Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan
Ini bermula ketika tadi
malam aku sedang menikmati gelapnya malam dikamar, jam menunjukkan pukul
sepuluhan dan tidak ada yang special, lalu seketika terdengar suara yang tidak
asing bagiku, sebuah sorakan yang membuat aku tersentak.
“Maliing! Maliing!”
Aku mengernyitkan dahi.
Maling? Jam seginian?
Serius?
Aku keluar kamar,
berjalan ke ruang tamu dan membuka pintu yang terkunci, diluar sana sudah ada
beberapa ibu-ibu yang berdiri didepan rumah mereka dan menghadap jalan raya,
awalnya aku takut kesana, namun karena ingin berkontribusi dalam penangkapan
ini, aku datang juga.
“Apakah ia tertangkap?”
tanyaku sambal berjalan kearah Baiq
“Ya, dia sudah tertangkap”
Baiq memiliki mata besar
yang indah, rambutnya keriting, tubuhnya semampai dan kurus, namun walau
begitu, ia tetap cantik, seksi malah. Apalagi malam ini dia keluar dari
rumahnya dengan pakaian yang menurutku mampu membuat laki-laki mimisan hanya
dengan sekali tatap.
Tidak hanya Baiq, disana
juga ada beberapa ibu-ibu yang sudah berdiri seperti para Yonko di film One
Piece, mereka menghadap kearah jalan raya seolah jika mereka turun maka perang
besar akan langsung terjadi. Namun berbeda dengan Baiq, tubuh ibu-ibu ini besar
dan bulat, kerutan yang menggambarkan pertarungan kehidupan yang mereka lalui
menjadi corak sendiri bagi mereka, dijamin deh, kalau ada laki-laki yang
melihat mereka, hidung laki-laki itu pasti kesumbat.
“Bodohnya maling itu
kalau dia maling sekarang” ucap bibi Miss
“Iya, kalau mereka maling
sekarang, sama aja dia mau cari mati” bibi Djohar tidak mau kalah, seolah dia
lebih pro dalam dunia permalingan
“Pokoknya aku tidak mau mereka
mencuri lagi di desa kita! Kita susah disini dan dia semena-mena mau mencuri
hasil kita!”
“Ya benar!” bibi Djohar
menyahut
“Ayo kita kesana! Kita berikan
mereka pelajaran!”
“Ya, ayo!”
Mereka pun mulai
menghentakkan kaki dan sontak udara disekeliling kami berubah seolah menjadi
lebih padat, sepertinya haki yang mereka pendam selama ini keluar dari tubuh
mereka, inilah yang dinamakan Yonko sesungguhnya, mereka kuat dan tidak takut
untuk terjun ke medan perperangan.
Beberapa ibu-ibu lain
hanya menggunakan tangan kosong sembari berjalan kearah jalan, nampak mereka
seolah hanya memerlukan tangan untuk menumpas kejahatan. Hanya bibi Miss yang
membawa sapu lidi, bibi itu sepertinya menyamakan sampah pepohonan dengan sampah
masyarakat. Dan mengetahui hal tersebut, aku merasa takut.
“Jangan gegabah! Bisa jadi
itu hanya pancingan! Bisa jadi maling sebenarnya datang ke desa kita dari arah
yang berbeda!” Aku memperingati dengan sedikit berteriak
“Ya, benaar!” ucap Baiq
mendukungku
“Ada kok orang di rumah
kami!” balas bibi Miss tidak peduli
Sementara tapak kaki
mereka tidak terdengar, bayangan bangunan-bangunan tinggi melenyapkan tubuh
mereka. Aku diam menyaksikan itu terjadi bersama Baiq dalam keheningan yang
teramat sangat, dikejauhan, hanya sorakan untuk maling yang terdengar.
Hanya ada aku dan Baiq….
Malam itu bulan
mengangkasa di cakrawala, hening diantara kami seolah menggambarkan semuanya.
Aku diam, dia juga diam, matanya yang besar menatap jalan raya dan ketika aku
membuka suara, dia menatapku.
Mata itu…mata itu begitu
indah, besar dan menunjukkan kasih, dan kali ini mata itu menatapku.
“Bagaimana rupa maling
itu?” aku mencari topik pembicaraan
“Dia menggunakan baju
merah, dan tadi sempat kelihatan dikejar”
Lalu hening….
Waktu telah mengajarkanku
bahwa hal-hal memang semestinya berubah, aku tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi dan mengapa maling itu berani mencuri pada waktu sepagi ini, aku, yang
bahkan bukan maling sekalipun tahu bahwa hal itu adalah kebodohan, jadi aku
bertanya pada diriku sendiri, mengapa?
Baiq hanya diam, namun
jarak antara kami seolah membuat kenangan lama dalam jiwaku terbuka dan mengirimkan
mozaik-mozaik kenangan itu kedalam memori kepala, aku ingat kejadian dulu,
jauh, jauh di masa lampau sebelum apa yang menimpanya terjadi, saat bunga di
hatiku mekar seolah tuhan menciptakan dunia hanya untuk musim semi.
Terkadang aku berpikir,
masih adakah rasa? Namun aku harus menutup kata-kata itu untuk diriku sendiri,
aku tidak ingin hal itu keluar dari mulutku, jadi untuk beberapa waktu kami
hanya diisi oleh keheningan, namun dalam diri kami, bisa jadi kami sedang diisi
oleh kenangan-kenangan.
Angin malam berhembus
menerbangkan debu-debu, suara kendaraan yang melintas terdengar dikejauhan, aku
menatap perempuan itu untuk terakhir kali kemudian berjalan kearah rumah,
kututup pintu dan kukunci, aku berjalan kearah kasur dan menjatuhkan diri
dengan elegan.
Kuambil handphone dan
kubuka, ku scroll Instagram untuk mencari hiburan namun aku tidak dapat
menemukan apa-apa, seolah hati ini menjelma menjadi sumur kering untuk beberapa
saat, memiliki lubang, namun tidak berarti.
Dikejauhan aku mendengar
suara sirine polisi mengaum-ngaum, aku hanya diam sembari memaminkan handphone
dan tidak memperkirakan bagaimana wajah maling itu sekarang, bagi masyarkat
seperti kami yang barbar, aku tidak habis pikir bagaimana maling itu akan
diratain oleh masyarakat sekampung, apalagi beberapa pemuda pengejar adalah
pemain utuh Free Fire, pasti akan aneh bagaimana maling tersebut akan
ditangkap, digebuk, diikat, diarak keliling kampung dan dibakar. Yeah,
winner-winner chicken dinner.
Namun aku masih membayangkan
bagaimana wajah Baiq, wajah halusnya yang manis, matanya yang besar dan indah,
rambutnya yang keriting, dan tentu saja caranya tersenyum. Aku mengingat banyak
hal tentangnya karena dari sedari dulu aku selalu bersamanya, bahkan childhood
ku juga diisi olehnya dan berlanjut ke jenjang Sekolah Dasar.
Baiq kata temanku adalah
orang Irian Jaya, dan ia pernah menangis karena dibully oleh temanku yang
bernama Wahyu, Wahyu mengejeknya karena orang Irian menggunakan pakaian dari
jerami dan berburu menggunakan tombak, jadi bisa dibayangkan kalau Wahyu mengejeknya
seperti Upin dan Ipin bertemu suku Pulu-Pulu
Namun itu hanya masa lalu,
dan bila ia mengingatnya, mungkin ia akan tertawa. Aku kembali memainkan
handphone sembari mengingat dirinya yang aduhai, ternyata mereka yang pernah pergi
dapat kembali menjadi rupa kupu-kupu, kupu-kupu yang berterbangan dari satu
kenangan menuju kenangan yang lain.
Kenangan sepertinya
diciptakan tuhan agar umat manusia tahu bahwa waktu begitu berharga, karena
seperti yang kita ketahui, kita tidak membayar waktu, kita terus maju dan
berjalan melintasi waktu yang ada, tanpa pernah tahu bahwa pada setiap detik
waktu yang kita punya, kenangan indah bisa saja tercipta.
Kenangan, entah indah
atau pahit, senantiasa diciptakan tuhan agar kita belajar bahwa sejatinya hidup
itu adalah pilihan dan tanggung jawab, kau mungkin bisa memilih orang yang bisa
dipacari, kau mungkin bisa memilih dengan siapa kau kencan malam minggu nanti,
kau mungkin bisa memilih kemana dengan siapa, namun suatu saat nanti ketika
keadaan sudah berubah, dapatkah kamu bertanggung jawab dengan perasaan yang
kamu miliki? Kenangan-kenangan yang terjadi dulu akan datang bagaikan hantu dan
mulai mengganggu memori kepalamu, dapatkah kamu bertanggung jawab akan hal itu?
Malam ini aku memang dapat
bertemu dengannya lagi, berdua bersamanya diantara hening dan hembusan angin,
namun aku juga harus bertanggung jawab dengan kenangan yang pernah terjadi,
kenangan-kenangan indah itu harus aku telan bulat-bulat sebab pada jemari
manisnya kini telah diisi oleh cincin yang indah, cincin yang menandakan bahwa
dia kini milik orang lain.
0 comments:
Posting Komentar