kutulis kisah kita hari ini
namun tak dapat kujadikan ia kata
tanganku tercekat,
tak dapat menari seperti hari kemarin
apakah gerangan?
bertanya aku dalam sunyi
yang dijawab juga oleh sunyi
‘ah, kamu sudah tinggalkan kegiatan ini sejak lama’
‘menyelingkuhi aku dengan kegiatan yang lain’
‘lucu sekali, kamu. berkata bahwa kamu bermimpi untuk hal
ini’
‘tapi kamu tinggalkan aku dibelakang’
‘dan orang-orang, mengejar impiannya’
‘meninggalkan kamu di belakang’
‘menyedihkan sekali bukan?’
‘bahkan sampah sekalipun lebih berharga’
‘daripada kamu’
kumakan perkatannya
kutelan dalam-dalam
namun tidak sedikitpun aku merasa diinjak
oh, duhai harga diri? kemana kamu pergi
maka harga diri pun menjawab
‘tak sudi aku, hidup didalam kamu’
‘banyak omong kosong’
‘tong kosong’
‘bodoh’
‘tolol’
‘bahkan tuhan pun menyesal ciptakan kamu’
‘matilah, entah dengan gantung diri’
‘atau melompat pada tempat-tempat tinggi’
‘dan balutlah dirimu dengan kain kafan’
‘dan galilah kuburanmu sendiri’
‘hanya dengan itu kamu tidak akan jadi penyusah’
‘dan dunia akan terus berjalan’
‘tanpa kehadiranmu’
‘dan mereka akan tetap tertawa’
‘tanpa kehadiranmu’
maka kuambil tali dan pisau, berpikir seperti apa aku mati
kemudian datanglah aku
dipeluknya aku,
‘nggak apa-apa, kamu udah sejauh ini’
‘akhir tahun sebentar lagi, dan bukan ide bagus untuk mati’
‘alkohol dan rokok, dopamin dan adrenalin’
‘kamu udah sejauh ini, apa kamu mau bertahan lebih lama
lagi?’
‘keajaiban datang kepada mereka yang menunggu’
‘maka menunggulah, lebih lama’
‘sedikit lebih lama’
‘mungkin kamu akan temukan cahayanya’
kujawab ia dengan berbisik,
‘aku muak’
‘mungkin mengakhirinya adalah jalan yang terbaik’
‘tidak akan ada lagi aku’
‘tidak akan ada lagi kamu’
‘dan momen saat kita pergi, menghilang’
‘akankah ada yang akan menangisi’
dan logika, dari pojokan ruangan, muncul dan berkata
‘mati pun kamu masih mengharapakan orang lain’
‘mati pun kamu masih memikirkan orang lain’
‘bodoh, tolol’
‘mati ya mati’
‘hidup ya hidup’
‘jangan ada orang lain lagi’
‘hanya ada kamu, dan pilihan kamu’
‘tidak ada tuhan, hanya ada kamu dan pilihan’
dan musik-musik bermunculan, bersama rasa syukur dia
melompat
‘sebelum kamu mati? maukah kamu mendengar musik untuk
terakhir kalinya?’
aku persilahkan dan ia mulai berbunyi,
dan buku melompat dari lemari,
‘sebelum kamu mati, maukah kamu membacaku untuk terakhir
kalinya?’
maka kupersilahkan ia ke pangkuanku
lalu puisi dan tulisanku, muncul dari kertas dan laptop,
‘sebelum kamu mati, maukah kamu menyelesaikan aku terlebih
dahulu?’
maka kuambil pena dan kuselesaikan puisiku
maka tanganku menari diatas keyboard laptop,
sekali lagi,
menulis tentang kamu.
‘aku telah selesaikan semuanya, aku mau mati’
peta muncul dan berkata,
‘belum, kamu belum pergi ke tempat favorit kamu’
‘disini dan disini’
‘dan kamu belum mendaki gunung ini juga’
aku sedih, kemudian berkata,
‘kalau mengerjakan semua itu, aku tidak bakalan mati.
‘sementara aku mau mati, saat ini’
dan kopi datang bersama gelas dan stoples gula
‘sebelum kamu mati, maukah kamu meminum aku,’
‘untuk terakhir kalinya?’
aku marah,
‘kalian menjengkelkan!’
‘aku mencoba banyak hal’
‘dan gagal, dan gagal’
‘aku mencoba bertahan’
‘tapi aku juga mau semuanya berakhir’
‘aku sendirian’
‘aku kesepian’
‘begitu ramai diluar sana’
‘tapi mengapa aku merasa sendiri?’
‘aku mau semuanya berakhir disini’
‘bunuh aku, akhiri semuanya’
‘tidak akan ada lagi aku’
dan setan keluar dari alam ghaibnya,
‘sialan! kalian semua menghalangi pekerjaanku!’
‘bunuh dirilah! masuklah kedalam neraka!
‘jadilah keraknya! terbakarlah bersama batu dan manusia
lainnya!’
dan malaikat muncul dari alam ghaibnya,
‘duhai setan! kamu melanggar konstitusi!’
‘kamu sama saja seperti manusia di negara ini’
‘tapi kamu memang setan sih’
‘tapi kamu melanggar konstitusi akhirat’
dan kamarku ramai,
buku-buku yang lain bermunculan, meminta untuk dibaca
puisi dan tulisanku bermunculan, meminta untuk diselesaikan
dan tempat-tempat favoritku di bumi, bermunculan untuk
dikunjungi
dan kopi-kopi,
dan mimpi-mimpi,
malaikat dan setan,
tentang kebebasan dan konstitusi,
ah, tahi anjing
kalau begini, aku mau mati di lain hari
nggak hari ini,
mungkin besok nggak seramai hari ini
dan aku, memeluk diriku sendiri
‘ah, ya. kita memang sudah sejauh ini’