan, seharusnya ia bisa membuka pintu tersebut dengan menarik tuas yang ada didalam dan bisa ditarik dari luar melalui pintu yang bagiannya jebol.

Namun bagaimana kalau orang itu tidak memiliki tangan?

Cukup aneh menurutku bila ada orang yang tidak memiliki tangan mencoba untuk membuka pintu tersebut, terlebih tidak ada hal yang bisa didapatkan dari rumah kosong tersebut. Aku banyak berpikir, apalagi malam itu aku tidak bisa tertidur karena terus mendengar ketukan dari rumah sebelah, aku tetap diam sembari melihat langit-langit kamar, jendela telah kututup gorden jadi tidak ada orang yang bisa melihat apa yang terjadi didalam rumahku.

Namun tentu saja, aku tetap merasa takut bila ada sesuatu dibalik gorden itu yang bisa saja menyapa, terlebih ketukan itu tidak berhenti sampai sekarang dan semakin membuat aku bertanya: adakah makhluk yang tidak bisa membuka pintu? Namun ketika aku menulis ini, karena beberapa hari kemarin aku terus mendengar tentang kematian dari pengeras suara masjid, imajinasiku beranjak menuju seseorang yang telah mati, hidung mereka disumpal kapas, tubuh mereka dikafani dan diikat, lalu mereka dikubur.

Namun aku percaya, itu bukan mereka.

 

 

*Seingatku kejadian ini tanggal 25 February 2020

 



[i] Dalam islam, kami mengadakan acara untuk menghibur sang pemilik rumah yang anaknya meninggal dunia dengan membawa beras, uang, dan gula

Share:

Selasa, 23 Februari 2021

Playboy di Mata Mira

 Playboy di Mata Mira   

Beberapa malam kemarin si Mira melihat salah satu statusku di WhatsApp mengenai Maling-Maling Gacha, aku menulis bahwa pencuri itu telah mati karena digebuk masyarakat Wakanda dengan cara yang tidak wajar, aku tidak ingin memberitahumu seperti apa cara yang tidak wajar tersebut karena bagiku adalah hal yang tidak sopan bila aku jabarkan semuanya disini. Namun sebagai gantinya, aku mengizinkan kalian berimajinasi bagaimana maling itu disiksa, misalkan saja ia diikat di pohon lalu diberi nonton film Dora The Explorer selama lima jam, atau maling itu disodok pake gerobak bakso sampai kepalanya nyungsep di selokan. Terserah kalian mau berimajinasi seperti apa, yang penting jangan yang aneh-aneh.

Pembicaraan kami berlanjut, ia bercerita tentang banyaknya kasus kriminalitas di Kopang yang menurutku sudah tidak wajar, diantaranya adalah kasus pembunuhan di Kopang dimana lelaki itu adalah lelaki pemabuk dan pengguna narkotika, dia berantem dan bunuh orang. Kemudian pembacokan tukang parkir di Alfamart perempatan Kopang yang dimana dia mabuk, terus ada orang yang gamau bayar parkir dan akhirnya dibacok. Pesan itu berakhir dengan kalimat ‘bahaya bet ini’ yang berarti bahayanya sudah tidak bisa di tolerir lagi.

Kasus virus Covid-19 di Kopang juga dibahasnya, ia bahkan memberitahuku bahwa puskesmas di Kopang ditutup gara-gara penyebaran virus ini, katanya, Kopang memiliki lonjakan virus Covid lebih dari yang lain, dan parahnya lagi adalah, dia bercerita bahwa ada orang Pengkores yang kena.

Kampret.

Pengkores adalah desaku, desa yang makmur tentram dan memiliki persawahan yang cukup banyak, namun tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan urban juga membuat pendekatan antara satu sama lain terjadi. Dan jika kita membahas Covid, banyak yang percaya penularan pertama Covid di Lombok adalah melalui perempuan yang sudah tua, perempuan ini positif dan segera dijaga agar penularan semakin tidak terjadi. Namun penularan yang lebih parah terjadi ketika salah satu kyai terkena covid dan bersalaman dengan muridnya, akhirnya sekolah itu ditutup dan dikarantina, selepas itu aku tidak tahu bagaimana Covid ini meluas, namun banyak yang percaya bahwa virus ini datang dari para pelancong yang datang ke Lombok, dan itu pernah terjadi di desaku.

Kejadian itu bermula ketika seorang yang dari desa ini pergi melalang buana ke luar Lombok, kalau nggak salah Kalimantan, nah selepas ia melalang buana disana, ia kemudian kembali ke Lombok sembari membawa giveaway virus Covid-19 yang ia sebar tanpa sengaja, katanya juga bahwa ia sebenarnya sedang diisolasi tapi kabur, dan kampretnya dia kabur ke desaku yang malah membuat desa kocar-kacir karena kedatangannya. Ia pun di buron oleh pihak rumah sakit kemana-mana, dan baginya, ia mungkin merasa seperti Cleon di game The Warrior yang dikejar-kejar polisi.

Kejadian lain adalah pernah ada perempuan di desaku yang terpapar virus tersebut, dan sialnya adalah ibuku sholat shubuh disampingnya dan itu menyebabkan ibuku ngedumel sendiri dirumah. Aku juga menceritakan Mira tentang kriminalitas lain, kemarin sekali, pernah desa disampingku viral karena ada perempuan yang sholat sambil joget, malang tak bisa ditolak, video tersebut viral dan dia di bully habis-habisan oleh masyarakat dan Indonesia. Satu-satunya perlawanan yang bocah itu lakukan adalah dia mengatakan bahwa saat sholat dia mendengar musik DJ dan akhirnya joget, namun tentu saja ketahuan kalau itu hanya rekaan sebab hanya orang tolol yang merekam dirinya sholat sambil joget, dan agar tidak dibakar masa, perempuan itu segera membuat klarifikasi permintaan maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Hal itu memang sudah menjadi tradisi dimana klarifikasi adalah akhir dari segala permasalahan yang tercipta, seburuk-buruknya kelakuanmu, kalau kamu membuat klarifikasi permintaan maaf maka rencana kamu yang akan diarak-arak keliling desa kemudian dilempar ke selokan sebagai tumbal akan ditunda, dan bahkan tidak akan pernah dilakukan.

Mira kemudian bercerita tentang kisah percintaan yang dia alami, dia bersama seekor buaya yang mengincarnya lagi…

Mira bercerita kepadaku bahwa belakangan ini dia pacaran dengan seekor buaya yang bernama Alfred, namun karena namanya terlalu keren untuk orang desa, kita bisa memanggilnya Kampret. Mira dan Kampret menjalin hubungan untuk waktu yang tidak lama, hal itu terjadi karena Mira tidak suka kepada Kampret namun si Kampret terus meminta-minta dan akhirnya Mira menerimanya dengan perasaan tidak suka.

Singkat cerita, si Kampret ini tahu kalau Mira tidak menyukainya, dan seperti cerita kapal Titanic yang kejedot es, cintanya karam bersama waktu dan kenangan yang berharga bagi si Kampret namun tidak bagi Mira. Mereka berdua diibaratkan pemain Titanic kala itu, si Kampret adalah Leonardo De Caprio versi kena azab, dan si Mira adalah Rose versi jilbab di kapal Titanic. Tahu sang kapal akan karam, Kampret berkata kepada Mira bahwa ia harus melompat.

Kampret          : Jump!

Mira                 : No!

Kampret          : You jump, I jump!

Mira                 : No, You Jump, I tenggelam

Mira mendorong Kampret sehingga kepalanya kejedot es, dia jatuh, berguling-guling dan tenggelam bersama seluruh perasaannya yang berharga kepada Mira, kemudian tubuhnya membeku didalam lautan, namun tidak dengan hatinya.

Dan seperti buaya-buaya pada umumnya yang masih jatuh cinta kepada pasangannya, maka dia—seperti playboy-playboy pada umumnya--memberi rayuan kepada Mira dengan kata-kata yang manis aduhai, somplay, gomblay, namun sayangnya, Mira memiliki masa lalu percintaan yang kelam, dia telah gonta-ganti pacar sesering mengganti celana dalam dan dirinya kebal terhadap rayuan-rayuan mematikan lelaki playboy, sebab sebenarnya, Mira adalah playgirl.

Kampret tentu saja tidak tinggal diam, segera dia mengeluarkan jurus-jurus ampuh untuk menyegel perasaan Mira, namun karena Mira memiliki darah playgirl permanen, ilmunya juga tidak bisa diremehkan. Pertarungan antara aksara-aksara cinta mengalun diantara mereka, antara demand dan refuse yang saling berkaitan, namun sungguh disayangkan siluman buaya darat tersebut kalah telak, tubuhnya lebam, hatinya patah, namun tidak ada yang pernah tahu bahwa hati itu bisa saja bereinkarnasi, cinta itu bisa jadi tidak mati, ia ada, utuh, tak bisa dibunuh.

Namun Mira lupa bahwa dia juga manusia, ada sebongkah hati suci yang masih dia miliki, dan itulah, pada saat detik-detik terakhir pertempuran, Mira luluh…

“Kenapa ya pas cowo playboy itu kalau berubah menjadi orang setia pasti selalu susah untuk dipercaya” tentu saja kalimat yang menyedihkan itu yang memiliki udang di balik batu membuat Mira luluh dan kasihan karena ia adalah cewek

“Sabar ya, kamu pasti temukan yang tepat”

Mira terus bertahan dengan penolakan sehingga mereka terus berantem dengan permasalahan yang itu-itu aja, namun keaiaiban terjadi, sebab beberapa hari yang lalu Mira mendapatkan teman yang ingin curhat dengannya, perempuan ini kita panggl saja Suci, dan ternyata yang dicurhatkan Suci adalah si mantan Mira, atau tepatnya si Kampret. Mira menarik benang merah dari semua kejadian, dia menganalisa, bertanya dan terus mencari tahu sampai benang merahnya ketemu.

Ternyata oh ternyata, ketika si Mira putus dengan si Kampret, si Kampret jadian sama si Suci, dan waktunya tepat banget karena Mira meminta screenshot percakapan dan mencocokkan semuanya, dan tahu? Semuanya valid tanpa ada kecacatan. Mira yang memiliki kemampuan detektif langsung memberikan kesimpulan ulti yang akan aku ingat tentang playboy, sebab dalam pandangan Mira, playboy adalah playboy, dan tidak akan pernah berubah.

“Kamu tahu Zis? Inti dari semua cerita saya ini adalah bahwa playboy itu sama saja, mereka akan tetap playboy sebagaimanapun rayuan yang mereka beri”

Aku hanya diam menyimak ucapannya dan tersenyum karena mengetahui satu hal.

Tanpa dia tahu, bagiku Mira adalah playgirl.

***

Kami istirahat malam itu, Mira tidur duluan selepas aku meminta apa yang bisa dijadikan bahan tulisan sementara malam itu aku duduk didepan laptop dan seperti biasa, aku mempelajari Blogger. Aku menulis di duniakuliahnusantara.blogspot.com dengan serius sementara platform Kura-Kura Pejalan aku jadikan sebagai ajang aku curhat tentang kehidupan yang aku jalani. Aku berniat untuk membuat animasi sendiri namun sampai saat ini, aku masih gagal menemukan gambar yang chubby dan pantas untuk diriku sendiri. Aku istirahat malam itu dan paginya aku mendapatkan pesan darinya.

Ia bercerita bahwa sekarang si playboy itu segrup dengannya, tadi malam ia sempat bercerita tentang seorang gadis lugu yang diincar oleh buaya itu sebagai tumbal barunya, aku langsung mengatakan kepadanya untuk melindungi perempuan polos itu dengan cara apapun, tentu saja Mira tidak merasa enak berada pada grup itu karena mereka sekarang seperti game Among Us. Kampret adalah Impostor yang jatuh cinta kepada si polos ini, sementara Mira dan si polos ini adalah pemain, dan walau si Mira mengatakan kepada si polos bahwa Kampret adalah Impostor, namun bisa jadi ia akan terus diincar oleh Impostor sepanjang hidupnya, dan bisa jadi, si Kampret akan memanggil Impostor-Impostor lainnya dan akan menyerang kehidupan Mira, kini, Mira menjadi sebuah agen rahasia yang akan menendang Kampret secara diam-diam, membuatnya terbengkalai di luar angkasa seperti hukuman playboy pada umumnya.

“Kita akan namakan apa operasi ini?” aku bertanya

“Trapping Crocodile” tulis Mira yang tentu saja artinya adalah menangkap buaya

Aku berpikir lama, lalu terbersit sebuah ide operasi yang menurutku cocok untuk hal ini.

“Bagaimana kalo Make Rush and Crush to Avoid Woman Cried”

“Kepanjangan”

“Disingkat MENCRET”

“prank aja dah, Prank”

“Kalo Prank berarti ini semua candaan”

“Push the rank”

“Apa yang harus di push?”

“Push The Rank”

“Tapi kan kita gak mungkin nge-Push”

“Pancing buaya masuk kendang”

“Gitu doang?”

“Ya, gitu doang”

“Apa bedanya? Malah bagusan yang awal, Bagaimana kalau Trapping Crocodile?”

Diam.

Dan malam itu berlalu, sebuah rencana timbul dalam semesta yang maha besar dan kami, akan bersiap untuk menjerat buaya-buaya kampungan itu, kami akan melakukan banyak taktik agar buaya itu tidak akan pernah bisa keluar dari cengkraman kami, dan mengetahui hal ini, aku tidak sabar menunggu hari esok…

Aku ambil di status Whatsapp


Share:

Senin, 22 Februari 2021

Kakak Tingkat Yang Kembali

 

Kakak Tingkat Yang Kembali

Pagi ini aku tiba-tiba di chat olek kakak kelas, ia bernama Kumala dan membawa temannya yang bernama Khaerunnisa, ternyata, mereka mengulang pada pelajaran Matematika dan memilih untuk mengambil KRS di kelas kami.

Menurutku tidak ada salahnya mengulang, karena mengulang semester bisa saja terjadi karena sebab yang tidak kita ketahui, misalkan saja selama enam bulan mereka diculik alien dan dibawa ke planet lain, atau bisa saja kepala mereka kejedot pintu sampai mereka amnesia selama satu semester. Memang, tidak ada salahnya mengulang, yang jadi permasalahan adalah klotter kelas kami terbatas.

Megan pernah bercerita kepadaku tentang hal ini, ia tidak pernah tahu kalau setiap kelas memiliki kuota terbatas dalam satu semester. Yang kami khawatirkan adalah bisa saja teman kami tergeser dari kelasnya sendiri dan digantikan oleh kating-kating yang tidak kita kenal, dan tentu saja kami tidak mau hal itu terjadi, akhirnya, aku dan Megan berupaya melindungi teman-teman kelasku dari rencana kudeta para kating, kami seolah Avenger yang melindungi bumi dari serangan Thanos yang botak.

Kembalinya kating seperti mantan yang ngajak balikan ini bagiku adalah polemic, bagaimana tidak? Kemarin kami diserang oleh beberapa kating yang ingin masuk kedalam kelas kami, mereka, kating-kating diibaratkan monster yang turun dari kapal alien dan menampakkan dirinya didepan aku dan Megan.

“Berikan kami mengulang dikelas kalian!” ucap kating itu yang kini telah menjelma menjadi monster buaya, matanya yang reptile memandang kami, hidungnya kembang kempis, lidahnya menjulur dan menjilat sisik-sisik disekitaran mulutnya.

“Maaf, anda tidak bisa masuk secepat itu” Megan maju selangkah dan siap melindungi masyarakat kelas E Semester II dengan segenap jiwa dan raganya.

“Kalau begitu, kalian tidak memberikan kami pilihan lain….” Para kakak tingkat itu maju dua langkah, yang kanan berubah menjadi monster kucing dengan cakar yang tajam, yang satu berubah menjadi monster burung hantu.

Dari bentuk mereka aku telah mampu mengambil kesimpulan bahwa mereka mengulang karena suatu alasan, yang buaya mengulang karena ia terjerumus percintaan sehingga menjadikannya playgirl, ia memiliki kekuatan good looking dan merayu, skill ultinya bisa jadi adalah menelpon pacarnya untuk membantu perperangan ini.

Si Monster burung hantu adalah kating yang terpaksa mengulang karena ia selalu begadang untuk menonton Tik-Tok dan streaming Drama Korea sampai shubuh, maka dari itu ia memiliki mata yang besar dan kuat untuk menonton, skillnya adalah memberikan ekspektasi dan halusinasi terhadap kami, skill ultinya kuperkirakan dia akan memanggil para Army BTS se Indonesia untuk menghujat kami yang tidak memberikannya klotter kuliah.

Sementara si monster kucing bisa jadi adalah mahasiswa yang dulunya adalah perempuan rajin namun menjadi manja dan suka keluar untuk nongkrong sehingga lupa akan tugasnya, skillnya diantaranya adalah mengeong manja, menunjukkan kemanjaan, dan skill ultinya bisa jadi menjambak rambut kami karena frustasi. Monster ini memiliki skill passive dimana ketika datang bulan, kekuatannya bertambah berkali-kali lipat dan jambakannya akan sangat kuat, ia akan sangat efektif melawan perempuan ini karena Megan nampak suka menjambak-jambak.

Mereka menyerang, Megan berteriak dan seketika tubuhnya menggunakan pakaian dari emas, ditangan kirinya ada perisai, ditangan kanannya ada pedang, ia melompat dan menangkis cakaran si kucing hitam namun tertendang oleh kaki si monster buaya.

Sebelum burung hantu menyerang Megan, aku telah menghadang dengan pedang, menangkis cakaran burung hantu sehingga monster itu pada akhirnya terbang tinggi ke langit. Aku mengambil pistol dan menembaknya berkali-kali namun ia menghindar.

“Apa yang harus kita lakukan? Mereka begitu kuat Azis, bisa jadi kita kalah”

“Aku tahu, namun kita akan tetap mempertahankan masyarakat II E dengan segala kemampuan kita”

Megan menatapku dan terharu, matanya berkaca-kaca karena tidak pernah ia temukan lelaki sebaik aku, ia pun kemudian tersenyum lalu menyerang si monster buaya, aku datang menyusul dengan pedang, jadi ketika serangan Megan ditangkis, aku datang dan memberikan luka yang cukup di pingganngnya[i]. Namun belum aku berhenti, tendangan dari seekor monster kucing membuatku terpental, aku menjerit dan darah keluar dari mulutku, Megan membalas kucing itu dengan melemparnya dengan perisai[ii].

Ketika Megan berlari kearahku, ia tidak melihat monster burung hantu mengincarnya. Sedari tadi burung itu terbang sembari memantau kami, dan ketika melihat Megan tanpa pertahanan, ia meluncur seperti peluru dan membuat aku panik.

“Megan!” Teriakku namun terlambat

Namun sebelum burung hantu itu melukai Megan, sebuah kapak beraliran listrik[iii] mengenai monster itu hingga membuatnya terpental ke pojokkan, aku menengok dan kulihat Ivan telah tiba bersama Wahab, tidak hanya itu, kawan-kawanku yang lain telah tiba dengan senjata mereka masing-masing, ada yang membawa pedang, panah, shotgun, dan bahkan granat[iv] dan siap melawan mereka.

“Yo Azis” Ivan tersenyum, ia menjulurkan tangan dan seketika kapaknya kembali

“Megaaaan” teriak anak-anak yang lain

“Uwuuuu” balas Megan

Para kating itu diam melihat kami, bantuan telah tiba, ia akhirnya berbalik hadap dan pergi, jauh, jauh sekali sampai kami tidak melihatnya lagi, terakhir kulihat mereka kembali ke bentuk semula mereka dan memanggil elang raksasa, mereka naik dan terbang menuju awan, aku tidak tahu bagaimana kelanjutan mereka karena dari tadi aku ngarang ceritanya.

Intinya, aku tidak mau ada dari satupun kelasku yang pergi karena alasan ada orang baru diantara kami, cukup kami saja, kami tidak mau yang lain karena lebih baik terus bersama dan saling menjaga rasa cinta antara satu sama lain, datangnya orang baru hanya akan menyebabkan adanya potensi kenangan baru, dan kenangan baru hanya akan membuat rasa baru tumbuh, menjalar, dan kemudian berkembang lalu menggantikan kenangan yang lama. Cukup, cukup mereka, jangan ada lagi yang lain…

***

Pagi ini kami mendapat kabar yang mengejutkan, padahal saat itu matahari menyinari dengan gembira dan tidak ada masalah dengan kuliah karena kami hanya disuruh absen, namun tanpa ada hujan, sebuah kabar badai datang dari salah satu temanku.

Ayahnya Ati Meninggal dunia…

Innalillahiwainnailaihirajiun….

Aku begitu kaget kenapa hal ini bisa terjadi, padahal kemarin saja aku bertemu dengan anak ini di kampus dan menyapanya sebelum mereka pulang. Namun bagaimana tiba-tiba berita ini muncul? Aku masih tidak percaya. Di grup, kalimat-kalimat istirja’ bermunculan dari segala pihak, tentu saja kami berbela sungkawa atas kematian ayahnya Sri yang seperti api membakar hutan.

Innalillahi wainna ilaihirajiun.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

Innalillahi wainna ilaihirajiun.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

Kalimat itu terus menerus bermunculan satu persatu sampai membuat baris yang cukup banyak kebawah, aku juga menulis kalimat istirja’ yang sama dan untuk beberapa menit, grup kelas kami terasa begitu lengang, sepi, dan terasa seperti pekuburan.

Namun suasana itu seketika agak aneh ketika si Isma menulis sebuah kalimat yang ditujukan kepada Ivan.

“Hay-hay @Ivan Ferdianysah”

“Woy, lagi berduka nih!” aku protes

“Iya-iya *emot senyum tapi ada keringat, Ivan, belum selesai urusan kita”

Aku tidak habis pikir bagaimana mereka bisa ngebucin disaat yang kayak gini, namun untung saja si Sari menulis tindakan yang harus kita lakukan.

“Ayo kita ngumpul uang buat Sri Muliati”

Teman-temanku yang lain mengiyakan hal tersebut, namun aku hanya tidak habis pikir kenapa ayahnya berpulang secepat ini, kita belum saja berjuang dan belum menggunakan toga diatas kepala kita yang menandakan bahwa kita lulus kuliah, namun salah satu temanku kehilangan keluarga yang ia cintai, yang dalam hal ini, tentu saja kita mengetahui bahwa selalu ada alasan untuk kita berjuang dan melakukan sesuatu, dan aku yakin, membahagiakan orangtua adalah salah satunya.

Namun aku tidak menyangka hal ini bisa terjadi, memikirkan bagaimana orang yang membiayai kita kuliah menurutku mengerikan, karena alasan itulah mengapa kuliah ini berharga, sebab dibelakang kita masih ada yang mempercayai kita untuk terus berjuang dan terus berusaha, orang yang akan selalu berkata “Jangan khawatirkan biaya sekolahmu, kami mampu membiayainya”.

Namun faktanya, banyak yang tidak mampu, banyak yang berhutang kesana kemari demi kuliah anaknya, agar anaknya bisa sekolah seperti yang lain dan tidak merasa terdiskriminasi. Banyak orang tua yang harus mengorbankan waktunya demi anaknya, ada yang ke ladang siang-siang mencari suap nasi, ada yang terpaksa memancing ke sungai untuk mencari ikan untuk dijual, ada yang menjual tanah, ada yang menggadai, dalam dunia akademik semua bisa saja terjadi, namun terkadang, kita sebagai mahasiswa-lah yang tidak pernah perduli akan perjuangan orangtua kita, kita hidup di kampus dan bergerak semau kita, menghabiskan uang yang bukan diri kita sendiri yang menghasilkan. Padahal jauh disana, ada orang yang diam-diam berjuang dalam lelah sampai berdarah-darah hanya karena ingin memenuhi ego anaknya. Hanya untuk membuat anaknya bisa bahagia…  

 

 

#February-18-2021



[i] Dalam dunia nyata, aku menggelitiknya

[ii] Melempar pake panci

[iii] Dalam dunia nyata, benda itu adalah penghapus karet

[iv] Pulpen, penggaris, payung, dan es nutrisari.


 

Ncup Wahab, paling belakang ada Ivan sama Agung, yang moto aku, hm.

