Senin, 22 Februari 2021

Kakak Tingkat Yang Kembali

 

Kakak Tingkat Yang Kembali

Pagi ini aku tiba-tiba di chat olek kakak kelas, ia bernama Kumala dan membawa temannya yang bernama Khaerunnisa, ternyata, mereka mengulang pada pelajaran Matematika dan memilih untuk mengambil KRS di kelas kami.

Menurutku tidak ada salahnya mengulang, karena mengulang semester bisa saja terjadi karena sebab yang tidak kita ketahui, misalkan saja selama enam bulan mereka diculik alien dan dibawa ke planet lain, atau bisa saja kepala mereka kejedot pintu sampai mereka amnesia selama satu semester. Memang, tidak ada salahnya mengulang, yang jadi permasalahan adalah klotter kelas kami terbatas.

Megan pernah bercerita kepadaku tentang hal ini, ia tidak pernah tahu kalau setiap kelas memiliki kuota terbatas dalam satu semester. Yang kami khawatirkan adalah bisa saja teman kami tergeser dari kelasnya sendiri dan digantikan oleh kating-kating yang tidak kita kenal, dan tentu saja kami tidak mau hal itu terjadi, akhirnya, aku dan Megan berupaya melindungi teman-teman kelasku dari rencana kudeta para kating, kami seolah Avenger yang melindungi bumi dari serangan Thanos yang botak.

Kembalinya kating seperti mantan yang ngajak balikan ini bagiku adalah polemic, bagaimana tidak? Kemarin kami diserang oleh beberapa kating yang ingin masuk kedalam kelas kami, mereka, kating-kating diibaratkan monster yang turun dari kapal alien dan menampakkan dirinya didepan aku dan Megan.

“Berikan kami mengulang dikelas kalian!” ucap kating itu yang kini telah menjelma menjadi monster buaya, matanya yang reptile memandang kami, hidungnya kembang kempis, lidahnya menjulur dan menjilat sisik-sisik disekitaran mulutnya.

“Maaf, anda tidak bisa masuk secepat itu” Megan maju selangkah dan siap melindungi masyarakat kelas E Semester II dengan segenap jiwa dan raganya.

“Kalau begitu, kalian tidak memberikan kami pilihan lain….” Para kakak tingkat itu maju dua langkah, yang kanan berubah menjadi monster kucing dengan cakar yang tajam, yang satu berubah menjadi monster burung hantu.

Dari bentuk mereka aku telah mampu mengambil kesimpulan bahwa mereka mengulang karena suatu alasan, yang buaya mengulang karena ia terjerumus percintaan sehingga menjadikannya playgirl, ia memiliki kekuatan good looking dan merayu, skill ultinya bisa jadi adalah menelpon pacarnya untuk membantu perperangan ini.

Si Monster burung hantu adalah kating yang terpaksa mengulang karena ia selalu begadang untuk menonton Tik-Tok dan streaming Drama Korea sampai shubuh, maka dari itu ia memiliki mata yang besar dan kuat untuk menonton, skillnya adalah memberikan ekspektasi dan halusinasi terhadap kami, skill ultinya kuperkirakan dia akan memanggil para Army BTS se Indonesia untuk menghujat kami yang tidak memberikannya klotter kuliah.

Sementara si monster kucing bisa jadi adalah mahasiswa yang dulunya adalah perempuan rajin namun menjadi manja dan suka keluar untuk nongkrong sehingga lupa akan tugasnya, skillnya diantaranya adalah mengeong manja, menunjukkan kemanjaan, dan skill ultinya bisa jadi menjambak rambut kami karena frustasi. Monster ini memiliki skill passive dimana ketika datang bulan, kekuatannya bertambah berkali-kali lipat dan jambakannya akan sangat kuat, ia akan sangat efektif melawan perempuan ini karena Megan nampak suka menjambak-jambak.

Mereka menyerang, Megan berteriak dan seketika tubuhnya menggunakan pakaian dari emas, ditangan kirinya ada perisai, ditangan kanannya ada pedang, ia melompat dan menangkis cakaran si kucing hitam namun tertendang oleh kaki si monster buaya.

Sebelum burung hantu menyerang Megan, aku telah menghadang dengan pedang, menangkis cakaran burung hantu sehingga monster itu pada akhirnya terbang tinggi ke langit. Aku mengambil pistol dan menembaknya berkali-kali namun ia menghindar.

“Apa yang harus kita lakukan? Mereka begitu kuat Azis, bisa jadi kita kalah”

“Aku tahu, namun kita akan tetap mempertahankan masyarakat II E dengan segala kemampuan kita”

Megan menatapku dan terharu, matanya berkaca-kaca karena tidak pernah ia temukan lelaki sebaik aku, ia pun kemudian tersenyum lalu menyerang si monster buaya, aku datang menyusul dengan pedang, jadi ketika serangan Megan ditangkis, aku datang dan memberikan luka yang cukup di pingganngnya[i]. Namun belum aku berhenti, tendangan dari seekor monster kucing membuatku terpental, aku menjerit dan darah keluar dari mulutku, Megan membalas kucing itu dengan melemparnya dengan perisai[ii].

Ketika Megan berlari kearahku, ia tidak melihat monster burung hantu mengincarnya. Sedari tadi burung itu terbang sembari memantau kami, dan ketika melihat Megan tanpa pertahanan, ia meluncur seperti peluru dan membuat aku panik.

“Megan!” Teriakku namun terlambat

Namun sebelum burung hantu itu melukai Megan, sebuah kapak beraliran listrik[iii] mengenai monster itu hingga membuatnya terpental ke pojokkan, aku menengok dan kulihat Ivan telah tiba bersama Wahab, tidak hanya itu, kawan-kawanku yang lain telah tiba dengan senjata mereka masing-masing, ada yang membawa pedang, panah, shotgun, dan bahkan granat[iv] dan siap melawan mereka.

“Yo Azis” Ivan tersenyum, ia menjulurkan tangan dan seketika kapaknya kembali

“Megaaaan” teriak anak-anak yang lain

“Uwuuuu” balas Megan

Para kating itu diam melihat kami, bantuan telah tiba, ia akhirnya berbalik hadap dan pergi, jauh, jauh sekali sampai kami tidak melihatnya lagi, terakhir kulihat mereka kembali ke bentuk semula mereka dan memanggil elang raksasa, mereka naik dan terbang menuju awan, aku tidak tahu bagaimana kelanjutan mereka karena dari tadi aku ngarang ceritanya.

Intinya, aku tidak mau ada dari satupun kelasku yang pergi karena alasan ada orang baru diantara kami, cukup kami saja, kami tidak mau yang lain karena lebih baik terus bersama dan saling menjaga rasa cinta antara satu sama lain, datangnya orang baru hanya akan menyebabkan adanya potensi kenangan baru, dan kenangan baru hanya akan membuat rasa baru tumbuh, menjalar, dan kemudian berkembang lalu menggantikan kenangan yang lama. Cukup, cukup mereka, jangan ada lagi yang lain…

***

Pagi ini kami mendapat kabar yang mengejutkan, padahal saat itu matahari menyinari dengan gembira dan tidak ada masalah dengan kuliah karena kami hanya disuruh absen, namun tanpa ada hujan, sebuah kabar badai datang dari salah satu temanku.

Ayahnya Ati Meninggal dunia…

Innalillahiwainnailaihirajiun….

Aku begitu kaget kenapa hal ini bisa terjadi, padahal kemarin saja aku bertemu dengan anak ini di kampus dan menyapanya sebelum mereka pulang. Namun bagaimana tiba-tiba berita ini muncul? Aku masih tidak percaya. Di grup, kalimat-kalimat istirja’ bermunculan dari segala pihak, tentu saja kami berbela sungkawa atas kematian ayahnya Sri yang seperti api membakar hutan.

Innalillahi wainna ilaihirajiun.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

Innalillahi wainna ilaihirajiun.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

Kalimat itu terus menerus bermunculan satu persatu sampai membuat baris yang cukup banyak kebawah, aku juga menulis kalimat istirja’ yang sama dan untuk beberapa menit, grup kelas kami terasa begitu lengang, sepi, dan terasa seperti pekuburan.

Namun suasana itu seketika agak aneh ketika si Isma menulis sebuah kalimat yang ditujukan kepada Ivan.

“Hay-hay @Ivan Ferdianysah”

“Woy, lagi berduka nih!” aku protes

“Iya-iya *emot senyum tapi ada keringat, Ivan, belum selesai urusan kita”

Aku tidak habis pikir bagaimana mereka bisa ngebucin disaat yang kayak gini, namun untung saja si Sari menulis tindakan yang harus kita lakukan.

“Ayo kita ngumpul uang buat Sri Muliati”

Teman-temanku yang lain mengiyakan hal tersebut, namun aku hanya tidak habis pikir kenapa ayahnya berpulang secepat ini, kita belum saja berjuang dan belum menggunakan toga diatas kepala kita yang menandakan bahwa kita lulus kuliah, namun salah satu temanku kehilangan keluarga yang ia cintai, yang dalam hal ini, tentu saja kita mengetahui bahwa selalu ada alasan untuk kita berjuang dan melakukan sesuatu, dan aku yakin, membahagiakan orangtua adalah salah satunya.

Namun aku tidak menyangka hal ini bisa terjadi, memikirkan bagaimana orang yang membiayai kita kuliah menurutku mengerikan, karena alasan itulah mengapa kuliah ini berharga, sebab dibelakang kita masih ada yang mempercayai kita untuk terus berjuang dan terus berusaha, orang yang akan selalu berkata “Jangan khawatirkan biaya sekolahmu, kami mampu membiayainya”.

Namun faktanya, banyak yang tidak mampu, banyak yang berhutang kesana kemari demi kuliah anaknya, agar anaknya bisa sekolah seperti yang lain dan tidak merasa terdiskriminasi. Banyak orang tua yang harus mengorbankan waktunya demi anaknya, ada yang ke ladang siang-siang mencari suap nasi, ada yang terpaksa memancing ke sungai untuk mencari ikan untuk dijual, ada yang menjual tanah, ada yang menggadai, dalam dunia akademik semua bisa saja terjadi, namun terkadang, kita sebagai mahasiswa-lah yang tidak pernah perduli akan perjuangan orangtua kita, kita hidup di kampus dan bergerak semau kita, menghabiskan uang yang bukan diri kita sendiri yang menghasilkan. Padahal jauh disana, ada orang yang diam-diam berjuang dalam lelah sampai berdarah-darah hanya karena ingin memenuhi ego anaknya. Hanya untuk membuat anaknya bisa bahagia…  

 

 

#February-18-2021



[i] Dalam dunia nyata, aku menggelitiknya

[ii] Melempar pake panci

[iii] Dalam dunia nyata, benda itu adalah penghapus karet

[iv] Pulpen, penggaris, payung, dan es nutrisari.


 

Ncup Wahab, paling belakang ada Ivan sama Agung, yang moto aku, hm.

Pict: Aku ambil keakraban, saat kucari aku ingat bahwa dua bulan setelah kejadian itu aku tabrakan

Pict: Bang Nesta saat ngulang di kelas E


Emak-emak kelas E

Foto 2021, Itu AGUNG dibelakang! ITU AGUUUUNG!


Gambar, saat praktikum. Aku akan ingat Hurul'in sebagai orang yang hampir bunuh aku. Btw, itu Nihayatuzaen kan?

Share:

Kamis, 18 Februari 2021

Hari Ini Kita Isi KTM

Hari Ini Kita Isi KTM

“Kojohm tie!”

Pesan itu masuk kedalam Whatsapp ku dan aku langsung mengernyit kenapa si Megan yang memang suka mengaji itu tiba-tiba menembakkan kata-kata yang diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti “Mati kamu!”, dan ternyata ada pesan dalam bentuk suara diatasnya.

Dimana jadinya saya ambil formulir itu? Udah saya minta di Ivan itu atau nggak di Maulana kemarin, katanya nggak ada, gimana dong saya ini? Nggak bertanggung jawab mereka?! Bingung saya mau minta ke siapa… 

Pesan itu berbentuk suara dan terdengar logat Bima-Sumbawa yang kental, sebenarnya aku shock kenapa tiba-tiba ada pesan itu, namun jujur saja, ketika aku mendengar kata ‘nggak bertanggung jawab mereka’ rasa ingin mengirimnya ke zaman Paleozoikum naik drastis, namun lama lama rasa itu juga hilang karena kasihan sama dinosaurus disana.

Aku ngerasa terkejut dan sedikit takut, lah, bukannya kemarin udah aku kasih tahu untuk ambil formulir itu di akademik? Hmmmmm….aku langsung bertanya kepada Megan siapakah perempuan misterius ini, dan ia berkata bahwa itu adalah Yanti, namun sayang, saat itu aku tidak tahu siapa Yanti, jadi aku memborbardir si Indah yang malah menjadi salah sasaran. Lucunya adalah, si Indah adalah anak Sumbawa, jadi logatnya yang bernada-nada Panjang itu masih kental dalam lidahnya.

“udah saya ambiiiiiil” ucapnya

“Kapan side ambiiiiiiil” aku mengikuti logatnya

“Apa maksuuuuud, formulir apaaa cobaaaa, kali formulir untuk pembuatan KTM itu sudah, udah saya kirim ke Ivan sama Nada itu sama uang pembayaran KTM itu udah tinggal uang yang 10.000 itu aja”

Aku pun menceritakan kisahnya dari awal, dan kampretnya aku salah orang, aku pun mengechat kembali si Megan dan hasilnya kampret banget, mengetahui diriku salah orang, aku pun kini bertanya kembali kepada Megan dan ternyata yang berkata hal itu  adalah Nur. Aku pun segera mencari dia sampai ke lubang semut namun tidak aku temukan, karena memang dia tidak ada di lubang semut.

Percakapan aku dengan Nur berjalan mulus, aku pun menjelaskan kalau waktu itu aku pernah berkata kepadanya bahwa siapa yang belum mengambil formulir, langsung ambil di akademik, aku ingat sekali saat itu karena waktu itu adalah saat pembayaran kwitansi untuk keakraban, jadinya, sebelum kwitansi itu aku mendapatkan laporan formulir di akademik telah habis, makanya tidak aku ambil.

Dan ternyata, Nur juga baru mengingatnya sekarang, dia berkata dari kemarin dia nggak ingat-ingat, dia pun berpesan bahwa dia harus mendapatkannya hari ini, jadi aku mensugestikan untuk menelpon Wahab karena saat ini dia berada di kampus, jadinya dia akan berada di posisi aman.

Namun dia tidak mau karena bisa jadi dia malu, aku pun menelponkan Wahab namun gagal, akhirnya, times goes on, malam ini aku jadi bingung siapa yang salah siapa yang benar, andai Nur menyanggah ucapanku, mungkin aku akan berpikir kembali, namun malah dia menerima ucapanku dan aku jadi ikutan bingung, seolah didalam otakku berkata…makanyaa, jangan nge-gass.

Aku juga mendapatkan berita dari Megan kalau si Ivan jadinya marah karena perkataan nge-gasnya Nur, dan Megan juga menjadi marah karena mendengar kenapa Ivan marah, namun aku hanya ketawa, aku sampai mengetawai masalah ini dan Megan juga ikutan ketawa. Aku suka menertawai masalah, entah, aku juga tidak tahu kenapa, karena mungkin aku tahu bahwa masalah-masalah yang ada dan kita temui, pasti akan berakhir entah hari ini, esok, atau nanti.

***

Aku berangkat ke kampus selepas kami kuliah hadits Tarbawy dan agak sedikit panik karena aku belum mengisi formulir, belum membeli materai, dan belum tahu bagaimana formulir ini harus diisi, namun berita baiknya, aku telah mandi. Jadi nanti kalau aku datang nanti dan petugasnya marah ‘Kenapa kamu belum mengisi formulir!’ maka aku akan menjawab ‘kak, saya udah mandi’, lalu kakak itu pun klepek-klepek sama aku karena aku sudah mandi. Asoy banget dah.

Megan juga khawatir sama aku, dia takut bahwa aku tidak mampu datang tepat waktu karena aku berasal dari Lombok Tengah dan perjalanan dari Lombok Tengah ke Mataram sekitar 1 sampai 3 jam, jadi untuk mengantisipasinya, aku berkata kepada Megan untuk mengajak ngobrol petugasnya sebagai rencana pengalihan, dan aku bisa membayangkan bagaimana Megan akan melakukannya.

Megan             : Bapak ganteeeeeng

Petugas            : Iyaaa

Megan             : Uwuuuuuu

Petugas            : Sarangheoooo

*Dalam hati Megan : Sarangheo ndasmu! (lempar bapak petugas menggunakan sarang hiu beneran)

Di kampus, beberapa kawanku telah berkumpul, ada Fanysha, Isma, Sari, dan sederetan perempuan lain. Aku sangat berysukur kelas E yang dulu dikembalikan, karena bila itu terjadi, hanya aku yang sendirian cowok dikelas ini, dan bisa dijadikan bagaimana nasibku kalau mereka PMS, aku akan diburu menggunakan tombak, diarak-arak keliling kampus lalu disalib kemudian dibakar.

Kemudian datanglah Ivan dan Megan, Ivan bercerita ini itu dan aku membalasnya juga, Megan juga seperti biasa, membahas ini itu, namun tidak berapa lama, ada lagi teman kita yang datang, dan dia adalah Nur.

Pandangan mereka langsung sinis seolah Nur adalah orang yang ketahuan maling ayam tetangga dan dikejer-kejer pake golok, namun aku sih santuy aja, akhirnya guna tidak terjadi masalah, Ivan menyuruhku mengambil formulir di akademik dan aku mengiyakan karena Megan akan mengisi formulirku.

Di akademik seperti biasa aku selalu santuy, aku percaya bahwa formulir itu masih tersisa, disana ada beberapa orang dan ada ibu penjaga, aku beberapa kali batuk namun masih menggunakan masker, mungkin dikarenakan aku menggunakan masker, mereka tidak menaruh curiga padaku dan mengira aku batuk biasa.

Aku duduk di kursi besi dan segera saja pantatku mendingin, AC yang menyala juga seolah menemani hari ini yang masih belum terlalu panas, aku tetap diam dan menunggu, namun karena aku tidak mau menunggu terlalu lama, aku berdiri dan menuju penjaganya.

“Assalamualaikum, bu, adakah masih formulir itu?”

“Formulir? Formulir apa?”

*Deg, mampus gue

“Formulir pengisian KTM itu bu”

“Oh, yang itu…”

Hatiku mendengar kalimat itu mendingin seolah ada tukang service AC masuk kedalam tubuhku dan meletakannya di jantung bagian tengah, namun seketika hatiku hancur ketika si ibu melanjutkan.

“Tunggu pak Ukik dulu ya, karena pak Ukik yang mengurus hal itu, dan apalagi formulir itu tidak dicetak secara bebas”

*Deg, mampus gue

Aku bisa membayangkan diriku datang menuju Nur, perempuan itu akan menungguku dengan matanya yang indah dan bercahaya, menunggu kepastian yang akan segera aku tentukan, lalu aku akan memegang tangannya, menatap matanya yang indah dan bewarna hitam legam..

Aku: Nur…Maafkan aku…

Nur:  Tidak kanda, tidak mungkin….

Aku: Nur…

Nur: TIDAK!

Nur akan menepis tanganku, berbalik hadap dan berlari dibawah hujan yang tiada henti turun dari langit, dibelakangnya aku akan mengejarnya, kakiku akan menapaki genangan-genangan air sehingga air yang ada akan terciprat kemana-mana, namun aku tidak peduli.

Aku: Nuuuur!

Nur: Jangan kejar aku mas! Cukup! Cukup kisah kita sampai disini!

Aku: NUUUR! AWAAAAS! ADA BEKICOOOT!

Nur:  Aaaaaaaaargh!

Brak!

*Nur mati ketabrak bekicot

Oke, lupakan. Akhirnya aku kembali duduk di kursi, menikmati pantatku yang kian mendingin disertai hatiku yang semakin memanas. Gawat dah! Aku pun menunggu pak Ukik, hanya dia satu-satunya jalan agar kejadian aku dan Nur tidak terulang. Aku menunggu lama banget sampai-sampai pantatku kerasa membeku, namun aku mendapatkan telpon dari Sari dan menemukan fakta bahwa si Nur telah mendapatkan formulir.

What the….

Tapi okelah, tetap santuy, aku berjalan dengan tenang menuju mereka, dan kami pun siap untuk mengisi formulir. Namun kini naas, hal yang buruk terjadi, aku baru tahu kalau dalam pembuatan KTM, kita membutuhkan KK dan aku tidak membawanya, ternyata oh ternyata, informasi tersebut ada ketika aku dalam perjalanan menuju Mataram, jadi ketika semua telah mengisi KTM-nya, hanya aku yang belum, ada sisi yang tidak bisa diisi tanpa ada Kartu Keluarga.

Aku pun pasrah dan menarik napas, saking kuatnya aku menarik napas, Megan sampai kesedot kehidungku, namun aku tidak membiarkannya karena takut hidungku mimisan. Aku menuju Sari yang telah ada didekat mobil Syariah, aku datang dan dia menyuruhku untuk memanggil teman-temanku, si Megan seolah berjalan menuju akademik jadi aku menyorakinya, dia melambaikan tangan dan terus berjalan, akhirnya, aku mengikutinya.

“Kalian mau kemana?”

“Kami mau anter ini”

“Anter formulir? Kemana”

“Kesana” ucap Megan namun tidak ada apa-apa disana, bahkan semutpun tidak.

Hening sejenak.

“KENAPA KAMU NGGAK BILANG MAU ANTER FORMULIR! ITU MOBILNYA DISANAA!” aku jadi ngegas, Megan dan rombongannya hanya ketawa karena aku susah-susah samperin mereka yang ternyata mencari mobil Bank Syari’ah, yang notabene ada didekat dimana aku menyoraki Megan tadi.

Kami pun mulai mengumpulkan formulir satu persatu, menulis, mengumpulkan uang, dan setelah siap, kami berjalan menuju mobil tersebut. Aku sempat menelpon kakakku tadi, namun sayang ia tidak membawa KK, aku menelpon ayahku, sayang dia tidak angkat, aku menelpon pacarku, sayag aku tidak memiliki pacar.

Kawan-kawanku juga menyarnkan aku mencari berkas yang kemarin karena pernah ada tinjauan UKT dan aku berhasil, namun selepas aku cari-cari, aku tidak menemukannya sama sekali, aku jadi capek, kuberikan handphone pada Megan dan dia yang mencari, Megan jadi galau, akhirnya kami pasrah, dan diantara 24 temanku, hanya aku yang tidak lengkap data-datanya.

Perbincangan dengan pihak bank berlangsung, kami berbicara dan aku sempat melihat tanda pengenalnya, Berlian Aulina, dalam hatiku ini adalah pekerjaan yang pas untuknya karena dia memiliki nama Berlian yang sudah tentu berharga, namun aku rasa, pihak bank diciptakan seperti robot yang tidak boleh menyanggah ketentuan yang ada, ternyata banyak yang salah, kakak tersebut suruh menandatangani bagian sini dan bagian itu, aku keluar, memberi tahu teman-teman.

Teman-teman mengisi formulir lagi, selepas waktu yang lama dan kepasrahan diriku semakin tinggi, aku pun mengambil formulir lagi dan membawanya masuk mobil.

Ternyata ada yang salah lagi.

Aku keluar, memberitahu temanku, memberikannya formulir, dan mereka mengisi lagi, akhirnya selepas mereka mengisi, kami kembali lagi.

Hal itu terus menerus terjadi, si kakak itu sampai lelah memeriksa, namun seleksi data yang benar mulai ada satu-persatu, jadi ini seperti seleksi yang layak atau tidak, sampai semuanya benar-benar layak.

Namun yang membuat aku seneng banget disini adalah ketika kakak itu mengatakan “Tidak apalah kamu tidak memiliki KK, nanti saya kasi nomer kamu dan kamu bisa kirimkan ke WA saya” ia mengatakan itu semenjak entah aku keluar masuk yang keberapa kali, dan ketika itu aku tenang banget, ternyata santuy ku memiliki hasil.

Entahlah, selama ini aku percaya bahwa selalu ada tuhan diantara kita, ia begitu Maha Besar sampai ada pada atom-atom kecil, ia Maha Tahu dan Maha Dekat, dan aku bersyukur banget Allah memberikan aku kemudahan sehingga aku diberikan jalan melalui arah yang tidak terduga-duga, aku tidak menyangka bahwa orang yang kuanggap robot memberikan bantuan dari sisi humanisnya.

Namun, hari itu ada tiga formulir yang tertolak, diantaranya adalah Warman, Izza, dan Nihaya, mereka tertolak karena belum mengisi KTM melalui google dan terpaksa harus menunggu bulan Mei untuk klotter berikutnya.

Aku membantu mereka, khususnya Izza karena dia telah mengisi namun tidak diketahui apa penyebabnya ditolak, mungkin karena ia terlambat. Akhirnya kami semua menuju akademik dan berpapasan dengan Nur dan Sri, kami saling memandang dan aku menyapa.

Nur sebenarnya cantik, ia pendek, jika aku peluk, wajahnya akan ada pas di dadaku, ia memiliki mata yang indah, namun sayang, ia sering nge-gas, hal itu telah berlaku sejak dulu bahkan sejak Evan menjadi kosma kelas, namun bagaimanapun, aku memaafkannya karena ia pasti begitu panik ketika belum mengambil formulir, namun itu tidak apa karena aku percaya, semarah-marahnya kita pada sesuatu, sebenci-bencinya kita pada masalah yang menimpa, hal itu akan berakhir bila masalah itu telah usai. Aku percaya di dunia ini tidak ada badai yang abadi, Allah menurunkannya dengan kadar sesuai dengan kemampuan kita.

Hari menjelang siang itu, aku membantu mereka bertiga ke akademik agar dibuatkan jadwal baru secepatnya, dan selepas itu, kami semua berpisah, pulang, satu persatu kulihat okampus makin menyepi, suara motor melintas disampingku dan sesekali mobil menyertai, lalu semakin lama semakin tidak aku temukan lagi.

Aku hanya diam menyaksikan semua itu, aku naik keatas motor dan mulai menyalakannya, aku engkol dan motorku menyala. Segera aku keluar dari tempat parkir, menjadi satu dengan mereka yang telah pergi, sebab dunia kuliah sejatinya adalah cerminan dari dunia, kita datang, kita pergi, kita datang dan hidup, kita pergi dan tidak pernah kembali lagi…

 

 

 

 

Share:

Selasa, 16 Februari 2021

Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan

Maling-Maling Gacha dan Arti Sebuah Kenangan

Ini bermula ketika tadi malam aku sedang menikmati gelapnya malam dikamar, jam menunjukkan pukul sepuluhan dan tidak ada yang special, lalu seketika terdengar suara yang tidak asing bagiku, sebuah sorakan yang membuat aku tersentak.

 “Maliing! Maliing!”

Aku mengernyitkan dahi.

Maling? Jam seginian? Serius?

Aku keluar kamar, berjalan ke ruang tamu dan membuka pintu yang terkunci, diluar sana sudah ada beberapa ibu-ibu yang berdiri didepan rumah mereka dan menghadap jalan raya, awalnya aku takut kesana, namun karena ingin berkontribusi dalam penangkapan ini, aku datang juga.

“Apakah ia tertangkap?” tanyaku sambal berjalan kearah Baiq

“Ya, dia sudah tertangkap”

Baiq memiliki mata besar yang indah, rambutnya keriting, tubuhnya semampai dan kurus, namun walau begitu, ia tetap cantik, seksi malah. Apalagi malam ini dia keluar dari rumahnya dengan pakaian yang menurutku mampu membuat laki-laki mimisan hanya dengan sekali tatap.

Tidak hanya Baiq, disana juga ada beberapa ibu-ibu yang sudah berdiri seperti para Yonko di film One Piece, mereka menghadap kearah jalan raya seolah jika mereka turun maka perang besar akan langsung terjadi. Namun berbeda dengan Baiq, tubuh ibu-ibu ini besar dan bulat, kerutan yang menggambarkan pertarungan kehidupan yang mereka lalui menjadi corak sendiri bagi mereka, dijamin deh, kalau ada laki-laki yang melihat mereka, hidung laki-laki itu pasti kesumbat.

“Bodohnya maling itu kalau dia maling sekarang” ucap bibi Miss

“Iya, kalau mereka maling sekarang, sama aja dia mau cari mati” bibi Djohar tidak mau kalah, seolah dia lebih pro dalam dunia permalingan

“Pokoknya aku tidak mau mereka mencuri lagi di desa kita! Kita susah disini dan dia semena-mena mau mencuri hasil kita!”

“Ya benar!” bibi Djohar menyahut

“Ayo kita kesana! Kita berikan mereka pelajaran!”

“Ya, ayo!”

Mereka pun mulai menghentakkan kaki dan sontak udara disekeliling kami berubah seolah menjadi lebih padat, sepertinya haki yang mereka pendam selama ini keluar dari tubuh mereka, inilah yang dinamakan Yonko sesungguhnya, mereka kuat dan tidak takut untuk terjun ke medan perperangan.

Beberapa ibu-ibu lain hanya menggunakan tangan kosong sembari berjalan kearah jalan, nampak mereka seolah hanya memerlukan tangan untuk menumpas kejahatan. Hanya bibi Miss yang membawa sapu lidi, bibi itu sepertinya menyamakan sampah pepohonan dengan sampah masyarakat. Dan mengetahui hal tersebut, aku merasa takut.

“Jangan gegabah! Bisa jadi itu hanya pancingan! Bisa jadi maling sebenarnya datang ke desa kita dari arah yang berbeda!” Aku memperingati dengan sedikit berteriak

“Ya, benaar!” ucap Baiq mendukungku

“Ada kok orang di rumah kami!” balas bibi Miss tidak peduli

Sementara tapak kaki mereka tidak terdengar, bayangan bangunan-bangunan tinggi melenyapkan tubuh mereka. Aku diam menyaksikan itu terjadi bersama Baiq dalam keheningan yang teramat sangat, dikejauhan, hanya sorakan untuk maling yang terdengar.

Hanya ada aku dan Baiq….

Malam itu bulan mengangkasa di cakrawala, hening diantara kami seolah menggambarkan semuanya. Aku diam, dia juga diam, matanya yang besar menatap jalan raya dan ketika aku membuka suara, dia menatapku.

Mata itu…mata itu begitu indah, besar dan menunjukkan kasih, dan kali ini mata itu menatapku.

“Bagaimana rupa maling itu?” aku mencari topik pembicaraan

“Dia menggunakan baju merah, dan tadi sempat kelihatan dikejar”

Lalu hening….

Waktu telah mengajarkanku bahwa hal-hal memang semestinya berubah, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa maling itu berani mencuri pada waktu sepagi ini, aku, yang bahkan bukan maling sekalipun tahu bahwa hal itu adalah kebodohan, jadi aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa?

Baiq hanya diam, namun jarak antara kami seolah membuat kenangan lama dalam jiwaku terbuka dan mengirimkan mozaik-mozaik kenangan itu kedalam memori kepala, aku ingat kejadian dulu, jauh, jauh di masa lampau sebelum apa yang menimpanya terjadi, saat bunga di hatiku mekar seolah tuhan menciptakan dunia hanya untuk musim semi.

Terkadang aku berpikir, masih adakah rasa? Namun aku harus menutup kata-kata itu untuk diriku sendiri, aku tidak ingin hal itu keluar dari mulutku, jadi untuk beberapa waktu kami hanya diisi oleh keheningan, namun dalam diri kami, bisa jadi kami sedang diisi oleh kenangan-kenangan.

Angin malam berhembus menerbangkan debu-debu, suara kendaraan yang melintas terdengar dikejauhan, aku menatap perempuan itu untuk terakhir kali kemudian berjalan kearah rumah, kututup pintu dan kukunci, aku berjalan kearah kasur dan menjatuhkan diri dengan elegan.

Kuambil handphone dan kubuka, ku scroll Instagram untuk mencari hiburan namun aku tidak dapat menemukan apa-apa, seolah hati ini menjelma menjadi sumur kering untuk beberapa saat, memiliki lubang, namun tidak berarti.

Dikejauhan aku mendengar suara sirine polisi mengaum-ngaum, aku hanya diam sembari memaminkan handphone dan tidak memperkirakan bagaimana wajah maling itu sekarang, bagi masyarkat seperti kami yang barbar, aku tidak habis pikir bagaimana maling itu akan diratain oleh masyarakat sekampung, apalagi beberapa pemuda pengejar adalah pemain utuh Free Fire, pasti akan aneh bagaimana maling tersebut akan ditangkap, digebuk, diikat, diarak keliling kampung dan dibakar. Yeah, winner-winner chicken dinner.

Namun aku masih membayangkan bagaimana wajah Baiq, wajah halusnya yang manis, matanya yang besar dan indah, rambutnya yang keriting, dan tentu saja caranya tersenyum. Aku mengingat banyak hal tentangnya karena dari sedari dulu aku selalu bersamanya, bahkan childhood ku juga diisi olehnya dan berlanjut ke jenjang Sekolah Dasar.

Baiq kata temanku adalah orang Irian Jaya, dan ia pernah menangis karena dibully oleh temanku yang bernama Wahyu, Wahyu mengejeknya karena orang Irian menggunakan pakaian dari jerami dan berburu menggunakan tombak, jadi bisa dibayangkan kalau Wahyu mengejeknya seperti Upin dan Ipin bertemu suku Pulu-Pulu

Namun itu hanya masa lalu, dan bila ia mengingatnya, mungkin ia akan tertawa. Aku kembali memainkan handphone sembari mengingat dirinya yang aduhai, ternyata mereka yang pernah pergi dapat kembali menjadi rupa kupu-kupu, kupu-kupu yang berterbangan dari satu kenangan menuju kenangan yang lain.

Kenangan sepertinya diciptakan tuhan agar umat manusia tahu bahwa waktu begitu berharga, karena seperti yang kita ketahui, kita tidak membayar waktu, kita terus maju dan berjalan melintasi waktu yang ada, tanpa pernah tahu bahwa pada setiap detik waktu yang kita punya, kenangan indah bisa saja tercipta.

Kenangan, entah indah atau pahit, senantiasa diciptakan tuhan agar kita belajar bahwa sejatinya hidup itu adalah pilihan dan tanggung jawab, kau mungkin bisa memilih orang yang bisa dipacari, kau mungkin bisa memilih dengan siapa kau kencan malam minggu nanti, kau mungkin bisa memilih kemana dengan siapa, namun suatu saat nanti ketika keadaan sudah berubah, dapatkah kamu bertanggung jawab dengan perasaan yang kamu miliki? Kenangan-kenangan yang terjadi dulu akan datang bagaikan hantu dan mulai mengganggu memori kepalamu, dapatkah kamu bertanggung jawab akan hal itu?

Malam ini aku memang dapat bertemu dengannya lagi, berdua bersamanya diantara hening dan hembusan angin, namun aku juga harus bertanggung jawab dengan kenangan yang pernah terjadi, kenangan-kenangan indah itu harus aku telan bulat-bulat sebab pada jemari manisnya kini telah diisi oleh cincin yang indah, cincin yang menandakan bahwa dia kini milik orang lain.

Share:

Senin, 10 Agustus 2020

Sosok Yang Berbicara Tanpa Harus Bersuara

 Sudah berapa lama kalian hidup? Aku baru hidup selama sembilan belas tahun dan terkadang merasa bersyukur. Aku tahu, ayahku sudah pensiun dari PNS dan ibuku bahkan berhenti sekolah saat beliau masih kelas tiga MTS. Aku hidup dalam keluarga berdarah guru dan aku ingin dijadikan seperti itu.

Namun aku tetap bersyukur, hidup kami sederhana, tidak banyak yang dapat kami banggakan namun kami hidup bahagia, ayahku mencontohkan dengan baik bagaimana cara kami harus hidup, beliau pekerja keras seolah ia memang hidup untuk bekerja. 

Dan seperti yang kukatakan, tidak banyak hal yang bisa kami banggakan, namun sepertinya, ayahku tidak memperdulikan hal itu. Ia seolah mengajarkan kami untuk tidak mengejar kebanggaan, seolah berkata kepada kami: 

hiduplah seperti apa yang kalian mau, dan matilah seperti yang kalian mau.

Aku mendapatkan pelajaran yang banyak tanpa beliau harus berbicara, ia tidak pernah memarahiku, mengangkat tangan untuk memukulku, ia selalu memberikan dadanya yang tegap, mengajarkanku bagaimana seharusnya aku bersikap.

Ayahku seolah percaya bahwa pendidikan adalah segalanya, ilmu, sedikit apapun baginya begitu berharga, ia adalah komoditas yang tidak bisa dijual namun bisa dibagikan.

Dan sebab itulah pendidikan kami begitu berharga, uangnya yang ratusan juta disimpan dengan baik hanya untuk kami, agar kami bisa terus hidup dan bernafas. padahal, banyak hal yang bisa  dibeli, tiket naik haji, liburan ke Bali, semuanya.

Namun dalam pandangannya, ia tahu bahwa hidup untuknya adalah sementara, ia tidak tahu kapan dirinya mati, ia hanya tahu bahwa suatu saat nanti, kami akan beranjak dewasa dan memandang dunia dengan pandangan yang semestinya.

Dan disaat sisa-sisa hidupnya, ia selalu ke masjid untuk berdoa kepada tuhan. Berdoa untuk kami tanpa tahu apa yang didoakannya.

Ia adalah ayahku, dan dalam kacamataku, ayahku berbicara tanpa harus bersuara, namun apa yang diajarkannya akan tetap ada, hari ini, esok, lusa dan selamanya.




Sosok Yang Bicara Tanpa Harus Bersuara

Share:

Jumat, 13 Maret 2020

Tak Mau Jurusan HI

 US ke 3

Jumat, bagus, kami menghadapi ulangan yang bernama PKN dan Ilmu Hadis. Aku sempat membaca Ilmu Hadis dan kurasa tiada hambatan yang berarti. Namun yang parah adalah baru saja si Sandika Putra berkata.

“lihat saja nanti, ia akan memiliki pola”

Dan tada! Benar-benar soal yang menarik karena tidak memiliki pola. Kami memang sering mendapatkan jawaban yang berpola sejak dahulu, dan mungkin temanku merasa benar, ia akan menemukan pola yang sama seperti: A A A A A A A dan B B B B B B, begitu seterusnya. Naasnya, soalnya berbeda. Aku memang tidak terlalu peduli akan pola tersebut karena beberapa aku tahu jawabannya. But, teman-temanku yang lain? Semoga mereka berhasil.

Hal yang membuat otakku babak belur adalah PKN (sumpah, aku yang mau ambil jurusan HI langsung ragu-ragu setelah ustad Huda berkata aku harus meningkatkan pelajaran PKN) masalahnya adalah, begitu banyak nama orang, tanggal yang tidak aku ketahui. Kenapa terjadi agresi militer? Aku tidak tahu. Kenapa Belanda melanggar perjanjian? Mudah, karena orang bejad seperti mereka berprinsip aturan ada untuk dilanggar.

Alaku jadi pusing, bahkan temanku sampai membuat teori sendiri. Memang, ada soal yang mengatakan bahwa Aceh tidak bisa dikalahkan karena kuat, akhirnya dikirim orang Belanda yang menyamar menjadi ulama alim. Dan Aceh dikalahkan. Hal yang parah adalaha pertanyaannya. Siapa nama orang itu?

Siapa nama ulama bejat bin palsu itu aku tidak tahu, dan temanku berkata.

“slow, orang Belanda pasti ada kata Van di depan namanya, jika ada kata Van, maka ia orang Belanda”

Semudah itukah? Masalahnya disana ada namanya Snhrouk (entah, aku juga lupa nama aslinya) seingatku dia pelakunya. Namun jika yang dikatakan temanku itu benar, jika Van adalah orang Belanda yang menyamar menjadi ulama, maka aku takut, jika ada nama disana yang bertulis Van-Tok, Van-Ta, Van-Thovel, atau Van-Chi Rhobek,. Aku takut mereka akan memilih nama tersebut. Dan aku lupa pilih yang mana.

Ada juga soal yang menyebut nama perempuan, anak yang menjadi korban PKI, dan pertanyannya adalah.

Siapa nama ayahnya?

YA MANA KUTAHU!

Hancur sudah kepalaku babak belur oleh pertanyaan tersebut.

 Jumat ini aku menggembok sendalku di masjid karena aku tidak mau digosop lagi. Dan akan tetapi pengalaman jumat ini yang paling parah adalah, aku mandi di hamam jomblo, dan ketika masih di hamam, airnya habis saat aku masih penuh busa.

Aku diam. Namun untung, sembari aku mencari ide dan menggunakan air mustakmal untuk membasuh busa, juga bersiap mengelap tubuhku dengan baju merona, maka tiba tiba air datang seperti air bah, menghujani aku. Aku tertawa bahagia. Mari mandi sekali lagi.

Aku menyelasikan novel komet minor hari ini. Dan si Agum bilang si Tere Liye bukan kristen seperti yang dikatakan Aldi, namun Islam. Entah itu benar atau tidak aku tidak tahu, namun si Agum katanya telah search di Internet, sampai ke IG-Ig nya.

Oh, aku melihat beberapa anak putri lewat, aku tidak tahu siapa mereka, yang aku tahu paling hanya si Sofi dan Zira, juga Anjelly. Dan aku membeli eskirm setelah tidak pernah lagi merasakan nikmatnya, si anak-anak MI, terkejut melihatku, entah, mungkin karena wajahku seram, but, lets go. Rasa coklat. Enak.

Hal yang menarik juga adalah malam ini dimana mereka kumpul untuk pertama kali, maksudku si Enha Expose dan Pena Santri, dan terkadang aku tidak terlalu suka sifat Eka, entah yang salah aku atau siapa, namun hanya saja, aku merasa sifat mereka agak pongah. Dan biasanya, kepongahan tidak bisa bertahan selamanya.

“kamu tahu kan 5W1H?” tanya Rizky Eka pada a’doknya

“Apa itu al’akh?”

Aku tertawa. Mati dah kalian.

Anak Haramain Sedang Belajar
Anak Enha Expose dan Pena Santri


Ujian Sekolah di Nurul Haramain
Anak Hammasah Sedang Belajar Untuk UAS

Anak Hammasah Sedang Belajar, Cuman Ilmunya Ketinggian

Setelah itu, Sandi Tidak Pernah Terlihat Lagi


Share:

Rabu, 11 Maret 2020

Kupercaya Selalu Ada Sesuatu di BLK


Hari ini UAS pertama namun kami masih berkutat dengan BLK. BLK yang kampret karena kami pikir ini pelatihan video dan membuat desain  karena kata pak Rianto BLK ini adalah tentang audiovisual.

Tapi kau tahu apa? Harapan kami membuat video dan desain mading lumpuh total karena kami dituntut untuk membuat televisi. Gara-gara itu kami harus berhadapan dengan resistor, obeng, dan solder setiap hari. 

Emang kampret!

Tapi btw....

Aku tidak pernah mengerti, namun anehnya, kita selalu menggunakan perempuan untuk saling ganggu mengganggu. Ini bermula ketika aku sedang dikamar dan si Ahmet diganggu sama si Febry dengan seorang perempuan bernama Hanna Sajida.

Siapa Hanna Sajida? Aku tidak tahu. Namun yang jelas, perempuan itu memiliki kontribusi dengan anak bernama Ahmet Syouqy, padahal, seingatku dulu  ketika masih BLK, dimana aku dan Zira memiliki proyek menulis novel komedi. Si Ahmet masih dekat dengan seorang perempuan bernama Noura.

Siapa Noura? Aku tidak tahu. Namun sedari saat aku ikut BLK, aku tahu kalau Nora adalah seorang perempuan galak dan suka marah, aku pernah mengganggunya di Facebook dengan mengomentari statusnya, dan ia langsung marah! Bayangkan! Kalau tidak salah, nama FB nya adalah RA. Dan jika aku tidak salah, mungkin itu adalah panggilannya. 

Imajinasiku kemudian berputar dan membuatnya menjelma menjadi RA, seorang tokoh utama di antologi Bumi karya Tere Liye yang bernama asli Raib.

Jadi bisa dibayangkan nanti kalau kami ada di BLK....

“RA! PUKULAN BERDENTUM!”

SKKRRRRRRRRRRRRAAAAAAH!

Nora menahan udara disekitarnya dan membuat kesiur angin, dan sekejap sebuah pukulan berdentum menyerang dua petarung kegelapan sehingga membuat kedua petarung tersebut terpental ke dinding. 

Plop!

“RA! DIBELAKANGMU!”

Terlambat! Noura telah terpental terlebih dahulu. Aku tidak tahu harus apa, namun seketika sebuah tendangan berdentum juga membuat aku terpental

“Hahahaha...Wahai petarung klan Bulan! Menyerahlah”

Noura menggeleng. Ia tidak akan menyerah.

Lihat disana, berdiri dengan gagah perkasa si Tanpa Resistor dengan listrik yang timbul tenggelam di tangannya. Listrik tersebut bewarna kuning dan seolah akan membuat kami mati dalam satu serangan.

Plop!

Tiba-tiba si Noura telah muncul dari balik si Tanpa Resistor dengan pukulan berdentum. Membuat si Tanpa Resistor terpental. Namun itu tidak membuat si Tanpa Resistor kalah. Ia datang dan melesat kearah Noura. Si Noura meenyilangkan tangan dan membuat tameng kegelapan. Tembus. Noura terpental dan terjerembab di tanah.

"Jangan ganggu temanku!" Prishda yang dalam imajinasiku menjelma Seli membawa petir di kedua tangannya, melemparkannya secepat kilat kearah si Tanpa Resistor. Namun sayang si tanpa resistor menghindarinya dengan mudah. lalu...

Plop!

Si Tanpa Resistor sudah muncul didepan Seli dan menendangnya hingga perempuan itu terpental.

"Azis! Lakukan sesuatu!" Rintih Nora yang babak belur.

Aku yang sebagai Ali segera mengambil televisi bekas dan melemparkannya. Naas ketika Si Tanpa Resistor menghadapku, televisi itu telak menghantam wajahnya dan membuat suara 'gedebuk' keras.

"Sialan!" Ucap si Tanpa Resistor, sebuah kegelapan terkumpul di tangannya dan siap dilemparkan ke siapa saja. 

Namun tiba-tiba...

“sepertinya aku terlambat”

Aku diam.

Nora dan Seli diam.

Si Tanpa Resistor diam. 

Datanglah seorang perempuan dengan gerakan elegan seperti putri-putri kerajaan.

“MISS JA’AH!” teriakku

Ok, mari kita hentikan imajinasi ini. (dan semoga ustadzah ja’ah yang menjadi miss Selena tidak membaca buku ini, dan btw, kalau Ustad Ansor menjadi Batozar, apa namanya akan menjadi Anshorar? Ok, mari hentikan imajinasi ini)

Sementara Hanna Sajida, selepas aku mengorek kenanganku lebih dalam, aku menemukan nama Hanna Sajida yang tertanam di relung memory, namanya tertulis di berugak Zahratul Munawarah dan MR. Afei (kalau tidak salah) berkata.

“Dia adalah legenda, pada season Shining Star, dia adalah the Queen of Expression”

Aku ingat kalimat itu, saat itu, amarahku langsung ingin menumpas siapapun yang bernama Hanna Sajida ini. Dan selepas aku korek-korek memori otakku. Hanya itu yang ada. Aku tidak tahu siapa dia memang, namun jika dia adalah legenda, pantaslah ia kita sandingkan dengan Umar dan Azmi, the King of Expression.

Tapi kalau aku Ali dan Nora adalah Raib....berarti kami berduaaa....

Hehe, boy!


Kegiatan BLK Nurul Haramain
Percayalah, wajah senang mereka merupakan stress tidak tertolong akibat menghitung resistor!



BLK Nurul Haramain
Kami hanya bahagia penderitaan kami berakhir!

Share:

Senin, 09 Juli 2018

Kamu Tidak Istimewa Lagi, Namun Perasaan Ini Datang dan Pergi

 

09-07-2018

Dua hari yang lalu aku ngizin tuk pulang kerumah, untungnya, aku dikasih dan akan balik hari senin. Dan sayangnya, hari ini adalah hari senin, sekitar dua jam lagi aku akan kembali ke pondok pesantren, nyantri, melakukan semuanya berturut turut lagi. Kasihan.

Sebenarnya ku bosan juga, namun sepertinya aku tak memiliki pilihan lain, apalagi zira tak bisa kembali gara gara biaya juga, semoga gadis itu mendapatkan yang terbaik disana, semoga ia menjadi hafidzah yang handal, solehah dan terpecaya. Amin.

Aku bosan hal hal yang monoton. Aku ingin hengkang dan melihat dunia ini dari sudut mataku sendiri, aku ingin sesuatu yang menantang, aku ingin hal itu bagaimanapun caranya. Namun sayangnya, disini tak kutemukan, maka sebenarnya dimana aku akan menemukannya?

Sebaiknya kuceritakan liburan saja ya? Baiklah liburanku menuju pantai kuta, disana kami mengambil tempat dibawah pohon agar tak terkena sinar matahari, biar adem gitu, dan dipantai aku banyak tertawa, disana kami mengunakan boat yang didayung, aku, sama kakak ali malah buat titanik, kami sekeluarga kocak, apalagi tiga bersaudara ini. Nindy yang kudorong biar tak bisa naik. Yuda, kak Rul dan kakak Soul dan tentu juga Naufal. Banyak yangkita lakukan, beberapa kali karam namun kami bangkit lagi, Naufal tenggelam, batuk dan ayahnya segera memopongnya. Lautan itu luas, dan luasnya lautan sepertinya tak akan pernah bisa habis, apalagi kalau kau memutuskan tuk menyelam ke dasarnya.

Begitulah sore kemarin. Tapi pagi ini kita semua akan berpisah, kak Ali, kak Ninin dan Azzam akan kembali ke Surabaya, ka Us, Kak soul, dan Syafira akan pergi ke lauk, begitupula dengan kak Arif, Naufal, Kenzhi dan kak AS. Begitu juga dengan aku. Kita semua akan berpisah, bukankah begitu?

Jam mulai berdetak dan aku harus pergi, karyaku ingin kukirim, tapi aku belum tahu bagaimana caranya. Hm..PS juga belum bangkit, entah kemana kubawa bakatku ini, memendamnya? Sepertinya tidak. Aku akan menulis di buku lagi, walau jelek, tetep nulis.

Dan tentang Zira, ia membuatku aneh, kau tahu? Sepertinya rasa milikku makin lama makin pudar, ia tak terlalu istimewa lagi, namun perasaan ini datang dan pergi, apalagi rindu, oh sepertinya aku tak akan pernah bisa mengerti tentang perempuan, sampai saat ini, aku masih belum mengerti. Yang jelas aku akan mondok lagi, mencoba membuat ibuku bangga degan prestasiku sendiri.

Dan sebaiknya kalian mendoakan aku, sebaiknya begitu.

Share: