Aku terbangun pada shubuh-shubuh
betul, dan hujan lagi garang-garangnya diluar. Guntur menggaung kayak kambing
kayang di kaki langit, kilat-kilat menyambar kayak fotografer, hujan menyerang
kayak taju kage bunshin Naruto, kuyang lewat, sapi goyang dumang, ceilah!
Intinya shubuh itu dingin banget
dan si ketum Danil lagi tepar setelah semalaman belajar tentang proposal untuk
Metode Penelitian. Karena ngulang kelas, akhirnya dia berhadapan dengan si
metopen, bigbossnya semester 5. Sampai saking bigbossnya, dulu teman kelasku
sampai nangis saat naik semester, mereka peluk-pelukan, jatuh, terus
guling-guling di tangga PGMI. Gila betul!
Tetapi balik lagi ke hujan tadi,
aku kemudian tertantang dan perlahan membuka baju sehingga otot-ototku yang
kekar menunjukkan diri (branding dikit biar keren, hehe), dengan sarung yang
masih menempel, aku mendorong gerbang agar terbuka, menatap langit yang hitam
legam dengan hujan deras yang seperti cinta kamu ke dia.
Aku kemudian berjalan dibawah
hujan, melawan rintikan air itu, menantangnya. Andai mereka seukuran sapi dan
bisa hidup, aku dan dia pasti sudah gelud. Begitulah pagi dimulai dengan segala
kekampretannya.
Tapi emang dingin banget. Aku
maksa tetap dibawah hujan dan berada pada pancuran yang airnya jatuh dari atap.
Aku mengoles tubuhku dengan sabun sembari tetap didalam pancuran. Rasanya, beuh,
dingin tapi asoy.
Hal yang membagongkan adalah
sebab sedari malam aku mencoba tidur tapi tetap tidak bisa tidur. Nggak tahu
kenapa. Akhirnya sepanjang malam aku scroll Tiktok, buka Facebook untuk cari
meme, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dan nggak tahu kenapa, percaya atau tidaknya
beberapa media sosial akan menunjukkan watak aslinya kalau malam. Coba deh
jangan tidur semalaman dan jangan kedip sama bernapas, besoknya pasti kamu tewas.
Itu pernah dicoba sama almarhum kawanku.
Maksudku begini, entah kenapa
media sosial kalau malam itu menjadi aneh dan abstrak. Tiktok kalau siang hari
isinya edukatif semua, tentang kekayaan, kesuksesan, rekomendasi buku dan film,
cara menjadi guru, cara dapat pekerjaan, cara magang di lampu merah, cara
manggil Baphomet, cara kudeta presiden, dan hal-hal edukatif lainnya.
Sementara kalau malam kampret
banget! Iyo, yang muncul adalah kebalikannya. Dari perempuan joget sampai
laki-laki joget, dari bapak DPR yang joget sampai presiden joget. Emang aneh,
kok bisa malam-malam joget struktural itu bisa muncul. Dan nggak tahu kenapa,
media sosial kalau malam-malam itu pasti memunculkan cewek cantik, cakep, dan
bohay.
Disitu aku menyadari bahwa media
sosial sudah diibaratkan pasar, cuma kalau malam, jadi pasar malam, dan kalau hari
senen, jadi pasar senen. Hehe. Dan masalahnya adalah, kita sebagai konsumennya akan
susah lepas dari perangkap-perangkap genjutsu itu.
Bayangkan aja kalau lu adalah
cowok yang berantem sama ceweknya tiap hari, sehabis maghrib lu kalah main togel,
lose-streak di ML, terus buka Tiktok jam 1 malam dan cewek-cewek brutal itu
muncul sambil goyangin pantat kek bebek. Halusinasi cowok pasti keganggu, dan
harapan mereka untuk menang pasti berubah menjadi pertanyan; kok gue gagal ya.
Setelah ini mereka pasti akan—setidaknya—bakar
rokok, kaki naik sebelah, hirup rokok terus buang ke langit, terus goyang pargoy.
Media sosial itu sok tahu
keinginan manusia, tapi mereka nggak bener-bener tahu. Hanya diri kita yang
tahu tentang diri kita sendiri, emang bener sih media sosial kadang menawarkan
solusi, tapi kampret tahinya itu cuma teori, sementara aksi hanya bisa
dilakukan oleh diri kita sendiri.
Jadi kalau lu cowok, terus malam-malam
stress, gabut, depresi sambil buka media sosial. Insyaf bro.
Dan balik lagi ke peristiwa hujan,
aku pada akhirnya balik setelah entah berapa lama kehujanan. Dengan fisik yang tidak
stabil akibat begadang, kemudian shubuhnya mandi hujan, kalian pasti tahu apa
yang akan terjadi.
Yak betul, besoknya aku kena flu.
Tapi alhamdullilah sih, daripada
kamu kena bisul, yahahahhaha.
0 comments:
Posting Komentar