Pict: Aku ambil keakraban, saat kucari aku ingat bahwa dua bulan setelah kejadian itu aku tabrakan

Pict: Bang Nesta saat ngulang di kelas E


Emak-emak kelas E

Foto 2021, Itu AGUNG dibelakang! ITU AGUUUUNG!


Gambar, saat praktikum. Aku akan ingat Hurul'in sebagai orang yang hampir bunuh aku. Btw, itu Nihayatuzaen kan?

Share:

Kamis, 18 Februari 2021

Hari Ini Kita Isi KTM

Hari Ini Kita Isi KTM

“Kojohm tie!”

Pesan itu masuk kedalam Whatsapp ku dan aku langsung mengernyit kenapa si Megan yang memang suka mengaji itu tiba-tiba menembakkan kata-kata yang diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti “Mati kamu!”, dan ternyata ada pesan dalam bentuk suara diatasnya.

Dimana jadinya saya ambil formulir itu? Udah saya minta di Ivan itu atau nggak di Maulana kemarin, katanya nggak ada, gimana dong saya ini? Nggak bertanggung jawab mereka?! Bingung saya mau minta ke siapa… 

Pesan itu berbentuk suara dan terdengar logat Bima-Sumbawa yang kental, sebenarnya aku shock kenapa tiba-tiba ada pesan itu, namun jujur saja, ketika aku mendengar kata ‘nggak bertanggung jawab mereka’ rasa ingin mengirimnya ke zaman Paleozoikum naik drastis, namun lama lama rasa itu juga hilang karena kasihan sama dinosaurus disana.

Aku ngerasa terkejut dan sedikit takut, lah, bukannya kemarin udah aku kasih tahu untuk ambil formulir itu di akademik? Hmmmmm….aku langsung bertanya kepada Megan siapakah perempuan misterius ini, dan ia berkata bahwa itu adalah Yanti, namun sayang, saat itu aku tidak tahu siapa Yanti, jadi aku memborbardir si Indah yang malah menjadi salah sasaran. Lucunya adalah, si Indah adalah anak Sumbawa, jadi logatnya yang bernada-nada Panjang itu masih kental dalam lidahnya.

“udah saya ambiiiiiil” ucapnya

“Kapan side ambiiiiiiil” aku mengikuti logatnya

“Apa maksuuuuud, formulir apaaa cobaaaa, kali formulir untuk pembuatan KTM itu sudah, udah saya kirim ke Ivan sama Nada itu sama uang pembayaran KTM itu udah tinggal uang yang 10.000 itu aja”

Aku pun menceritakan kisahnya dari awal, dan kampretnya aku salah orang, aku pun mengechat kembali si Megan dan hasilnya kampret banget, mengetahui diriku salah orang, aku pun kini bertanya kembali kepada Megan dan ternyata yang berkata hal itu  adalah Nur. Aku pun segera mencari dia sampai ke lubang semut namun tidak aku temukan, karena memang dia tidak ada di lubang semut.

Percakapan aku dengan Nur berjalan mulus, aku pun menjelaskan kalau waktu itu aku pernah berkata kepadanya bahwa siapa yang belum mengambil formulir, langsung ambil di akademik, aku ingat sekali saat itu karena waktu itu adalah saat pembayaran kwitansi untuk keakraban, jadinya, sebelum kwitansi itu aku mendapatkan laporan formulir di akademik telah habis, makanya tidak aku ambil.

Dan ternyata, Nur juga baru mengingatnya sekarang, dia berkata dari kemarin dia nggak ingat-ingat, dia pun berpesan bahwa dia harus mendapatkannya hari ini, jadi aku mensugestikan untuk menelpon Wahab karena saat ini dia berada di kampus, jadinya dia akan berada di posisi aman.

Namun dia tidak mau karena bisa jadi dia malu, aku pun menelponkan Wahab namun gagal, akhirnya, times goes on, malam ini aku jadi bingung siapa yang salah siapa yang benar, andai Nur menyanggah ucapanku, mungkin aku akan berpikir kembali, namun malah dia menerima ucapanku dan aku jadi ikutan bingung, seolah didalam otakku berkata…makanyaa, jangan nge-gass.

Aku juga mendapatkan berita dari Megan kalau si Ivan jadinya marah karena perkataan nge-gasnya Nur, dan Megan juga menjadi marah karena mendengar kenapa Ivan marah, namun aku hanya ketawa, aku sampai mengetawai masalah ini dan Megan juga ikutan ketawa. Aku suka menertawai masalah, entah, aku juga tidak tahu kenapa, karena mungkin aku tahu bahwa masalah-masalah yang ada dan kita temui, pasti akan berakhir entah hari ini, esok, atau nanti.

***

Aku berangkat ke kampus selepas kami kuliah hadits Tarbawy dan agak sedikit panik karena aku belum mengisi formulir, belum membeli materai, dan belum tahu bagaimana formulir ini harus diisi, namun berita baiknya, aku telah mandi. Jadi nanti kalau aku datang nanti dan petugasnya marah ‘Kenapa kamu belum mengisi formulir!’ maka aku akan menjawab ‘kak, saya udah mandi’, lalu kakak itu pun klepek-klepek sama aku karena aku sudah mandi. Asoy banget dah.

Megan juga khawatir sama aku, dia takut bahwa aku tidak mampu datang tepat waktu karena aku berasal dari Lombok Tengah dan perjalanan dari Lombok Tengah ke Mataram sekitar 1 sampai 3 jam, jadi untuk mengantisipasinya, aku berkata kepada Megan untuk mengajak ngobrol petugasnya sebagai rencana pengalihan, dan aku bisa membayangkan bagaimana Megan akan melakukannya.

Megan             : Bapak ganteeeeeng

Petugas            : Iyaaa

Megan             : Uwuuuuuu

Petugas            : Sarangheoooo

*Dalam hati Megan : Sarangheo ndasmu! (lempar bapak petugas menggunakan sarang hiu beneran)

Di kampus, beberapa kawanku telah berkumpul, ada Fanysha, Isma, Sari, dan sederetan perempuan lain. Aku sangat berysukur kelas E yang dulu dikembalikan, karena bila itu terjadi, hanya aku yang sendirian cowok dikelas ini, dan bisa dijadikan bagaimana nasibku kalau mereka PMS, aku akan diburu menggunakan tombak, diarak-arak keliling kampus lalu disalib kemudian dibakar.

Kemudian datanglah Ivan dan Megan, Ivan bercerita ini itu dan aku membalasnya juga, Megan juga seperti biasa, membahas ini itu, namun tidak berapa lama, ada lagi teman kita yang datang, dan dia adalah Nur.

Pandangan mereka langsung sinis seolah Nur adalah orang yang ketahuan maling ayam tetangga dan dikejer-kejer pake golok, namun aku sih santuy aja, akhirnya guna tidak terjadi masalah, Ivan menyuruhku mengambil formulir di akademik dan aku mengiyakan karena Megan akan mengisi formulirku.

Di akademik seperti biasa aku selalu santuy, aku percaya bahwa formulir itu masih tersisa, disana ada beberapa orang dan ada ibu penjaga, aku beberapa kali batuk namun masih menggunakan masker, mungkin dikarenakan aku menggunakan masker, mereka tidak menaruh curiga padaku dan mengira aku batuk biasa.

Aku duduk di kursi besi dan segera saja pantatku mendingin, AC yang menyala juga seolah menemani hari ini yang masih belum terlalu panas, aku tetap diam dan menunggu, namun karena aku tidak mau menunggu terlalu lama, aku berdiri dan menuju penjaganya.

“Assalamualaikum, bu, adakah masih formulir itu?”

“Formulir? Formulir apa?”

*Deg, mampus gue

“Formulir pengisian KTM itu bu”

“Oh, yang itu…”

Hatiku mendengar kalimat itu mendingin seolah ada tukang service AC masuk kedalam tubuhku dan meletakannya di jantung bagian tengah, namun seketika hatiku hancur ketika si ibu melanjutkan.

“Tunggu pak Ukik dulu ya, karena pak Ukik yang mengurus hal itu, dan apalagi formulir itu tidak dicetak secara bebas”

*Deg, mampus gue

Aku bisa membayangkan diriku datang menuju Nur, perempuan itu akan menungguku dengan matanya yang indah dan bercahaya, menunggu kepastian yang akan segera aku tentukan, lalu aku akan memegang tangannya, menatap matanya yang indah dan bewarna hitam legam..

Aku: Nur…Maafkan aku…

Nur:  Tidak kanda, tidak mungkin….

Aku: Nur…

Nur: TIDAK!

Nur akan menepis tanganku, berbalik hadap dan berlari dibawah hujan yang tiada henti turun dari langit, dibelakangnya aku akan mengejarnya, kakiku akan menapaki genangan-genangan air sehingga air yang ada akan terciprat kemana-mana, namun aku tidak peduli.

Aku: Nuuuur!

Nur: Jangan kejar aku mas! Cukup! Cukup kisah kita sampai disini!

Aku: NUUUR! AWAAAAS! ADA BEKICOOOT!

Nur:  Aaaaaaaaargh!

Brak!

*Nur mati ketabrak bekicot

Oke, lupakan. Akhirnya aku kembali duduk di kursi, menikmati pantatku yang kian mendingin disertai hatiku yang semakin memanas. Gawat dah! Aku pun menunggu pak Ukik, hanya dia satu-satunya jalan agar kejadian aku dan Nur tidak terulang. Aku menunggu lama banget sampai-sampai pantatku kerasa membeku, namun aku mendapatkan telpon dari Sari dan menemukan fakta bahwa si Nur telah mendapatkan formulir.

What the….

Tapi okelah, tetap santuy, aku berjalan dengan tenang menuju mereka, dan kami pun siap untuk mengisi formulir. Namun kini naas, hal yang buruk terjadi, aku baru tahu kalau dalam pembuatan KTM, kita membutuhkan KK dan aku tidak membawanya, ternyata oh ternyata, informasi tersebut ada ketika aku dalam perjalanan menuju Mataram, jadi ketika semua telah mengisi KTM-nya, hanya aku yang belum, ada sisi yang tidak bisa diisi tanpa ada Kartu Keluarga.

Aku pun pasrah dan menarik napas, saking kuatnya aku menarik napas, Megan sampai kesedot kehidungku, namun aku tidak membiarkannya karena takut hidungku mimisan. Aku menuju Sari yang telah ada didekat mobil Syariah, aku datang dan dia menyuruhku untuk memanggil teman-temanku, si Megan seolah berjalan menuju akademik jadi aku menyorakinya, dia melambaikan tangan dan terus berjalan, akhirnya, aku mengikutinya.

“Kalian mau kemana?”

“Kami mau anter ini”

“Anter formulir? Kemana”

“Kesana” ucap Megan namun tidak ada apa-apa disana, bahkan semutpun tidak.

Hening sejenak.

“KENAPA KAMU NGGAK BILANG MAU ANTER FORMULIR! ITU MOBILNYA DISANAA!” aku jadi ngegas, Megan dan rombongannya hanya ketawa karena aku susah-susah samperin mereka yang ternyata mencari mobil Bank Syari’ah, yang notabene ada didekat dimana aku menyoraki Megan tadi.

Kami pun mulai mengumpulkan formulir satu persatu, menulis, mengumpulkan uang, dan setelah siap, kami berjalan menuju mobil tersebut. Aku sempat menelpon kakakku tadi, namun sayang ia tidak membawa KK, aku menelpon ayahku, sayang dia tidak angkat, aku menelpon pacarku, sayag aku tidak memiliki pacar.

Kawan-kawanku juga menyarnkan aku mencari berkas yang kemarin karena pernah ada tinjauan UKT dan aku berhasil, namun selepas aku cari-cari, aku tidak menemukannya sama sekali, aku jadi capek, kuberikan handphone pada Megan dan dia yang mencari, Megan jadi galau, akhirnya kami pasrah, dan diantara 24 temanku, hanya aku yang tidak lengkap data-datanya.

Perbincangan dengan pihak bank berlangsung, kami berbicara dan aku sempat melihat tanda pengenalnya, Berlian Aulina, dalam hatiku ini adalah pekerjaan yang pas untuknya karena dia memiliki nama Berlian yang sudah tentu berharga, namun aku rasa, pihak bank diciptakan seperti robot yang tidak boleh menyanggah ketentuan yang ada, ternyata banyak yang salah, kakak tersebut suruh menandatangani bagian sini dan bagian itu, aku keluar, memberi tahu teman-teman.

Teman-teman mengisi formulir lagi, selepas waktu yang lama dan kepasrahan diriku semakin tinggi, aku pun mengambil formulir lagi dan membawanya masuk mobil.

Ternyata ada yang salah lagi.

Aku keluar, memberitahu temanku, memberikannya formulir, dan mereka mengisi lagi, akhirnya selepas mereka mengisi, kami kembali lagi.

Hal itu terus menerus terjadi, si kakak itu sampai lelah memeriksa, namun seleksi data yang benar mulai ada satu-persatu, jadi ini seperti seleksi yang layak atau tidak, sampai semuanya benar-benar layak.

Namun yang membuat aku seneng banget disini adalah ketika kakak itu mengatakan “Tidak apalah kamu tidak memiliki KK, nanti saya kasi nomer kamu dan kamu bisa kirimkan ke WA saya” ia mengatakan itu semenjak entah aku keluar masuk yang keberapa kali, dan ketika itu aku tenang banget, ternyata santuy ku memiliki hasil.

Entahlah, selama ini aku percaya bahwa selalu ada tuhan diantara kita, ia begitu Maha Besar sampai ada pada atom-atom kecil, ia Maha Tahu dan Maha Dekat, dan aku bersyukur banget Allah memberikan aku kemudahan sehingga aku diberikan jalan melalui arah yang tidak terduga-duga, aku tidak menyangka bahwa orang yang kuanggap robot memberikan bantuan dari sisi humanisnya.

Namun, hari itu ada tiga formulir yang tertolak, diantaranya adalah Warman, Izza, dan Nihaya, mereka tertolak karena belum mengisi KTM melalui google dan terpaksa harus menunggu bulan Mei untuk klotter berikutnya.

Aku membantu mereka, khususnya Izza karena dia telah mengisi namun tidak diketahui apa penyebabnya ditolak, mungkin karena ia terlambat. Akhirnya kami semua menuju akademik dan berpapasan dengan Nur dan Sri, kami saling memandang dan aku menyapa.

Nur sebenarnya cantik, ia pendek, jika aku peluk, wajahnya akan ada pas di dadaku, ia memiliki mata yang indah, namun sayang, ia sering nge-gas, hal itu telah berlaku sejak dulu bahkan sejak Evan menjadi kosma kelas, namun bagaimanapun, aku memaafkannya karena ia pasti begitu panik ketika belum mengambil formulir, namun itu tidak apa karena aku percaya, semarah-marahnya kita pada sesuatu, sebenci-bencinya kita pada masalah yang menimpa, hal itu akan berakhir bila masalah itu telah usai. Aku percaya di dunia ini tidak ada badai yang abadi, Allah menurunkannya dengan kadar sesuai dengan kemampuan kita.

Hari menjelang siang itu, aku membantu mereka bertiga ke akademik agar dibuatkan jadwal baru secepatnya, dan selepas itu, kami semua berpisah, pulang, satu persatu kulihat okampus makin menyepi, suara motor melintas disampingku dan sesekali mobil menyertai, lalu semakin lama semakin tidak aku temukan lagi.

Aku hanya diam menyaksikan semua itu, aku naik keatas motor dan mulai menyalakannya, aku engkol dan motorku menyala. Segera aku keluar dari tempat parkir, menjadi satu dengan mereka yang telah pergi, sebab dunia kuliah sejatinya adalah cerminan dari dunia, kita datang, kita pergi, kita datang dan hidup, kita pergi dan tidak pernah kembali lagi…

 

 

 

 

Share:

Selasa, 16 Februari 2021

Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan

Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan

Ini bermula ketika tadi malam aku sedang menikmati gelapnya malam dikamar, jam menunjukkan pukul sepuluhan dan tidak ada yang special, lalu seketika terdengar suara yang tidak asing bagiku, sebuah sorakan yang membuat aku tersentak.

 “Maliing! Maliing!”

Aku mengernyitkan dahi.

Maling? Jam seginian? Serius?

Aku keluar kamar, berjalan ke ruang tamu dan membuka pintu yang terkunci, diluar sana sudah ada beberapa ibu-ibu yang berdiri didepan rumah mereka dan menghadap jalan raya, awalnya aku takut kesana, namun karena ingin berkontribusi dalam penangkapan ini, aku datang juga.

“Apakah ia tertangkap?” tanyaku sambal berjalan kearah Baiq

“Ya, dia sudah tertangkap”

Baiq memiliki mata besar yang indah, rambutnya keriting, tubuhnya semampai dan kurus, namun walau begitu, ia tetap cantik, seksi malah. Apalagi malam ini dia keluar dari rumahnya dengan pakaian yang menurutku mampu membuat laki-laki mimisan hanya dengan sekali tatap.

Tidak hanya Baiq, disana juga ada beberapa ibu-ibu yang sudah berdiri seperti para Yonko di film One Piece, mereka menghadap kearah jalan raya seolah jika mereka turun maka perang besar akan langsung terjadi. Namun berbeda dengan Baiq, tubuh ibu-ibu ini besar dan bulat, kerutan yang menggambarkan pertarungan kehidupan yang mereka lalui menjadi corak sendiri bagi mereka, dijamin deh, kalau ada laki-laki yang melihat mereka, hidung laki-laki itu pasti kesumbat.

“Bodohnya maling itu kalau dia maling sekarang” ucap bibi Miss

“Iya, kalau mereka maling sekarang, sama aja dia mau cari mati” bibi Djohar tidak mau kalah, seolah dia lebih pro dalam dunia permalingan

“Pokoknya aku tidak mau mereka mencuri lagi di desa kita! Kita susah disini dan dia semena-mena mau mencuri hasil kita!”

“Ya benar!” bibi Djohar menyahut

“Ayo kita kesana! Kita berikan mereka pelajaran!”

“Ya, ayo!”

Mereka pun mulai menghentakkan kaki dan sontak udara disekeliling kami berubah seolah menjadi lebih padat, sepertinya haki yang mereka pendam selama ini keluar dari tubuh mereka, inilah yang dinamakan Yonko sesungguhnya, mereka kuat dan tidak takut untuk terjun ke medan perperangan.

Beberapa ibu-ibu lain hanya menggunakan tangan kosong sembari berjalan kearah jalan, nampak mereka seolah hanya memerlukan tangan untuk menumpas kejahatan. Hanya bibi Miss yang membawa sapu lidi, bibi itu sepertinya menyamakan sampah pepohonan dengan sampah masyarakat. Dan mengetahui hal tersebut, aku merasa takut.

“Jangan gegabah! Bisa jadi itu hanya pancingan! Bisa jadi maling sebenarnya datang ke desa kita dari arah yang berbeda!” Aku memperingati dengan sedikit berteriak

“Ya, benaar!” ucap Baiq mendukungku

“Ada kok orang di rumah kami!” balas bibi Miss tidak peduli

Sementara tapak kaki mereka tidak terdengar, bayangan bangunan-bangunan tinggi melenyapkan tubuh mereka. Aku diam menyaksikan itu terjadi bersama Baiq dalam keheningan yang teramat sangat, dikejauhan, hanya sorakan untuk maling yang terdengar.

Hanya ada aku dan Baiq….

Malam itu bulan mengangkasa di cakrawala, hening diantara kami seolah menggambarkan semuanya. Aku diam, dia juga diam, matanya yang besar menatap jalan raya dan ketika aku membuka suara, dia menatapku.

Mata itu…mata itu begitu indah, besar dan menunjukkan kasih, dan kali ini mata itu menatapku.

“Bagaimana rupa maling itu?” aku mencari topik pembicaraan

“Dia menggunakan baju merah, dan tadi sempat kelihatan dikejar”

Lalu hening….

Waktu telah mengajarkanku bahwa hal-hal memang semestinya berubah, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa maling itu berani mencuri pada waktu sepagi ini, aku, yang bahkan bukan maling sekalipun tahu bahwa hal itu adalah kebodohan, jadi aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa?

Baiq hanya diam, namun jarak antara kami seolah membuat kenangan lama dalam jiwaku terbuka dan mengirimkan mozaik-mozaik kenangan itu kedalam memori kepala, aku ingat kejadian dulu, jauh, jauh di masa lampau sebelum apa yang menimpanya terjadi, saat bunga di hatiku mekar seolah tuhan menciptakan dunia hanya untuk musim semi.

Terkadang aku berpikir, masih adakah rasa? Namun aku harus menutup kata-kata itu untuk diriku sendiri, aku tidak ingin hal itu keluar dari mulutku, jadi untuk beberapa waktu kami hanya diisi oleh keheningan, namun dalam diri kami, bisa jadi kami sedang diisi oleh kenangan-kenangan.

Angin malam berhembus menerbangkan debu-debu, suara kendaraan yang melintas terdengar dikejauhan, aku menatap perempuan itu untuk terakhir kali kemudian berjalan kearah rumah, kututup pintu dan kukunci, aku berjalan kearah kasur dan menjatuhkan diri dengan elegan.

Kuambil handphone dan kubuka, ku scroll Instagram untuk mencari hiburan namun aku tidak dapat menemukan apa-apa, seolah hati ini menjelma menjadi sumur kering untuk beberapa saat, memiliki lubang, namun tidak berarti.

Dikejauhan aku mendengar suara sirine polisi mengaum-ngaum, aku hanya diam sembari memaminkan handphone dan tidak memperkirakan bagaimana wajah maling itu sekarang, bagi masyarkat seperti kami yang barbar, aku tidak habis pikir bagaimana maling itu akan diratain oleh masyarakat sekampung, apalagi beberapa pemuda pengejar adalah pemain utuh Free Fire, pasti akan aneh bagaimana maling tersebut akan ditangkap, digebuk, diikat, diarak keliling kampung dan dibakar. Yeah, winner-winner chicken dinner.

Namun aku masih membayangkan bagaimana wajah Baiq, wajah halusnya yang manis, matanya yang besar dan indah, rambutnya yang keriting, dan tentu saja caranya tersenyum. Aku mengingat banyak hal tentangnya karena dari sedari dulu aku selalu bersamanya, bahkan childhood ku juga diisi olehnya dan berlanjut ke jenjang Sekolah Dasar.

Baiq kata temanku adalah orang Irian Jaya, dan ia pernah menangis karena dibully oleh temanku yang bernama Wahyu, Wahyu mengejeknya karena orang Irian menggunakan pakaian dari jerami dan berburu menggunakan tombak, jadi bisa dibayangkan kalau Wahyu mengejeknya seperti Upin dan Ipin bertemu suku Pulu-Pulu

Namun itu hanya masa lalu, dan bila ia mengingatnya, mungkin ia akan tertawa. Aku kembali memainkan handphone sembari mengingat dirinya yang aduhai, ternyata mereka yang pernah pergi dapat kembali menjadi rupa kupu-kupu, kupu-kupu yang berterbangan dari satu kenangan menuju kenangan yang lain.

Kenangan sepertinya diciptakan tuhan agar umat manusia tahu bahwa waktu begitu berharga, karena seperti yang kita ketahui, kita tidak membayar waktu, kita terus maju dan berjalan melintasi waktu yang ada, tanpa pernah tahu bahwa pada setiap detik waktu yang kita punya, kenangan indah bisa saja tercipta.

Kenangan, entah indah atau pahit, senantiasa diciptakan tuhan agar kita belajar bahwa sejatinya hidup itu adalah pilihan dan tanggung jawab, kau mungkin bisa memilih orang yang bisa dipacari, kau mungkin bisa memilih dengan siapa kau kencan malam minggu nanti, kau mungkin bisa memilih kemana dengan siapa, namun suatu saat nanti ketika keadaan sudah berubah, dapatkah kamu bertanggung jawab dengan perasaan yang kamu miliki? Kenangan-kenangan yang terjadi dulu akan datang bagaikan hantu dan mulai mengganggu memori kepalamu, dapatkah kamu bertanggung jawab akan hal itu?

Malam ini aku memang dapat bertemu dengannya lagi, berdua bersamanya diantara hening dan hembusan angin, namun aku juga harus bertanggung jawab dengan kenangan yang pernah terjadi, kenangan-kenangan indah itu harus aku telan bulat-bulat sebab pada jemari manisnya kini telah diisi oleh cincin yang indah, cincin yang menandakan bahwa dia kini milik orang lain.

Share: