Sabtu, 01 Januari 2022

Pusing, Tidak Tahu Harus Menulis Apalagi

 

 Pusing, Tidak Tahu Harus Menulis Apalagi, Jadi Mungkin Artikel Kali Ini Tentang Muhasabah Diri Bersama Lastquestions

Pusing, Tidak Tahu Harus Menulis Apalagi


Baru awal tahun dan rasa malasku memuncak, dari semenjak pagi aku ada didalam kamar terus menerus, bermain game, menonton Youtube, menscroll TikTok, membalas chat di Whatsapp, serta membalas komentar di Facebook mengenai kasus tentang kakek Edi yang dibuang oknum rumah sakit.

Hal ini mungkin terjadi karena berbagai persoalan hidup yang sedang aku hadapi, apalagi kasus kemarin yang tidak bisa aku lupakan. Akan tetapi aku enyahkan semua itu, aku buka laptop dan memandangi layar putih microsoft word yang telah aku buka, bingung. 

Jujur, kali ini aku seolah kehabisan ide untuk menulis, bukan ide sebenarnya, namun lebih kepada mood untuk menulis ide itu sendiri. Padahal aku telah menulis banyak mengenai kehidupan, kasus-kasus di Indonesia, sampai membahas dunia literasi dan blogging. Akan tetapi mungkin aku merasa muak, entah karena visitorku yang hanya 30 perhari, atau mungkin aku yang masih kurang dalam marketing blogku.

Dari analisa yang aku miliki, blog ini sebenarnya bagus, tulisannya mengena. Akan tetapi ia masih gagal menjadi tempat persinggahan orang-orang, ia juga masih gagal menjadi sebuah kebutuhan bagi orang-orang. Sebab faktanya orang akan datang membuka internet karena ada hal yang sedang mereka cari, kadang jawaban dari soal-soal sekolah, sampai mencari kasus-kasus artis yang sedang viral, dan blog ini masih gagal dalam hal itu.

Tahun ini aku juga sudah mulai ikut dalam lomba blog, namun ternyata tidak terlalu mudah sebab nyatanya blogspot masih belum terlalu diterima, dalam beberapa lomba, domain yang diperkenankan adalah .com, jadi mungkin rencana tahun depan, aku akan meningkatkan domain yang aku miliki.

Aku juga harus turun dan menyebarkan blogku, memperkuat brand, sebab jika tidak begitu, blog ini tidak akan pernah dilirik oleh siapapun, bahkan untuk menghasilkan uang saja adalah hal yang tidak memungkinkan bagi blog ini. Memang beberapa artikelku tayang pada page one Google karena aku menulis dengan lengkap dan sepenuh hati, namun orang yang mencari artikel itu tidak ada, hasilnya? Visitor tidak kunjung memperlihatkan lonjakan.


Tahun Baru Ini, Analisis dan Muhasabah Pada Lastquestions Adalah Hal Yang Penting

1 Januari, aku harus melakukan muhasabah terhadap blogku, hal yang kedepannya bisa aku lakukan. Percayalah tidak semua yang kita rencanakan tahun ini bisa berjalan dengan begitu baik, akan tetapi, tidak ada salahnya berusaha, tidak ada salahnya mencoba.

Aku mempercayai bahwa akan ada masa dimana ada hal yang kita perjuangkan bisa datang berbalik, momen dimana impian yang kita miliki bisa berubah seketika, dan lagipula, rezeki bisa datang dengan cara yang berbeda dan kerapkali tidak disangka-sangka, Tuhan hanya ingin kita terus berharap dan mencoba, sebab pada masa yang bergerak maju, berkah Tuhan bisa jadi tetap tercurah selalu.

Aku juga akan lebih banyak menginvestasikan diriku pada dunia kepenulisan seperti hypno writing serta konten kreator, sebab kurasa, aku bisa hidup melalui dua hal ini dan bisa mendapatkan uang sembari berenang di kolam hobi. Dan tentu saja, untuk blogger kedepannya, aku akan mempelajari SEO serta bagaimana memperkuat brand Lastquestions itu sendiri, mungkin saja blog ini akan dilirik perusahaan besar dan kami bisa bekerja sama.

Tapi sebelum aku terjun ke analisis terhadap blog ini, aku hanya bisa tertawa terhadap kegagalan yang tahun ini aku lakukan dan terima, misalnya saja aku gagal menulis dengan baik karyaku sehingga tidak ada buku yang aku buat bisa diterbitkan, dan mengenai blog Lastquestions, aku hanya tertawa karena pernah mendaftar platform lain selain adsense, dan nyatanya ditolak, aku bahkan pernah mencoba ikut program afiliasi di Involve Asia, dan langsung ditolak dalam waktu beberapa jam saja, sungguh tahun yang lucu.

Jadi, ada beberapa hal yang akan aku lakukan terhadap blog ini di tahun 2022 nanti, insyaallah bisa terlaksana;


Meningkatkan Domain

Hal yang akan kutingkatkan adalah domain Lastquestions, tentu saja aku akan mencoba agar Domain ku bisa menjadi .com atau .id, akan tetapi aku harus siap mental, sebab dengan menggunakan domain .com atau yang lainnya, maka aku harus tetap mengeluarkan uang pertahunnya untuk blogku, atau bisa kusebut investasi.

Aku mengatakan hal ini berat karena pertama, aku masih belum memiliki pendapatan dalam segi finansial, bahkan blog ini pun tidak kunjung diterima adsense sehingga mendapatkan uang melalui jalur blog adalah hal yang masih tidak bisa aku raih.

Jadi meningkatkan domain adalah hal yang menurutku sulit dan berat, akan tetapi, aku harus tetap mencobanya. Sebab dengan begitu, aku bisa mengakses lebih banyak lomba-lomba blog dan mendapatkan kepercayaan yang lebih dalam dunia blogging.


Memahami SEO Lebih Dalam

Aku mempercayai bahwa SEO yang paling baik adalah kelengkapan dan orisinalitas konten. Namun aku akan tetap mendalami SEO dan memahami bagaimana agar bersaing dalam dunia blogging, sebab bagaimanapun, dunia blog merupakan dunia bisnis, kita bersaing setiap hari untuk mendapatkan yang terbaik dan mendapatkan visitor lebih banyak. Jadi dengan memahami SEO, aku harap konten-konten ku terus bisa page one sehingga blog ini lebih dilirik banyak orang.


Mempelajari Backlink

Baclink memang bagian dari SEO, akan tetapi aku masih tidak terlalu mengerti dalam hal ini, yang aku mengerti adalah backlink Do Follow dengan No Follow saja, juga outbound link dan inbound link, padahal ini sangat bagus untuk memperkuat visitor untuk terus datang ke Lastquestions, dan mungkin bisa menjadi lonjaka visitor juga.


Memperkuat Brand Lastquestions

Menurutku ini yang utama, brand adalah hal yang harus dimiliki oleh Lastquestions dan hal ini akan terjun ke dunia marketing digital. Aku memang kerap menonton channel Neil Patel dan lainnya, namun belum bisa terjun sepemikiran dengannya.

Brand yang aku miliki ataupun Lastquestions miliki tentu akan menjadi cikal bakal kesuksesan blog ini nanti di masa yang akan mendatang, jadi aku harus memperkuat brand dari blog ini. 


Mempelajari Hypno-Writing

Salah satu list yang harus aku masukkan adalah menulis dengan hypno-writing. Aku sebagai penulis tidak akan pernah terlalu menggunakan SEO kecuali dalam keadaan-keadaan genting dan terpaksa, yang utama aku harus bisa menyentuh hati pembacaku, membuatnya nyaman di blog ini dan mau datang kembali.

Menurutku tidak ada yang lebih indah daripada menemukan pembaca yang setia, yang menyemangati kita ketika jatuh atau terpuruk, dan tentunya bersama-sama menjadikan blog ini lebih baik daripada semestinya.

Adanya komentar-komentar indah dari pengunjung blog merupakan anugerah dan suntikan semangat untukku, hal yang membuat blogger tidak berpenghasilan sepertiku bertahan.


Catatan Akhir;

Tidak ada jaminan rencana ini bisa terlaksana secara sempurna, hal yang harus kita mengerti adalah bahwasanya apa yang kita perjuangkan semoga menjadi lebih baik dan lebih indah, adanya harapan seperti ini setidaknya menimbulkan semangat dalam diri, dan semoga keinginan untuk memperbaiki diri ini bisa menjadi cikal bakal kebangkitan blog ini, amin.

Share:

Senin, 13 Desember 2021

Kapan Nadi Ini Kukoyak?

 

 Kapan Nadi Ini Kukoyak?

Kapan Nadi Ini Kukoyak?
Pixabay


Setiap kali aku menatap pergelangan tanganku, kadang pemikiranku untuk mengoyaknya semakin tajam dan semakin tergambar jelas. Namun imajinasiku sebatas rasio dan bukan empiris, sebab pada akhirnya, aku hanya bisa membayangkan hal itu terjadi, sementara dikmudian hari apakah hal itu menjadi kenyataan atau hanya sekedar bayangan, aku tidak tahu.

Pun jika aku harus mengoyak tanganku dengan silet, aku tidak tahu harus seberapa dalam dan akan seberapa menyakitkan. Sebab dulu aku pernah mencoba menenggalamkan diriku sendiri pada sebuah bak berisi air ketika aku masih kecil, menahan napas sebisa mungkin sampai aku tidak mampu dan diriku terpaksa terjungkal dengan napas terengah-engah.

Pada hakikatnya, tubuh kita, semua bagian sel dari tubuh kita telah dirancang Tuhan untuk menjaga manusia dari marabahaya. Bahkan otak kita sendiri pun dirancang demikian agar kita bisa menjaga diri serta menganalisa apa yang akan terjadi.

Memang pada akhirnya dengan adanya akal yang semakin meninggi kita akan semakin maju, akan tetapi ada iman yang ditinggalkan manusia, satu persatu hingga kita mungkin mengatakan bahwasanya diri kita sendirilah yang sebenarnya Tuhan, dan Tuhan hanyalah karangan manusia.

Namun terlepas dari semua itu, apakah kemampuan tersebut adalah berkah dari Tuhan atau malapetaka, aku tidak tahu. Bahkan ketika aku semakin beranjak dewasa, aku semakin jauh dari-Nya. Bahkan sampai berpikir bahwasanya Tuhan semestinya tidak terlalu ikut campur akan urusan yang dimiliki manusia, Tuhan cukup menciptakan dan menyaksikan, dan entah apa suatu saat nanti manusia membawa diri mereka kepada kehancuran, tidak pernah ada yang tahu, pun Tuhan yang tahu hal itu pasti hanya diam saja.

Aku juga menulis ini di blog dan bukan Kompasiana karena aku tahu bahwa mereka yang singgah di blog ini hanya sekedar melihat informasi belaka, dan lagipula, blog ini masih teramat-amat baru sehingga menjadi alasan adsense menolaknya. Visitornya juga sedikit, jadi apakah hal itu malapetaka? Oh, tidak juga, sebab aku bisa melakukan semaunya di blog ini, menulis apapun tentang depresi dan kekonyolan, atau apapun jua. Kadang tidak terlihat dan dianggap ada adalah anugerah, dan kini aku merasakannya.

Tadi malam aku krisis mental lagi, bercerita pada temanku juga ternyata tidak memperbaiki apapun. Mood yang kumiliki rusak dan berantakan, pikiranku melayang-layang dan bertabrakan, tugasku menumpuk, tuntutan hidup dari keluarga juga semakin meningkat, aku merasakan diriku terhujam berkali-kali oleh belati tak kasat namun mampu menembus jantung.

Aku ambruk. Dan yang kuharapkan adalah Tuhan yang segera mencabut nyawaku. Aku merintih dalam sunyi, ingin menangis dalam-dalam namun air mata yang kumiliki menolak untuk keluar. Aku tidak ingin hidup lagi, cukup, semua kebohongan dari orang-orang yang aku percayai dan orang-orang yang aku sayangi, cukup.

Setiap kali aku melihat pergelangan tanganku, aku menatap nadi yang berdenyut itu berkali-kali, menanyakan harus seberapa dalam dan seberapa menyakitkan hal yang harus kutempuh. Bertanya harus berapa gesekan dan berapa tajam pisau yang akan aku gunakan, aku bertanya berkali-kali dan berharap hal itu terjadi. Namun ketika aku ingin melakukannya, bayangan-bayangan yang lain muncul, setiap perasaan yang mungkin akan aku tinggalkan, setiap senyuman dan tawa yang aku berikan kepada orang, akankah ia menjadi air mata?

Aku mencintai kalian kendati aku memiliki jiwa dan tubuh yang lemah, berharap bisa bersama kalian terus menerus, berharap bersama kalian sampai Tuhan yang mengakhiri bab buku kehidupan yang aku jalani dengan indah.

Dan setiap mimpi yang pernah aku tulis diatas kertas, setiap lirik musik yang entah kapan aku lantunkan, setiap bait puisi yang kadang aku renungkan…. 

Maafkan aku, aku tidak mampu…

Aku ingin pulang walau aku nggak tahu harus pulang kemana lagi, bahkan jika aku pada akhirnya aku akan melakukannya, akankah Tuhan menerimaku sebagai manusia yang kalah? Dan nanti bila tubuhku terkubur di tanah, siapa yang akan memeluknya? Akankah aku sendiri?

Aku berharap Tuhan tidak pernah ada, aku berharap diriku tidak pernah diciptakan, aku berharap hidupku berakhir begitu saja. Namun Tuhan, kau hanya berkata untuk sabar dan terus bersabar, aku tidak mampu lagi, bahkan ketika engkau mengatakan akan memberikan kami ‘hadiah’ dari arah yang tidak disangka-sangka, aku terkadang tidak peduli lagi. Namun jika hadiah itu memanglah perintah mati, aku berharap hadiah itu cepat datangnya.

Untuk kalian, jika pada suatu saat nanti kalian membaca tulisan ini. Maafkan aku yang telah begitu lemah sehingga kalian membaca curhatan brengsek ini. Pergilah, aku sedang ingin sendiri, berbicara dengan diriku pribadi, tulisan ini bukan untuk siapapun, dan semoga Tuhan mengabulkan doa itu.

Aku telah kehilangan makna dan pemaknaan, cinta dan kasih kini hanya ilusi. Kerapkali aku merasakan Tuhan hadir, memelukku sejenak dalam diam dan sunyi dengan ketenangannya. Namun tidak pernah cukup, duniaku terlalu berisik, kesunyian yang aku miliki hanya ilusi.

Aku tidak tahu apakah nadi yang kumiliki akan selamanya utuh dan berdenyut. Pada suatu masa yang bergerak maju, apapun yang terjadi-terjadilah. Jika pada akhirnya Tuhan menyuruhku untuk bersabar lagi, jika pada akhirnya imajinasiku menjelma nyata, aku sudah tidak memikirkannya lagi.

Pada suatu titik, apa yang terjadi, terjadilah….

Lagipula aku tidak akan pernah tahu akan semenyakitkan apa, akan sedalam apa, erntahlah….


Share:

Minggu, 12 Desember 2021

Terkadang, Aku Berharap Diriku Tidak Pernah Dilahirkan

 

 Terkadang, Aku Berharap Diriku Tidak Pernah Dilahirkan

Aku mungkin hanya segumpal daging kegagalan yang berjalan tiada tentu arah, memandang dunia sialan ini sebagai kutukan yang membersamaiku sampai aku benar-benar terlepas. Aku tidak seperti kebanyakan orang yang memiliki mental yang kuat, dan aku menyadarinya. Terkadang mungkin aku mungkin akan seperti Arthur Fleck yang tertawa tanpa sebab, entah karena aku memiliki kelainan jiwa, atau mungkin tawa itu adalah bukti nyata bahwa selama ini aku merasa kesepian.

