Belakangan ini aku kembali tanyakan
kepada teman-temanku pertanyaan terkait hal-hal yang afektif. Pertanyaan yang
gabut memang, dan nampak tidak ada gunanya. Namun bagiku, it’s a bit of
everything. Itu bermakna.
Cita-citaku mau menjadi penulis.
Kalau mau lebih detail, impianku adalah ingin membuat sebuah buku atau tulisan
yang akan mengobati orang lain, tulisan yang akan lebih bermakna dan berguna
daripada antidepresan manapun di muka bumi. Tulisanku suatu saat nanti akan
membuat orang berhenti untuk bunuh diri, karena ketika nanti mereka membacanya,
mereka akan berhenti sejenak dan bilang….oh iya iya. Dan damn! Itu sulit
kecapai.
Anjirnya adalah, aku orang yang
nggak perasa, aku nggak peka, aku nggak tahu kalau cewek kalau bilang ‘iya’ itu
akan sangat berbeda dengan bilang ‘iyaaaaa’. Aku nggak tahu kalau cewek yang
bilang ‘terserah’ artinya adalah seorang cowok harus menerka dengan membaca seluruh
kitab suci serta alam semesta beserta isinya dan harus paham akan tafsirannya.
Ketika cewek bilang ‘aku mau sendiri’ artinya mereka nggak mau sendiri, dan ketika
mereka bilang ‘aku mau sendiri’ artinya mereka memang mau sendiri. Ketika
mereka cuek maka cowok harus, peka, harus lebarin mata, lebarin telinga, dan
harus buka indra keenam. Intinya kalau berhadapan dengan cewek, maka pastikan
lu adalah makhluk paling bersalah di muka bumi, lu adalah tahi gigi dan dia
adalah emas murni, dan pastikan kalau lu berhadapan dengen cewek, lu harus
ngerti kalau mereka baku seperti Undang-Undang dan lu harus lembek kayak
kutang-kutang. Nah! Lho!
Kan asu!
Problem pertamaku adalah itu,
satu, aku nggak peka. Akhirnya selama bertahun-tahun aku hidup tanpa ada rasa,
nggak tahu cewek mana yang benci dan suka, nggak tahu mereka maunya apa kalau
lagi mangap-mangap kayak ikan mujair, dan nggak tahu juga mereka lagi ngapain
kalau tiba-tiba ngereog kayak orang Bali sambil ngendus-ngendus kek babi. Tapi
kalau kasus terakhir ini, mereka keknya kesurupan deh.
Nggak ada perasaan membuat aku
akhirnya hidup ya hidup, mati ya mati, dan hal tersebut yang terjadi selama
bertahun-tahun membawa aku pada satu kenyataan, aku sedang dalam fase ‘numb’,
mati rasa.
Gila ga tuh? Aku yang mau nulis
tentang perasaan manusia malah nggak punya rasa, hidupku kayak…kok gini gini
aja, nggak ada warna, nggak ada api, nggak ada perempuan atau banci. Yang jelas
pada akhirnya, aku berambisi untuk punya cewek. Yap, betul sekali, aku
berambisi untuk jatuh cinta kembali.
Catat, jatuh cinta kembali.
Jatuh cinta.
Itu intinya.
Namun kemudian aku paham
bahwasanya ini cukup berat. Kukira manusia telah berevolusi dalam urusan cinta dan
afeksi yang ditandai bahwasanya manusia-manusia banyak yang tidak menikahi
manusia yang sesama jenis, mereka menikahi besi, boneka, bahkan tembok Berlin (Mereka
malam pertamanya ngapain njir!) Apalagi yang tembok berlin, mending-mending
punya anak, kejedot iya.
Jadi tentu saja, scope jatuh
cintaku adalah seorang perempuan yang benar-perempuan, mereka berasal dari
makhluk makhluk betina yang spesies manusia, normal, pake kacamata kalau perlu,
dan kalau bisa rajin baca buku. Oh, oh! Satu, mereka tidak hobi bertingkah aneh
seperti tiba-tiba jalan pake empat kaki dan kemudian ngompol di tiang lampu
merah. Nggak, itu nggak boleh. Dan yang jelas, ia murni perempuan, bukan
laki-laki menyerupai perempuan, dan bukan siluman.
Keinginan aku untuk suka sama
orang sebenarnya berkali-kali muncul, tapi objek yang aku sukai nggak tahu
kenapa lenyap nggak berbekas. Mereka diibaratkan dinosaurus kepentok meteor
yang udah punah, dan anehnya dalam beberapa aspek cewek-cewek tipikal kek gitu;
berkacamata dan baca buku, aku temukan, tapi kok aku nggak suka ya?
Jangan-jangan aku gay?
Jangan-jangan jodohku belum
muncul ya? Atau mungkin temen-temenku benar, bahwasanya cinta emang nggak bisa
dipaksakan.
Kalau itu kenyataannya, aku harus
nunggu seberapa lama lagi coba?
Capek lho nunggu kepastian itu.
Dan akhirnya, aku coba suka sama
orang. Tapi masalahnya kemudian satu; bagaimana cara kita suka sama orang? Ini penting,
soalnya nggak ada mata pelajaran itu di sekolah.
Akhirnya aku kemudian membuat
pertanyaan-pertanyaan sebagai rumusan masalah. Yap betul, nggak tahu kenapa ini
kek ngerjain skripsi.
Judul Skripsi: Strategi Mahasiswa-Mahasiswi
PGMI Dalam Menemukan Cinta Asoy Mereka Masing-Masing
Latar Belakang: Saya mau suka sama
orang
Rumusan Masalah: Bagaimana cara
suka sama orang? Mengapa kita bisa suka sama orang?
Manfaat Penelitian: Teoritis,
catatan ini bisa menjadi acuan untuk mereka yang goblok dalam soal percintaan
seperti saya. Manfaat praktis, saya bisa suka sama orang, dapat jodoh kalau
bisa.
Metode dan Pendekatan Penelitian:
Deskriptif Kualitatif
Trianggulasi Data : Sumber,
Teknik, dan Waktu
Kesimpulan: Kan masih proposal
anjir!
Dan begitulah.
Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu
akan aku tulis lain waktu, mau sholat dulu soalnya, hehe.
0 comments:
Posting Komentar