Hari Ini Kita Isi KTM
“Kojohm tie!”
Pesan itu masuk kedalam
Whatsapp ku dan aku langsung mengernyit kenapa si Megan yang memang suka
mengaji itu tiba-tiba menembakkan kata-kata yang diartikan dalam Bahasa
Indonesia berarti “Mati kamu!”, dan ternyata ada pesan dalam bentuk suara
diatasnya.
Dimana jadinya saya ambil
formulir itu? Udah saya minta di Ivan itu atau nggak di Maulana kemarin,
katanya nggak ada, gimana dong saya ini? Nggak bertanggung jawab mereka?!
Bingung saya mau minta ke siapa…
Pesan itu berbentuk suara
dan terdengar logat Bima-Sumbawa yang kental, sebenarnya aku shock kenapa
tiba-tiba ada pesan itu, namun jujur saja, ketika aku mendengar kata ‘nggak
bertanggung jawab mereka’ rasa ingin mengirimnya ke zaman Paleozoikum naik drastis,
namun lama lama rasa itu juga hilang karena kasihan sama dinosaurus disana.
Aku ngerasa terkejut dan
sedikit takut, lah, bukannya kemarin udah aku kasih tahu untuk ambil formulir
itu di akademik? Hmmmmm….aku langsung bertanya kepada Megan siapakah perempuan
misterius ini, dan ia berkata bahwa itu adalah Yanti, namun sayang, saat itu
aku tidak tahu siapa Yanti, jadi aku memborbardir si Indah yang malah menjadi
salah sasaran. Lucunya adalah, si Indah adalah anak Sumbawa, jadi logatnya yang
bernada-nada Panjang itu masih kental dalam lidahnya.
“udah saya ambiiiiiil”
ucapnya
“Kapan side ambiiiiiiil”
aku mengikuti logatnya
“Apa maksuuuuud, formulir
apaaa cobaaaa, kali formulir untuk pembuatan KTM itu sudah, udah saya kirim ke
Ivan sama Nada itu sama uang pembayaran KTM itu udah tinggal uang yang 10.000
itu aja”
Aku pun menceritakan
kisahnya dari awal, dan kampretnya aku salah orang, aku pun mengechat kembali
si Megan dan hasilnya kampret banget, mengetahui diriku salah orang, aku pun
kini bertanya kembali kepada Megan dan ternyata yang berkata hal itu adalah Nur. Aku pun segera mencari dia sampai
ke lubang semut namun tidak aku temukan, karena memang dia tidak ada di lubang
semut.
Percakapan aku dengan Nur
berjalan mulus, aku pun menjelaskan kalau waktu itu aku pernah berkata
kepadanya bahwa siapa yang belum mengambil formulir, langsung ambil di
akademik, aku ingat sekali saat itu karena waktu itu adalah saat pembayaran
kwitansi untuk keakraban, jadinya, sebelum kwitansi itu aku mendapatkan laporan
formulir di akademik telah habis, makanya tidak aku ambil.
Dan ternyata, Nur juga
baru mengingatnya sekarang, dia berkata dari kemarin dia nggak ingat-ingat, dia
pun berpesan bahwa dia harus mendapatkannya hari ini, jadi aku mensugestikan
untuk menelpon Wahab karena saat ini dia berada di kampus, jadinya dia akan
berada di posisi aman.
Namun dia tidak mau
karena bisa jadi dia malu, aku pun menelponkan Wahab namun gagal, akhirnya,
times goes on, malam ini aku jadi bingung siapa yang salah siapa yang benar,
andai Nur menyanggah ucapanku, mungkin aku akan berpikir kembali, namun malah
dia menerima ucapanku dan aku jadi ikutan bingung, seolah didalam otakku
berkata…makanyaa, jangan nge-gass.
Aku juga mendapatkan
berita dari Megan kalau si Ivan jadinya marah karena perkataan nge-gasnya Nur,
dan Megan juga menjadi marah karena mendengar kenapa Ivan marah, namun aku
hanya ketawa, aku sampai mengetawai masalah ini dan Megan juga ikutan ketawa.
Aku suka menertawai masalah, entah, aku juga tidak tahu kenapa, karena mungkin
aku tahu bahwa masalah-masalah yang ada dan kita temui, pasti akan berakhir
entah hari ini, esok, atau nanti.
***
Aku berangkat ke kampus
selepas kami kuliah hadits Tarbawy dan agak sedikit panik karena aku belum
mengisi formulir, belum membeli materai, dan belum tahu bagaimana formulir ini
harus diisi, namun berita baiknya, aku telah mandi. Jadi nanti kalau aku datang
nanti dan petugasnya marah ‘Kenapa kamu belum mengisi formulir!’ maka aku akan
menjawab ‘kak, saya udah mandi’, lalu kakak itu pun klepek-klepek sama aku
karena aku sudah mandi. Asoy banget dah.
Megan juga khawatir sama
aku, dia takut bahwa aku tidak mampu datang tepat waktu karena aku berasal dari
Lombok Tengah dan perjalanan dari Lombok Tengah ke Mataram sekitar 1 sampai 3
jam, jadi untuk mengantisipasinya, aku berkata kepada Megan untuk mengajak
ngobrol petugasnya sebagai rencana pengalihan, dan aku bisa membayangkan
bagaimana Megan akan melakukannya.
Megan : Bapak ganteeeeeng
Petugas : Iyaaa
Megan : Uwuuuuuu
Petugas : Sarangheoooo
*Dalam hati Megan :
Sarangheo ndasmu! (lempar bapak petugas menggunakan sarang hiu beneran)
Di kampus, beberapa
kawanku telah berkumpul, ada Fanysha, Isma, Sari, dan sederetan perempuan lain.
Aku sangat berysukur kelas E yang dulu dikembalikan, karena bila itu terjadi,
hanya aku yang sendirian cowok dikelas ini, dan bisa dijadikan bagaimana
nasibku kalau mereka PMS, aku akan diburu menggunakan tombak, diarak-arak
keliling kampus lalu disalib kemudian dibakar.
Kemudian datanglah Ivan
dan Megan, Ivan bercerita ini itu dan aku membalasnya juga, Megan juga seperti
biasa, membahas ini itu, namun tidak berapa lama, ada lagi teman kita yang
datang, dan dia adalah Nur.
Pandangan mereka langsung
sinis seolah Nur adalah orang yang ketahuan maling ayam tetangga dan
dikejer-kejer pake golok, namun aku sih santuy aja, akhirnya guna tidak terjadi
masalah, Ivan menyuruhku mengambil formulir di akademik dan aku mengiyakan
karena Megan akan mengisi formulirku.
Di akademik seperti biasa
aku selalu santuy, aku percaya bahwa formulir itu masih tersisa, disana ada
beberapa orang dan ada ibu penjaga, aku beberapa kali batuk namun masih
menggunakan masker, mungkin dikarenakan aku menggunakan masker, mereka tidak
menaruh curiga padaku dan mengira aku batuk biasa.
Aku duduk di kursi besi
dan segera saja pantatku mendingin, AC yang menyala juga seolah menemani hari
ini yang masih belum terlalu panas, aku tetap diam dan menunggu, namun karena
aku tidak mau menunggu terlalu lama, aku berdiri dan menuju penjaganya.
“Assalamualaikum, bu,
adakah masih formulir itu?”
“Formulir? Formulir apa?”
*Deg, mampus gue
“Formulir pengisian KTM
itu bu”
“Oh, yang itu…”
Hatiku mendengar kalimat
itu mendingin seolah ada tukang service AC masuk kedalam tubuhku dan meletakannya
di jantung bagian tengah, namun seketika hatiku hancur ketika si ibu
melanjutkan.
“Tunggu pak Ukik dulu ya,
karena pak Ukik yang mengurus hal itu, dan apalagi formulir itu tidak dicetak
secara bebas”
*Deg, mampus gue
Aku bisa membayangkan
diriku datang menuju Nur, perempuan itu akan menungguku dengan matanya yang
indah dan bercahaya, menunggu kepastian yang akan segera aku tentukan, lalu aku
akan memegang tangannya, menatap matanya yang indah dan bewarna hitam legam..
Aku: Nur…Maafkan aku…
Nur: Tidak kanda, tidak mungkin….
Aku: Nur…
Nur: TIDAK!
Nur akan menepis
tanganku, berbalik hadap dan berlari dibawah hujan yang tiada henti turun dari
langit, dibelakangnya aku akan mengejarnya, kakiku akan menapaki
genangan-genangan air sehingga air yang ada akan terciprat kemana-mana, namun
aku tidak peduli.
Aku: Nuuuur!
Nur: Jangan kejar aku
mas! Cukup! Cukup kisah kita sampai disini!
Aku: NUUUR! AWAAAAS! ADA
BEKICOOOT!
Nur: Aaaaaaaaargh!
Brak!
*Nur mati ketabrak
bekicot
Oke, lupakan. Akhirnya
aku kembali duduk di kursi, menikmati pantatku yang kian mendingin disertai
hatiku yang semakin memanas. Gawat dah! Aku pun menunggu pak Ukik, hanya dia
satu-satunya jalan agar kejadian aku dan Nur tidak terulang. Aku menunggu lama
banget sampai-sampai pantatku kerasa membeku, namun aku mendapatkan telpon dari
Sari dan menemukan fakta bahwa si Nur telah mendapatkan formulir.
What the….
Tapi okelah, tetap
santuy, aku berjalan dengan tenang menuju mereka, dan kami pun siap untuk
mengisi formulir. Namun kini naas, hal yang buruk terjadi, aku baru tahu kalau
dalam pembuatan KTM, kita membutuhkan KK dan aku tidak membawanya, ternyata oh
ternyata, informasi tersebut ada ketika aku dalam perjalanan menuju Mataram,
jadi ketika semua telah mengisi KTM-nya, hanya aku yang belum, ada sisi yang
tidak bisa diisi tanpa ada Kartu Keluarga.
Aku pun pasrah dan
menarik napas, saking kuatnya aku menarik napas, Megan sampai kesedot
kehidungku, namun aku tidak membiarkannya karena takut hidungku mimisan. Aku
menuju Sari yang telah ada didekat mobil Syariah, aku datang dan dia menyuruhku
untuk memanggil teman-temanku, si Megan seolah berjalan menuju akademik jadi
aku menyorakinya, dia melambaikan tangan dan terus berjalan, akhirnya, aku
mengikutinya.
“Kalian mau kemana?”
“Kami mau anter ini”
“Anter formulir? Kemana”
“Kesana” ucap Megan namun
tidak ada apa-apa disana, bahkan semutpun tidak.
Hening sejenak.
“KENAPA KAMU NGGAK BILANG
MAU ANTER FORMULIR! ITU MOBILNYA DISANAA!” aku jadi ngegas, Megan dan
rombongannya hanya ketawa karena aku susah-susah samperin mereka yang ternyata
mencari mobil Bank Syari’ah, yang notabene ada didekat dimana aku menyoraki
Megan tadi.
Kami pun mulai mengumpulkan
formulir satu persatu, menulis, mengumpulkan uang, dan setelah siap, kami
berjalan menuju mobil tersebut. Aku sempat menelpon kakakku tadi, namun sayang
ia tidak membawa KK, aku menelpon ayahku, sayang dia tidak angkat, aku menelpon
pacarku, sayag aku tidak memiliki pacar.
Kawan-kawanku juga
menyarnkan aku mencari berkas yang kemarin karena pernah ada tinjauan UKT dan
aku berhasil, namun selepas aku cari-cari, aku tidak menemukannya sama sekali,
aku jadi capek, kuberikan handphone pada Megan dan dia yang mencari, Megan jadi
galau, akhirnya kami pasrah, dan diantara 24 temanku, hanya aku yang tidak
lengkap data-datanya.
Perbincangan dengan pihak
bank berlangsung, kami berbicara dan aku sempat melihat tanda pengenalnya,
Berlian Aulina, dalam hatiku ini adalah pekerjaan yang pas untuknya karena dia
memiliki nama Berlian yang sudah tentu berharga, namun aku rasa, pihak bank
diciptakan seperti robot yang tidak boleh menyanggah ketentuan yang ada, ternyata
banyak yang salah, kakak tersebut suruh menandatangani bagian sini dan bagian
itu, aku keluar, memberi tahu teman-teman.
Teman-teman mengisi
formulir lagi, selepas waktu yang lama dan kepasrahan diriku semakin tinggi,
aku pun mengambil formulir lagi dan membawanya masuk mobil.
Ternyata ada yang salah
lagi.
Aku keluar, memberitahu
temanku, memberikannya formulir, dan mereka mengisi lagi, akhirnya selepas
mereka mengisi, kami kembali lagi.
Hal itu terus menerus
terjadi, si kakak itu sampai lelah memeriksa, namun seleksi data yang benar
mulai ada satu-persatu, jadi ini seperti seleksi yang layak atau tidak, sampai
semuanya benar-benar layak.
Namun yang membuat aku
seneng banget disini adalah ketika kakak itu mengatakan “Tidak apalah kamu
tidak memiliki KK, nanti saya kasi nomer kamu dan kamu bisa kirimkan ke WA saya”
ia mengatakan itu semenjak entah aku keluar masuk yang keberapa kali, dan
ketika itu aku tenang banget, ternyata santuy ku memiliki hasil.
Entahlah, selama ini aku percaya
bahwa selalu ada tuhan diantara kita, ia begitu Maha Besar sampai ada pada
atom-atom kecil, ia Maha Tahu dan Maha Dekat, dan aku bersyukur banget Allah
memberikan aku kemudahan sehingga aku diberikan jalan melalui arah yang tidak
terduga-duga, aku tidak menyangka bahwa orang yang kuanggap robot memberikan
bantuan dari sisi humanisnya.
Namun, hari itu ada tiga
formulir yang tertolak, diantaranya adalah Warman, Izza, dan Nihaya, mereka
tertolak karena belum mengisi KTM melalui google dan terpaksa harus menunggu
bulan Mei untuk klotter berikutnya.
Aku membantu mereka,
khususnya Izza karena dia telah mengisi namun tidak diketahui apa penyebabnya
ditolak, mungkin karena ia terlambat. Akhirnya kami semua menuju akademik dan
berpapasan dengan Nur dan Sri, kami saling memandang dan aku menyapa.
Nur sebenarnya cantik, ia
pendek, jika aku peluk, wajahnya akan ada pas di dadaku, ia memiliki mata yang
indah, namun sayang, ia sering nge-gas, hal itu telah berlaku sejak dulu bahkan
sejak Evan menjadi kosma kelas, namun bagaimanapun, aku memaafkannya karena ia
pasti begitu panik ketika belum mengambil formulir, namun itu tidak apa karena
aku percaya, semarah-marahnya kita pada sesuatu, sebenci-bencinya kita pada
masalah yang menimpa, hal itu akan berakhir bila masalah itu telah usai. Aku
percaya di dunia ini tidak ada badai yang abadi, Allah menurunkannya dengan
kadar sesuai dengan kemampuan kita.
Hari menjelang siang itu,
aku membantu mereka bertiga ke akademik agar dibuatkan jadwal baru secepatnya,
dan selepas itu, kami semua berpisah, pulang, satu persatu kulihat okampus
makin menyepi, suara motor melintas disampingku dan sesekali mobil menyertai,
lalu semakin lama semakin tidak aku temukan lagi.
Aku hanya diam menyaksikan
semua itu, aku naik keatas motor dan mulai menyalakannya, aku engkol dan
motorku menyala. Segera aku keluar dari tempat parkir, menjadi satu dengan
mereka yang telah pergi, sebab dunia kuliah sejatinya adalah cerminan dari
dunia, kita datang, kita pergi, kita datang dan hidup, kita pergi dan tidak
pernah kembali lagi…
0 comments:
Posting Komentar