Terkadang, Aku Berharap Diriku Tidak Pernah Dilahirkan
Pixabay

Tulisan ini juga aku tulis dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, entah mengapa belakangan ini kepalaku terasa seperti gunung yang siap meledak, aku kerapkali tiba-tiba pusing, terkadang juga mual. Dugaan terburukku adalah aku terkena penyakit kangker, dugaan terbaik ia hanyalah pusing biasa dan bisa dibunuh hanya dengan sebutir Paracetamol.

Namun menatap dunia yang penuh keajabian ini melalui kacamata yang suram hanya membawaku pada rasa yang hampa, aku melihat gelapnya saja, memang begitu banyak kemilau yang mungkin saja diriku abaikan, akan tetapi, gelapnya lebih sering membersamaiku dan membawaku pada realita hidup yang aku pijaki.

Aku telah gagal berkali-kali, dan sekali lagi, aku gagal. Namun waktuku masih panjang, aku masih bisa mengurai-ngurai cerita, akan tetapi aku merasa muak, lumpur kegagalan itu tidak hanya menenggelamkan aku begitu dalam, namun melainkan telah masuk kedalam mulutku dan bersemayang didalam organ-organ tubuh.

Aku ingin menyerah, terkadang berdoa kepada Tuhan mengapa bukan diriku yang tidak berguna ini saja yang tercerabut nyawanya, mengapa harus orang lain? Dan terkadang mengapa harus orang yang kita cintai? Aku lelah Tuhan, aku lelah. Apa dosaku masih terlalu banyak sehingga engkau tidak mau menerimaku?

Hidupku juga dipenuhi banyak tuntutan, dan bukan hanya faktor eksternal, melainkan juga faktor internal. Faktor eksternalnya adalah aku harus menjadi ini dan itu, harus mendapatkan IPK segini dan segitu, harus empat, ya, harus empat, agar besok bisa kita pamerkan pada dunia sembari berteriak; Hey Dunia! Diatasmu pernah ada manusia yang memiliki IPK empat! IPK sempurna!

Dan aku juga menjadi lelah, mungkin karena terlalu menuntut diriku sendiri, mengatakan semangat kecil kepada diriku sendiri dan berkata, ayo, kamu pasti bisa! Namun ternyata aku tidak bisa. Bahkan mengerjakan tugas-tugas sesederhana itu saja aku tidak mampu, bodoh? Ya, aku sangat teramat bodoh, namun aku selalu mencoba dan mencoba kendati harus memeluk kegagalan berkali-kali.

“Setidaknya kita pernah mencoba” Aku mengatakan hal itu berkali-kali, entah mengatakan kepada tubuhku yang selalu aku paksakan, atau mengatakannya kepada jiwaku yang sudah teramat lelah. 

Bahkan terkadang, aku berimajinasi bahwa diriku mati, entah terbunuh atau bunuh diri. Namun aku juga tidak tahu kenapa aku masih hidup, apa mungkin aku yang terlalu pengecut untuk mati? Atau apa mungkin itu karena ketidaktahuanku akan kematian itu sendiri? Begitu banyak bayangan, begitu banyak imaji yang nyatanya tidak pernah terealisasi.

Terkadang diriku juga bertanya, kenapa hal ini bisa terjadi? Dan melalui perenungan yang aku lakukan, sebenarnya jawabannya sederhana, karena aku sudah tidak lagi bersyukur atas apa yang masih aku miliki, aku hidup dari ekspektasi-ekspektasi yang tidak pernah terpenuhi, hal yang pada akhirnya membuat diriku merasa gagal dan tidak pantas untuk hidup.

Padahal dibandingkan orang lain, aku bisa katakan kehidupan yang aku miliki sudah setengah sempurna. Aku memiliki mata yang indah, memiliki ide dan kreatifitas yang kerapkali dibanggakan teman-temanku, aku memiliki tubuh yang sehat, dan setidaknya memiliki latar pendidikan yang baik disaat jutaan orang lain diluar sana hanya bisa memandang manusia-manusia berseragam bagai malaikat yang patut dipuja.

Aku mungkin terlalu bodoh dan hanya melihat gelapnya saja, sebab begitu banyak rahmat yang selama ini aku lupakan dan tidak terjangkau oleh mataku, dan parahnya adalah, terkadang aku tidak peduli, aku egois, mengatakan kepada diriku sendiri bahwa apa yang semestinya aku miliki harus aku miliki. Padahal hal-hal itu berujung membuatku melayang pada dunia ekspektasi, dan terlalu banyak ekspektasi pada akhirnya membuat kita terjun bebas ke jurang depresi.

Dengan kegagalan yang menimpaku, kemalangan, ekspektasi yang tidak pernah terpenuhi kadang membuatku berkata bahwasanya aku tidak pernah pantas untuk dilahirkan. Aku kerapkali berharap demikian, padahal aku selalu mengingat bahwasanya aku dulu hanyalah satu dari sekian milyaran sperma yang memperjuangkan ovarium, dan pada saat itu, aku menang.

Benar, aku menang. Begitu banyak sperma yang mati karena kelelahan berenang dengan jarak yang teramat-amat jauh, namun lihatlah, dulu saat aku berbentuk sperma memenangkan pertempurannnya, yang berarti dalam hal ini, aku adalah seorang pemenang, namun keluar dari vagina seorang wanita, kenapa aku malah menjadi seorang pecundang?

Atau mungkin semua perenunganku benar adanya, bahwa sebenarnya kalah dan menang hanya sudut pandang manusia belaka. Atau mungkin sebenarnya kemenangan dan kekalahan itu hanyalah imaji yang otak kita ciptakan, sebab  bagaimanapun, kemenangan dan kekalahan itu hanyalah sebuah relativitas. Dan dalam dunia relativitas, tidak pernah ada yang namanya menang, dan tidak pernah ada yang namanya kalah.

Tulisan ini aku tulis saat aku merasa kalah, melihat dunia dari sudut mata seorang lelaki yang pernah mencoba namun kembali terjatuh dan terluka. Mungkin aku akan mencoba lagi, berharap memiliki peruntungan untuk bisa menjadi seorang pemenang yang diriku ekspektasikan. Namun untuk saat ini, sebelum kesuksesan itu bisa kita gapai, mau tidak mau aku harus berenang di lumpur kegagalan terlebih dahulu, sebelum pada akhirnya menemukan makna dari kesuksesan yang kita miliki. 

Sebab bagaimanapun, apapun yang kita miliki akan berharga bila kita merasa memperjuangkannya, sampai suatu titik kita akan menarik napas panjang dan berkata…aku memang pantas mendapatkannya.



Share:

Senin, 04 Oktober 2021

“Sial”

 

Hari ini selepas penjas yang hanya memberikan materi, pak dosen Syarif Mubarak mengambil tempat pada jam 10.53 untuk mengajari kami Bahasa Inggris. Dan aku tidak mempermasalahkan semua itu, aku mempermasalahkan pelajaran.

Sedari dulu aku mempercayai bahwa sekolah adalah sejumput kekangan, terlebih dengan dosen yang selalu merasa bahwa diri mereka harus diikuti, mereka tidak pernah menganggap manusia sebagai manusia, melainkan seekor kambing yang bisa mereka tarik kemana-mana.

Share:

Kamis, 23 September 2021

Dari Hambamu Yang Capek


Aku berpikir bahwa Tuhan mungkin hanyalah kata, atau pelarian untuk menjawab hal yang tidak bisa diuntai manusia. Aku kadang skeptis akan kehidupan, kendati mengetahui ada begitu banyak orang baik di muka bumi ini, aku tetap skeptis.

Tadi malam aku memutuskan tidur tanpa sholat Isya terlebih dahulu, kubiarkan jiwa dan ragaku beristirahat dalam sunyinya malam dan membiarkan mereka yang menelponku hanya memeluk angin. Aku tidur begitu lelap sampai lupa bahwa aku sempat bermimpi, namun tidak berapa lama berlalu aku kembali terbangun dengan perasaan yang sama.

Aku terbangun pada jam satu malam, tepat jam satu. Ini tentu lucu kalau kita bawa ke ranah horor karena aku sempat menemukan cerita kalau ternyata ketika manusia terbangun tengah malam, maka sebenarnya ada makhluk dari dunia lain yang ingin berbincang dengan kita, jadi aku bisa membayangkan bahwa ketika itu sosok tersebut akan berdiri disamping kasur dan terus memandangiku dengan matanya yang merah darah.

Namun aku tidak mempercayai hantu, aku mempercayai jin, tapi untuk hantu, tidak. Namun mungkin karena hantu adalah sebutan untuk para jin usil yang mengganggu manusia, atau mungkin adalah jin yang memang jahat.

Jam satu tidak banyak yang bisa aku lakukan, malam begitu sunyi dan diluar begitu gelap, aku tidak menemukan apapun selain kesunyian yang merengkuh semesta, diluar sana bulir-bulir embun mungkin sedang berderap rapi menuju bumi, muncul satu persatu diantara daun-daun yang semakin menguning.

Dan aku belum sholat isya.

Sial memang, akan tetapi aku memilih untuk merebah dan menutup mata, kendati malam telah larut dan Tuhan selalu menunggu, namun mungkin aku merasa hamba yang tentu tidak dibutuhkan Tuhan, ada begitu banyak manusia yang bercerita malam ini, namun aku tidak bercerita, ada begitu banyak umat manusia berdosa yang membutuhkan Tuhan malam ini, tapi aku merasa tidak.

Sebenarnya begitu indah bila kita jatuh pada pelukan Tuhan, membiarkan Ia memeluk kita dengan Tangan tak kasatnya, atau mungkin kita berbaring diatas pangkuannya. Bukankah Tuhan selalu mengerti tentang hamba yang Ia ciptakan?

Namun duniaku terasa kosong seolah tiada satupun yang dapat menyentuhnya, bertanya dengan diri sendiri hanya menghasilkan ruang hampa tiada terkira, aku selalu bertanya apa aku akan jatuh cinta sehebat itu lagi? Namun bukan kepada manusia, melainkan kepadamu, Tuhan.

Aku memahami kita akan dipertemukan dengan orang-orang salah sebelum Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang benar, Tuhan hanya ingin kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang kita buat, belajar tentang keikhlasan, belajar untuk menjadi manusia yang manusiawi, akan tetapi aku tidak pernah menyadari sebab mungkin aku juga adalah kesalahan, atau mungkin selama ini aku tidak pernah manusawi.

Harus kuletakkan dimana hati, jika pada akhirnya orang yang aku cintai akan pergi dan mati? Aku tak bisa meletakkan hatiku pada-Mu, ia tidak pernah tumbuh, bahkan aku bingung bagaimana aku harus menumbuhkannya, kau berbicara melalui Al-Quran, kau berbicara melalui alam semesta dan aku kau ciptakan hati untuk membaca. Namun hati ini telah mengeras, perlahan-lahan, mungkin ia juga akan mengeluarkan-Mu dari tempatnya. Namun sungguh aku tak ingin, aku ingin engkau menetap, tidak dimanapun, tapi di hatiku.

Menyedihkan aku hanya dapat memeluk bayang-bayang, betapa menyedihkan selama ini aku selalu merasa sendiri kendati begitu banyak manusia baik yang engkau ciptakan di Bumi. Sebab mungkin hati ini lelah dengan ketentuan yang Kau ciptakan, ketentuan-ketentuan baik itu, aku lelah, Tuhan.

Dan aku kembali terlelap.

Kala itu jam tiga, aku terbangun kembali, kali ini berbeda, apakah aku merasa lebih baik? Aku tidak tahu, hal yang aku ketahui adalah aku masih hidup, paru-paruku memompa dan jantungku masih berdetak.

Aneh juga bagaimana aku bisa terbangun lagi, mungkin tubuhku tidak mau istirahat terlalu lama karena takut akan berkarat, atau mungkin hatiku perlu diisi oleh apapun atau siapapun, atau entahlah.

Mengingat hal ini ingatanku mengembara ke masa lalu saat aku kelas 4 SD, kala itu sore dan hangatnya mentari memeluk aku yang terbaring di berugak, mimpiku aku sedang bermain-main bersama Anggita Saputri, seorang perempuan manis yang begitu cantik bila rambutnya di pony. Dan tidak hanya itu, aku saat itu berada pada dua realitas, pada sebuah pelukan matahari yang hangat, dan realitas asli. Seekor lalat menempel di hidungku, tidak berhenti bergerak seolah ingin membangunkan aku dari mimpi itu.

Dan aku terbangun, aku tidak mengerti mengapa lalat itu tetap disana, seolah ingin memperingatkan aku akan sesuatu, belum sholat? Mungkin. Sampai aku bangun lalat itu tidak pergi, dan akhirnya aku bangun dan lalat itu lenyap bersama angin.

Aku menyerah, aku mengambil air wudhu, sholat Isya, sholat tahajud, lalu kemudian bercerita. Aku nggak lagi berdoa, aku hanya curhat, ingin Tuhan tahu apa yang kurasakan, lalu aku berdoa satu hal. Selepas itu aku hanya diam, tidak peduli apakah doaku atau apa yang kuceritakan tersampaikan atau tidak, tidak peduli lagi dengan banyak hal.

Aku suka bertanya, terkadang aku akan melepas imajiku seliar-liarnya menuju padang sabana yang penuh padang ilalang, terkadang aku melepasnya untuk terbang diantara cincin-cincin Uranus, terkadang aku hanya bertanya mengenai hal-hal yang tidak aku pahami, namun mungkin saat ini aku hanya bisa bertanya akan suatu hal:

Apa hari esok semuanya akan membaik?

Share:

Minggu, 22 Agustus 2021

Sajak Milad Hammasah

 

Milad Hammasah tinggal sebentar, aku tidur sampai sebuah telpon membangunkan aku, dan ternyata itu dari Yazid. Ia menyuruhku membuat kata-kata untuk Hammasah, sebuah sajak agar nanti kami tampilkan, dan Roid sebagai naratornya. Aku mengiyakan, dan aku tertidur kembali.

***

Sajak Milad Hammasah

Dua tahun telah berlalu semenjak kami berpisah, hangatnya kenangan yang kini mendingin, manisnya senyuman yang kini tidak lagi kudapatkan. Aku laksana planet pluto yang semakin jauh entah kemana, menjauhi matahari sejauh-jauhnya sampai lupa tujuanku apa.

Di tempat yang dingin ini, aku masih bisa mengingat bagaimana tawa kita membelah malam, bagaimana kita yang memperebutkan kursi dikelas, bahkan sampai bagaimana kita merayu bukde di dapur agar tidak menyantap lauk terong.

Aku juga mengingat bagaimana kita kucing-kucingan dengan ustadz, atau bagaimana kita saling mendelik dengan anak putri saat acara di pondok. Bukankah kenangan itu amerta? Abadi dalam lubuk hati sampai mencuat dalam alam mimpi?

Senyuman itu, kehangatan itu, sapaan itu, jauh dari kalian semua menjelma bias-bias kenangan sebab kita tidak lagi bersama. Namun bagaimana mungkin aku menyalahkan keadaan? Kita semua adalah secangkir kopi yang pernah hangat, namun kini dingin dalam pelukan senja.

Aku, kamu, kita…

Tapi kau tahu kawan? kini aku menyadari bahwa mungkin kita bukanlah hanya secangkir kopi yang menyambut pagi, kita mungkin adalah bintang di galaksi yang membara dan menghangatkan alam semesta.

Kita semua adalah mozaik Hammasah yang tersebar di penjuru galaksi, sebagian dari kita akan menempel pada bintang-bintang terjauh, atau pada bekunya samudera Pasifik. Namun percayalah kita akan kembali menjelma satu, menjadi kesatuan dan menciptakan Hammasah yang utuh.

Kita semua adalah serpihan Hammasah dengan makna dan cerita yang kita rangkai sendiri. Dan suatu saat nanti, percayalah akan ada masa aku dan kamu akan kembali bersama menembus pagi, kita akan kembali menjadi mozaik keindahan yang tiada duanya, namun sebelum itu aku dan kamu harus memiliki makna, membuat banyak cerita, mengetahui makna hidup, dan membuat keajaiban kita sendiri…

Kita adalah serpihan-serpihan Hammasah yang suatu saat nanti akan berkumpul kembali, dan sebab itu buatlah cerita yang indah dibawah panji marhalah ini, agar kita bisa bercerita sembari menyesapi kopi, menceritakan segala hal tentang hari ini….

Sampai suatu titik kita akan bertemu kembali, jadilah yang terbaik dari versimu sendiri…

Satu pesanku kawan, la golabata illal bi quwwah, wa la quwwata ilal bil jamaah, waanna yadallah maal jamaah.

La takhof

Wa La Tahzan

Innallah Maana.

***

Maghrib ini kami ngezoom menggunakan Google Meet, temanya adalah arti hidup, bagaimana kita bisa membangun makna untuk diri kita sendiri dan dunia. Seru juga ternyata bertemu dengan kawan-kawan seperjuangan semenjak kami terpisah, aku bahagia.

Inti yang dikatakan ustad Anshor dan ustadzah Wajhah sama, namun penerangan dari ustad Anshor menurutku lebih mengena dengan joke-jokenya, dan penerangan ustadzah Wajhah tentunya lebih mengena ke anak putri. Aku terkadang senyum sendiri ketika ustadzah Wajhah bertanya kepada kami dengan kata ya dibelakangnya, dan itu berulang ulang.

Ustadzah Wajhah membagi arti hidup menjadi tiga, menyelamatkan orang lain, menyelamatkan diri sendiri, dan… aku lupa satu, hehe. Seingatku menyelamatkan dunia.

Sementara ustad Anshori menjelaskan kepada kami bahwa arti hidup adalah bagaimana kita berarti bagi orang lain, dan menjadi makna untuk orang itu sendiri. Maaf kalau salah, hehe.

Farid di akhir kemudian berkata bahwa kita telah lupa akan hakikatnya seorang pemuda, itulah mengapa mereka mendobrak pemuda untuk menjadi ada, seperti Muhammad Al Fatih yang waktu 21 tahun menaklukan konstantinopel.

Farid juga sedang menyiapkan pondok impian bersama Naufal dan lain-lainnya, tempat mereka mencetak pemuda yang mereka impikan dan inginkan. Masa depan ada ditangan kita, juga ditangan anak-anak yang kini masih belum tumbuh, dan mereka harus kita pupuk dan beri air, hingga sampai suatu titik mereka menjadi pemuda yang sebenar-benarnya.

 

Share:

Manusia Yang Kalah Dalam Perjudian


Ibu menyuruhku membawakan kak Nah nasi dan lauk pauk, mungkin sudah beberpa kali kuceritakan siapa kak Nah itu. Iya, dia adalah keluargaku yang gila karena gagal dalam bisnis MLM. Saat itu juga bertepatan dengan milad Hammasah, jadi aku sedang membuat video bersama Yazid.

Aku menyalakan motor dan segera meluncur, disana aku menemukan kak Nah sedang di borgol. Kakinya terikat oleh sebuah rantai yang memanjang sampai ia tidak bisa kekamar mandi. Alhasil, ia menggunakan plastik untuk menampung beraknya sendiri.

Sedih aku melihat semua itu, ia hanya bisa terduduk tanpa kemana-mana dengan rantai yang menjuntai seperti gajah-gajah di India. Aku terdiam begitu lama disaat kak Nah mulai berbicara, kadang lucu juga bagaimana bahasa Sasak dan Indonesia bercampur menjadi satu, namun aku tidak bisa lama, jadi ia kusalami lalu aku peluk.

Dan ia menangis.

“Jangan peluk kakak” ucapnya sambil tersedu “Kakak jadi menangis”

Dan saat itu aku merasakannya. Aku bisa membayangkan bagaimana kau dirantai pada sebuah kamar, tidak bisa kemana-mana, tidak bebas melakukan apa-apa. Aku bisa merasakan kesedihan itu bagaimana orang akan menganggapmu aneh dan terdriskriminasi dari sosial.

Kak Nah kemudian menyuruhku untuk membeli obat di Puskesmas Kopang, dan aku segera beranjak kesana sembari membawa tiga toples jajan yang dimiliki kak Nah. Sudah lama aku tidak ketempat ini sampai aku lupa tempatnya dimana. Aku bahkan sampai bertanya pada orang-orang disamping jalan.

Dan sesampainya disana aku segera memarkir motor, turun dan berjalan melihat-lihat rumah sakit. Aku membutuhkan ini, ucapku dalam hati. Sebab pada bangsal-bangsal itu aku bisa merasakan jiwa sastraku menggelora untuk menciptakan nuansa horor dalam ceritaku nanti. Aku bisa merasakan bagaimana pembacaku akan bergidik membaca ceritaku, membuat mereka tidak bisa tidur semalaman.

Aku tidak menemukan seorangpun kecuali beberapa, ketika aku berjalan-jalan melewati bangsal-bangsal itu tiada kutemukan orang-orang sakit, seingatku dulu berbeda, tapi aku tidak berpikir banyak hal sebab yang aku inginkan adalah menikmati momen-momen itu, bagaimana aku bisa membuat kengerian melalui ceritaku.

Tiba-tiba ada yang menyahut dan aku berbalik hadap. Seorang pria dengan masker bewarna hitam berdiri didepanku, pakaiannya hijau, ia kemudian menanyaiku mengapa sebab ini adalah hari minggu dan minggu berarti libur. Dan mungkin ia berpikir aku ingin mencuri.

Aku mengatakan kepadanya bahwa ada pasien di Montong Gamang yang membutuhkan pertolongan, ia terkena mencret sampai bab nya bahkan berbentuk ingus. Pria itu langsung mengerti dan membawaku ke sebuah kursi, ia menulis banyak hal, sesekali bertanya dan aku menjawabnya.

Awalnya ia tidak mengerti namun aku mengatakan Dokter Linda. Dokter Linda sendiri adalah dokter yang menangani kak Nah dan si pria itu mulai mengerti. Namun permasalahannya ini adalah hari minggu dan ia membutuhkan izin untuk memberikan obat. Untungnya ada seorang dokter yang berjalan dan segera ia datangi, dokter itu sepertinya liburan sebab ia tidak menggunakan seragam melainkan batik. Dan dokter itu mengizinkan.

“Penyakit itu parah” ucap pria itu “Itu namanya muntaber”

Aku tidak tahu muntaber itu apa, yang jelas muntah berak, akan tetapi data kematian dan seberapa parahnya aku tidak tahu. Dokter itu menjelaskan pemakaian obat yang boleh dikonsumsi saat pagi dan maghrib, satu obatnya lagi parah juga sebab harus dikonsumsi kapanpun kita ke kamar mandi.

Selepas kerumah sakit aku segera kerumah Kenzhie sembari memberikan kue kak Nah. Kak As langsung menyembunyikan kue itu karena Kenzhie tidak boleh memakan apapun yang mengandung telur. Dan selepas itu aku kembali ke Montong Gamang untuk memberikan obat dan mengembalikan uang kak Nah yang ia berikan.

Aku pulang, meninggalkan rumah tua itu dan melajukan motorku. Aku sempat melihat orang gila juga, namun orang ini menggunakan motor, ia menggunakan helm namun ditempeli bola diatasnya, karena sembari naik motor aku tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana ia berpenampilan, tapi seingatku ia membawa selang yang disampir di lengannya. Namun aku tidak peduli, aku kembali melanjutkan motorku.

Semakin aku melajukan motor, aku semakin mengerti bahwa dunia itu laksana perjudian, kita bertaruh setiap hari, berharap menemukan yang terbaik pada  hari ini, namun pada suatu titik, kita kalah dan terjatuh, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ingin bangkit kembali, jatuh sedalam-dalamnya sampai tidak ada yang berani memeluk kecuali trauma.

***

Ketika aku telah memasukkan motor ke garasi malah ibuku menyuruh aku mengantar kelapa ke rumah kak As. Kak As memang membutuhkan kelapa untuk mengobati penyakitnya, dan sepertinya aku memang harus kesana.

Aku mengeluarkan motor kemudian beranjak pergi dari rumah, berbelok kiri pada pertigaan dan semakin melajukan motorku. Terkadang aku freestyle di jalanan dengan caraku sendiri, dan sesampainya disana aku langsung memberikan kelapa itu.

Anak-anak seperti biasa sedang bermain game, dan aku diabaikan, aku datang ke Kenzhie yang juga sedang bermain, namun aku berkata aku akan pulang, ia tidak mau, ditariknya tanganku agar aku ada disampingnya agar aku mau menontonnya bermain Dude Theft War. Namun aku berkata aku harus pulang.

Kak As menyuruhku membawa pisang, dan selain kak Desi ada juga nenek tua disana namun aku tidak tahu dia siapa. Ketika Kenzhie kusuruh masuk kekamar untuk mengambil handphone di Naufal, aku segera kabur namun diriku ditahu. Kenzhie menangis dan mengejar namun langkahnya tercekat oleh ibunya, ia meronta dan menangis keras, aku diam dan meminta ibunya untuk membiarkan aku membawanya.

“Pergi!” ucap kak As

Aku kemudian kembali menarik gas dan hanya suara Kenzhie yang terdengar. Aku sedih sekaligus bahagia. Aku sedih karena dia tidak bisa ikut denganku, namun aku juga bahagia bahwa ternyata masih ada orang yang menyayangiku, dan merasa bahwa aku tempatnya pulang.

Share: