Selasa, 16 Februari 2021

Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan

Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan

Ini bermula ketika tadi malam aku sedang menikmati gelapnya malam dikamar, jam menunjukkan pukul sepuluhan dan tidak ada yang special, lalu seketika terdengar suara yang tidak asing bagiku, sebuah sorakan yang membuat aku tersentak.

 “Maliing! Maliing!”

Aku mengernyitkan dahi.

Maling? Jam seginian? Serius?

Aku keluar kamar, berjalan ke ruang tamu dan membuka pintu yang terkunci, diluar sana sudah ada beberapa ibu-ibu yang berdiri didepan rumah mereka dan menghadap jalan raya, awalnya aku takut kesana, namun karena ingin berkontribusi dalam penangkapan ini, aku datang juga.

“Apakah ia tertangkap?” tanyaku sambal berjalan kearah Baiq

“Ya, dia sudah tertangkap”

Baiq memiliki mata besar yang indah, rambutnya keriting, tubuhnya semampai dan kurus, namun walau begitu, ia tetap cantik, seksi malah. Apalagi malam ini dia keluar dari rumahnya dengan pakaian yang menurutku mampu membuat laki-laki mimisan hanya dengan sekali tatap.

Tidak hanya Baiq, disana juga ada beberapa ibu-ibu yang sudah berdiri seperti para Yonko di film One Piece, mereka menghadap kearah jalan raya seolah jika mereka turun maka perang besar akan langsung terjadi. Namun berbeda dengan Baiq, tubuh ibu-ibu ini besar dan bulat, kerutan yang menggambarkan pertarungan kehidupan yang mereka lalui menjadi corak sendiri bagi mereka, dijamin deh, kalau ada laki-laki yang melihat mereka, hidung laki-laki itu pasti kesumbat.

“Bodohnya maling itu kalau dia maling sekarang” ucap bibi Miss

“Iya, kalau mereka maling sekarang, sama aja dia mau cari mati” bibi Djohar tidak mau kalah, seolah dia lebih pro dalam dunia permalingan

“Pokoknya aku tidak mau mereka mencuri lagi di desa kita! Kita susah disini dan dia semena-mena mau mencuri hasil kita!”

“Ya benar!” bibi Djohar menyahut

“Ayo kita kesana! Kita berikan mereka pelajaran!”

“Ya, ayo!”

Mereka pun mulai menghentakkan kaki dan sontak udara disekeliling kami berubah seolah menjadi lebih padat, sepertinya haki yang mereka pendam selama ini keluar dari tubuh mereka, inilah yang dinamakan Yonko sesungguhnya, mereka kuat dan tidak takut untuk terjun ke medan perperangan.

Beberapa ibu-ibu lain hanya menggunakan tangan kosong sembari berjalan kearah jalan, nampak mereka seolah hanya memerlukan tangan untuk menumpas kejahatan. Hanya bibi Miss yang membawa sapu lidi, bibi itu sepertinya menyamakan sampah pepohonan dengan sampah masyarakat. Dan mengetahui hal tersebut, aku merasa takut.

“Jangan gegabah! Bisa jadi itu hanya pancingan! Bisa jadi maling sebenarnya datang ke desa kita dari arah yang berbeda!” Aku memperingati dengan sedikit berteriak

“Ya, benaar!” ucap Baiq mendukungku

“Ada kok orang di rumah kami!” balas bibi Miss tidak peduli

Sementara tapak kaki mereka tidak terdengar, bayangan bangunan-bangunan tinggi melenyapkan tubuh mereka. Aku diam menyaksikan itu terjadi bersama Baiq dalam keheningan yang teramat sangat, dikejauhan, hanya sorakan untuk maling yang terdengar.

Hanya ada aku dan Baiq….

Malam itu bulan mengangkasa di cakrawala, hening diantara kami seolah menggambarkan semuanya. Aku diam, dia juga diam, matanya yang besar menatap jalan raya dan ketika aku membuka suara, dia menatapku.

Mata itu…mata itu begitu indah, besar dan menunjukkan kasih, dan kali ini mata itu menatapku.

“Bagaimana rupa maling itu?” aku mencari topik pembicaraan

“Dia menggunakan baju merah, dan tadi sempat kelihatan dikejar”

Lalu hening….

Waktu telah mengajarkanku bahwa hal-hal memang semestinya berubah, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa maling itu berani mencuri pada waktu sepagi ini, aku, yang bahkan bukan maling sekalipun tahu bahwa hal itu adalah kebodohan, jadi aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa?

Baiq hanya diam, namun jarak antara kami seolah membuat kenangan lama dalam jiwaku terbuka dan mengirimkan mozaik-mozaik kenangan itu kedalam memori kepala, aku ingat kejadian dulu, jauh, jauh di masa lampau sebelum apa yang menimpanya terjadi, saat bunga di hatiku mekar seolah tuhan menciptakan dunia hanya untuk musim semi.

Terkadang aku berpikir, masih adakah rasa? Namun aku harus menutup kata-kata itu untuk diriku sendiri, aku tidak ingin hal itu keluar dari mulutku, jadi untuk beberapa waktu kami hanya diisi oleh keheningan, namun dalam diri kami, bisa jadi kami sedang diisi oleh kenangan-kenangan.

Angin malam berhembus menerbangkan debu-debu, suara kendaraan yang melintas terdengar dikejauhan, aku menatap perempuan itu untuk terakhir kali kemudian berjalan kearah rumah, kututup pintu dan kukunci, aku berjalan kearah kasur dan menjatuhkan diri dengan elegan.

Kuambil handphone dan kubuka, ku scroll Instagram untuk mencari hiburan namun aku tidak dapat menemukan apa-apa, seolah hati ini menjelma menjadi sumur kering untuk beberapa saat, memiliki lubang, namun tidak berarti.

Dikejauhan aku mendengar suara sirine polisi mengaum-ngaum, aku hanya diam sembari memaminkan handphone dan tidak memperkirakan bagaimana wajah maling itu sekarang, bagi masyarkat seperti kami yang barbar, aku tidak habis pikir bagaimana maling itu akan diratain oleh masyarakat sekampung, apalagi beberapa pemuda pengejar adalah pemain utuh Free Fire, pasti akan aneh bagaimana maling tersebut akan ditangkap, digebuk, diikat, diarak keliling kampung dan dibakar. Yeah, winner-winner chicken dinner.

Namun aku masih membayangkan bagaimana wajah Baiq, wajah halusnya yang manis, matanya yang besar dan indah, rambutnya yang keriting, dan tentu saja caranya tersenyum. Aku mengingat banyak hal tentangnya karena dari sedari dulu aku selalu bersamanya, bahkan childhood ku juga diisi olehnya dan berlanjut ke jenjang Sekolah Dasar.

Baiq kata temanku adalah orang Irian Jaya, dan ia pernah menangis karena dibully oleh temanku yang bernama Wahyu, Wahyu mengejeknya karena orang Irian menggunakan pakaian dari jerami dan berburu menggunakan tombak, jadi bisa dibayangkan kalau Wahyu mengejeknya seperti Upin dan Ipin bertemu suku Pulu-Pulu

Namun itu hanya masa lalu, dan bila ia mengingatnya, mungkin ia akan tertawa. Aku kembali memainkan handphone sembari mengingat dirinya yang aduhai, ternyata mereka yang pernah pergi dapat kembali menjadi rupa kupu-kupu, kupu-kupu yang berterbangan dari satu kenangan menuju kenangan yang lain.

Kenangan sepertinya diciptakan tuhan agar umat manusia tahu bahwa waktu begitu berharga, karena seperti yang kita ketahui, kita tidak membayar waktu, kita terus maju dan berjalan melintasi waktu yang ada, tanpa pernah tahu bahwa pada setiap detik waktu yang kita punya, kenangan indah bisa saja tercipta.

Kenangan, entah indah atau pahit, senantiasa diciptakan tuhan agar kita belajar bahwa sejatinya hidup itu adalah pilihan dan tanggung jawab, kau mungkin bisa memilih orang yang bisa dipacari, kau mungkin bisa memilih dengan siapa kau kencan malam minggu nanti, kau mungkin bisa memilih kemana dengan siapa, namun suatu saat nanti ketika keadaan sudah berubah, dapatkah kamu bertanggung jawab dengan perasaan yang kamu miliki? Kenangan-kenangan yang terjadi dulu akan datang bagaikan hantu dan mulai mengganggu memori kepalamu, dapatkah kamu bertanggung jawab akan hal itu?

Malam ini aku memang dapat bertemu dengannya lagi, berdua bersamanya diantara hening dan hembusan angin, namun aku juga harus bertanggung jawab dengan kenangan yang pernah terjadi, kenangan-kenangan indah itu harus aku telan bulat-bulat sebab pada jemari manisnya kini telah diisi oleh cincin yang indah, cincin yang menandakan bahwa dia kini milik orang lain.

Share:

0 comments:

Posting Komentar