Jumat, 20 Agustus 2021

Oh, Ternyata Bayi Diciptakan Untuk Itu…


Beberapa hari (17 Agustus 2021) yang lalu si Syafira membuka pintu kamar kemudian menyuruhku untuk menjaga adeknya, aku langsung berdiri dan berjalan menuju Hasbi yang sedang terbaring diatas kasur.

Hasbi masih menggeliat-liat ketika aku datang, matanya yang besar menatap langit-langit ruangan disaat kaki dan tangannya mencoba mencengkram sebuah bantal untuk dimasukkan kedalam mulutnya yang tak bergigi.

Aku menggodainya dan mencoba menggelitik sampai ia kemudian memegang jemariku dengan tangannya yang mungil, sesekali ia menatapku namun kemudian menoleh kembali kepada apa yang dikiranya menarik.

Aku tersenyum.

Pernahkah kau memegang seorang bayi mungil yang belum bicara?  Kulitnya yang lembut akan berpadu dengan kulitmu yang kasar, wajahnya yang imut dengan mata bulatnya akan sesekali menatap matamu. Tubuh mungilnya akan menggeliat-liat seolah ingin bergerak lebih banyak disertai suara ocehannya yang tidak kita tahu apa artinya.

Pernahkah kau merasakannya?

Jika pernah, kini aku merasakannya.

Ternyata tenang saat kita memiliki bayi, bagaimana makhluk kecil sepertinya sebenarnya telah mengajarkan kita suatu hal akan dunia ini. Sesekali cobalah lihat cara mereka menatap, begitu tulus tanpa ada sedikitpun beban, begitu nyaman seolah tidak ada hal lain yang bisa ia pikirkan.

Adanya bayi untuk setiap orang tentunya memiliki makna yang berbeda-beda, tapi hal yang aku percayai adalah adanya bayi membuat manusia untuk menjadi lebih baik dan bermakna. Adanya bayi membuat manusia mempunyai alasan untuk berjuang.

Ini tentu aneh bagaimana seorang bayi kecil mampu menggerakkan hati manusia yang dulunya malas menjadi seorang pekerja keras, manusia yang tidak berguna menjadi bermakna. Dan itu terjadi hanya karena seorang makhluk kecil yang lahir diantara kita.

Saya bahkan tidak pernah mengetahui bagaimana seorang bayi telah menjadikan umat manusia—setua apapun—untuk kembali menjadi seorang pemuda. Bayi menjadikan kita manusia yang kembali berjuang dan memiliki tujuan hidup, kendati dulu ketika kita masih muda hal tersebut terlupakan.

Hebat juga ternyata bagaimana suatu momentum lahirnya seseorang telah menjadikan kita seperti burung Phoenix yang terlahir kembali. Kita hidup begitu lama dan terombang ambing pada impian yang sudah kita pasrahkan.

Namun ketika ia datang, mimpi itu kembali lagi dan menjelma suatu penyesalan. Tentu hal itu juga adalah ajang untuk kembali mengejar mimpi itu kendati waktu telah lama berganti, namun apakah mimpi itu akan terkejar dengan sisa waktu yang ada itu kembali kepada manusia yang memiliki mimpi.

Lahirnya kita kembali mungkin adalah alasan agar kita memiliki cerita untuk diceritakan kepada anak kita nanti, dan membayangkan diri kita bukan siapa-siapa ketika kita telah memiliki bayi mungkin adalah hal yang menakutkan.

Anehnya juga adanya bayi telah menjadikan kita manusia yang begitu fokus dan terarah, bukankah sering kita menemukan banyak orangtua yang tertangkap polisi hanya karena ingin membuat anaknya bahagia?

Betapa lucunya mereka karena tidak bisa melihat resiko yang akan ditanggungnya, betapa malu keluarganya dan anak yang ia miliki jika itu terjadi. Dan anehnya lagi adalah betapa lucunya mereka fokus pada hal yang salah, bahkan terlalu yakin jika ia akan menang.

Seharusnya fokus ya ketika kita masih remaja, masih memiliki jiwa muda dan ambisius terhadap apa yang kita incar. Semestinya pada masa ini kita fokus, kita tidak mendengar omongan lain, kita tidak peduli dengan apa yang akan orang perlakukan kepada kita, kita hanya fokus melihat tujuan dan melupakan segenap masalah yang akan terjadi bahkan sampai tidak mengingat kegagalan kita nanti.

Namun apa? Mereka dewasa bukan pada tempatnya hingga mereka terjerumus dalam kefokusan yang konyol, lupa harga diri dan lupa rasa malu, ingin yang instan sampai lupa cara yang instan adalah cara tercepat untuk mendapatkan kehancuran.

Bayi ada untuk memberikan makna, namun mungkin banyak yang tidak tahu bagaimana menciptakan pemaknaan yang berarti sehingga hanya berkisaran pada permasalahan hidup dan bukan solusi untuk memecahkan masalahan hidup yang kita miliki.

Sebagai seorang anak, dan jika anda yang membaca ini adalah orangtua yang telah memiliki anak. Saya sebagai seorang anak tidak pernah menuntut anda untuk sekaya Deddy Corbuzier maupun sehebat Superman. Bagi saya anda adalah pahlawan itu sendiri, dan yang kami butuhkan hanyalah didikan dari kalian, lebih banyak perhatian, lebih banyak kasih sayang.

Ajari kami untuk mengetahui bahwa dunia hanyalah persinggahan dan bukan tentang uang semata, ajarkan kami tentang akhlak dan kejujuran adalah segalanya, ajarkan kami untuk menjadi manusia, ajarkan kami untuk menjadi apa yang seharusnya kami menjadi.

Mungkin nanti ketika kami mulai tumbuh kami akan dibanding-bandingkan dengan anak orang lain sampai kami tidak mempercayai potensi yang kami miliki dan bahkan sampai kami menguburkan impian kami pelan-pelan karena tidak sesuai dengan ekspektasi yang anda inginkan.

Jika suatu saat nanti anda menuntut kami terlalu tinggi, ketahuilah pada suatu titik kami pernah menjadi seorang bayi yang menatap dunia tanpa pernah tahu apa-apa, dan anda berada disamping kami untuk menceritakan tentang indahnya dunia, anda merawat kami begitu berharga seolah saya adalah alasan baru untuk anda berjuang untuk kedua kalinya.

Jika suatu saat nanti ekspektasi anda terhadap kami tidak pernah terpenuhi, ketahuilah bahwa kami akan selamanya menjadi anak anda sebab kami berasal dari dari darah anda, tulang ini berasal dari anda, kulit, mata, bahkan sampai sum-sum kami juga berasal dari anda.

Lalu ketika anda menghina kami bukankah sebenarnya anda sedang menghina diri anda sendiri karena gagal mendidik kami menjadi orang yang baik?

Pada suatu titik kami pernah menjadi bayi, menggeliat dengan bola mata kami yang indah, memasukkan apa yang bisa tangan mungil kami jangkau, mengoceh walau tidak pernah ada yang mengerti apa yang kami ucapkan, menatap anda dengan pandangan yang tulus tanpa pernah menginginkan anda menjadi siapapun.

Sebab yang kami inginkan, tolong jadilah ayah dan ibu kami, sebab dengan begitu engkau akan selamanya pahlawan dan tidak akan pernah mampu dibayar dengan segunung berlian.

Ah, indahnya andai aku bisa menjadi bayi kembali….

Share:

Selasa, 20 Juli 2021

Bye Food Killer

 

Idul Adha. Lucu karena ada seekor kambing yang masih mau ngewe sama kambing disampingnya, sapi yang akan segera disembelih, orang orang yang berkerumun, dan polisi yang nyalakan klakson.

Malam saat menulis ini, hatiku hancur karena tulisan Food Killer ku hilang setengah, sekarang hanya 5 halaman. Kambing!

Share:

Senin, 19 Juli 2021

Ampenan Bersama Eka

 

Aku ke pondok sama Eka, terus ke pantai ampenan. Kami berdua emang rada-rada kampret sih sebenarnya, dan lagipula tingkah laku kami juga tidak terlalu banyak berubah. Eka juga berkata seperti itu.

Hal yang kampret disini adalah bahwasanya kami ugal-ugalan, saat menggunakan motornya aku kelilipan dan hampir jatuh.

“Sumpah Zis kamu nggak bia pake motor ini? Kalau kita jatuh disini Zis, kita akan jatuh konyol!”

“Ntar dulu woy, mataku kelilipan”

Tapi motor adalah hal yang mudah, dan santuy aja. Semua aman kok, tidak ada yang jatuh, tidak ada satupun orang yang ditabrak, dan lagipula, eka juga udah sembunyiin anak orang yang nggak sengaja kami lindas kok, ups!

Share:

Minggu, 18 Juli 2021

Aku Juga Lupa Lombanya Apa


Jika pada malam minggu maka orang-orang akan menjalin kasih dengan sesamanya, aku malah menjalin kasih dengan lomba yang batasnya malam ini. Akhirnya sebelum 17 Juli menutup umur, aku segera mengirim karyaku.

Dan btw, aku lupa lombanya apa wkwkwkkwkw. 

Share:

Kamis, 15 Juli 2021

Apocalypse

 

Mataku tiba-tiba sakit tadi malam jadi aku meminta Upa untuk menelponku jam 9 disaat aku beristirahat sejenak. Namun tidak ada telpon sama sekali sampai hapeku berdering pada jam 3 dan ternyata itu adalah alarm untuk sholat tahajud.

Namun daripada membahas hal itu, aku ingin membahas mimpiku tadi malam yang begitu aneh tentang serangan zombie yang menyerang kota, beberapa kali aku adu tembak dengan zombie itu sebab ia juga bisa menggunakan senjata, shotgun tepatnya.

Bagiku virus ini aneh, sama seperti mimpiku beberapa minggu sebelumnya yang bertemakan sama, namun yang ini zombienya bisa berpikir sementara minggu kemarin zombienya digunakan untuk bermain film namun sayang ternyata zombienya asli dan dibuat menggunakan gas bewarna hijau.

Mengenai mimpi ini, aku masih berada pada strata hidup yang serupa, aku hidup sebagai mahasiswa dan anehnya ternyata teman kelasku adalah anak Hammasah dimana guru kami ustad Thaisir. Kakakkku, Desi juga ikut kuliah sehingga di mimpi itu aku menemaninya untuk menutupi nilainya yang kurang, aku duduk di kursi dan seketika banyak orang-orang asing yang tidak kukenal, duduk membuat lingkaran. Bagiku mereka ingin aku pergi, namun aku tetap diam disana, mereka mungkin preman di sekolah itu, dan aku bukan siapa-siapa. Dan ujung-ujungnya, kami berteman.

Tapi bagiku di mimpi ini, aku bukan pemeran utamanya, pemeran utamanya adalah seorang sebayaku yang aku lupa namanya siapa (Hasbi, Hasfi, Harbi), tapi seingatku namanya Hasfi. Bayangkan saja kalau ternyata zombie itu adalah kutukan dari para dewa, sehingga si Hasfi harus melawan para dewa. Anjay sih, karena ini sama seperti God of War. Dan akhirnya Hasfi bersama seorang perempuan yang kulupa namanya pergi bersama untuk melawan dewa tersebut, aku ikut sebagai penonton, pemberi nasehat, namun ketika mereka bertarung, aku tidak ikut, hehe. Ya iyalah aku nggak ikut karena itu aturannya.

Puncaknya adalah si Hasfi harus melawan raksasa ditengah lautan, yap, benar, ditengah lautan. Bahkan ditengah lautan itu air hanya sampai ke pahanya dimana si Hasfi harus melawannya sendiri karena perempuan yang bersamanya sedang sakit. Sedangkan aku? Aku dari jauh hanya berteriak teriak cara untuk mengalahkannya.

Raksasa itu berkata “Aku ingin pukulanmu melayangkan aku ke hadapan Zeus”

Anjay, bener nih, mimpi referensi God Of War, kratos botak mana nih? Haloo? Apa sudah bereingkarnasi jadi Deddy Corbuzier?

Bagiku sendiri cara terbaik untuk melawan adalah dengan cara menggunakan tali pengait, lalu memukul-mukulnya. Namun aku juga pesimis karena raksasa itu terbuat dari kulit kayu yang keras dan batu-batu, memukulnya bisa membuat tangan berdenyut-denyut.

Kampretnya adalah ending dari mimpi ini aneh banget, well itu sih gara-gara ulahku yang memberitahu orang-orang untuk menonton pertarungan mereka. Akhirnya jadi dah tuh kami nobar bareng orang berantem sama Raksasa. Dan tahu endingnya? Ternyata endingnya adalah raksasa itu kata kakakku kecapean, sehingga kalau kita kasih makan poteng maka dia bisa tertidur. Dan kampretnya lagi adalah, raksasa itu tidak pernah merasakan masakan manusia, apalagi yang namanya poteng, jadi dia merubah dirinya menjadi ukuran manusia, seperti ukuran anak-anak untuk melawan Hasfi, namun Hasfi terus menghindar.

Dan disitulah kami merayu dengan makan poteng banyak-banyak sehingga mata raksasa itu jadi berbinar-binar, dan akhirnya raksasa itu datang, memakan poteng itu dan ceritanya tamat karena aku terbangun karena alarm.

Anjay sih, baru kali ini aku lihat raksasa kalah sama poteng, apa ada yang lebih aneh lagi?

Oh ya, btw pagi ini aku bikin blunder karena air mesin cuci ngalir ke lantai, aku salah karena awalnya aku masuk ke kamar mandi dan ternyata lupa menaruhnya lagi ketika aku keluar.

 

Share:

Rabu, 14 Juli 2021

Biskuit Itu Bernama Regal

 

Megan membangunkanku sekitar jam 3 shubuh melalui telpon via Whatsapp sehingga handphone yang aku gantung berdering sangat kencang, aku bahkan tidak tahu kalau deringannya menyita segenap mimpiku yang aneh.

Aneh? Ya benar aneh. Aku mempercayai bahwa alam mimpi ada pada otak alam bawah sadar manusia, dan aku tidak menyangka mengapa mimpiku bisa seperti itu padahal aku orangnya aneh. Tidak bisakah hanya aku yang aneh tapi bukan mimpiku? Hah, aneh.

Tapi aku tidak main-main, sayangnya ketika aku menulis artikel ini aku telah melupakan mimpi itu, namun aku yakin ada kaitannya dengan permainan Mobile Legend, entah disana ada Arya, Yazid, dan si Roid, atau mungkin ada dia disana sehingga perasaanku ketika aku terbangun meninggalkan bekas luka.

Tapi btw, Megan memang baik, jadi aku bangun sejenak dan melihat jam yang menunjukkan jam tiga, aku ingin mandi, namun sejenak aku merebahkan diri dikasur dan setan-setan mulai memainkan piano dan harpa, yang lain bermain suling dan yang satu lagi masih ada di Jakarta karena dia tipe setan yang buta map.

Share:

Sabtu, 19 Juni 2021

Hilang Rasa

 

Tuhan, kenapa aku masih hidup? Kau Yang Maha Benar, Kau Yang Menyingkap Keburukan, mengapa? Bukankah begitu mudah kau hanya bilang Kun, maka aku akan tiada? Bukankah kau bisa melakukannya? Mengapa kau tak bunuh aku saja? Bunuh aku dengan ucapanmu, kau hanya perlu berkata Kun, hanya itu, Ya Allah, kenapa? Harus berapa kali sujud ya Allah, harus berapa kali aku rukuk, membungkuk menghadap kiblat yang engkau tetapkan, harus berapa kali lagi?

Aku pasrah ya Allah, aku cuma ingin tiada, hanya itu.

Hari ini Sabtu, dunia berjalan seperti biasa, aku bangun jam 3 karena Upa, akan tetapi kemudian aku tidur lagi, yah, kind of fuck, bajingan emang, padahal aku hanya ingin memulai hariku lebih awal, mengejar impianku lebih awal, namun aku kalah, aku kalah, kalah, kalah, kalah, kalah dan kalah, ah, aku memang pecundang, bangun jam segitu aja aku nggak bisa, bagaimana mungkin aku bisa membangunkan semangat negeri?

Namun yang paling parah adalah hari disaat mulai benderang, siang menjelang, dan ibuku menelpon kak Ninin, kak Ninin saat itu mau pergi jalan jalan sama temannya, Novi, terlebih karena anaknya selalu menangis di rumah.

Dan setelah itu, ia menelpon kak Ali, ibuku sampai sesenggukan karena yang terjadi pada mereka. Dan aku juga ikutan sedih, aku membenci kak Ali, padahal dulu aku menyukainya saat aku masih kecil, namun sekarang, respect itu telah tiada, dan tidak lagi kutemukan rasa hormatku kepadanya.

Aku membencinya, sangat.

Dan kesedihanku meluap ketika aku melihat lebih dekat wajah ibuku, kulihat wajahnya yang penuh kerutan, warna hitam dibawah kelopak matanya menjadi tanda bahwa ia tidak bisa tertidur sepanjang malam, semua karena masalah kak Ali ini, iblis! Aku benci keadaan ini, aku benci karena aku tidak bisa merubah apapun, dan semakin membenci keadaan ketika aku menemukan fakta yang lebih menyakitkan daripada hal ini. Ya, benar, aku telah ditipu.

Ibuku bercerita banyak siang itu, tentang ayahku, tentang kehidupan yang kita jalani, lalu melakukan perbandingan dengan kak Ali. Ayahku orangnya teliti, sangat teliti dalam manajemen keuangan, kehebatannya bisa dilihat dari apa yang telah dibangun, dua rumah, dilakukannya sendiri, dipikirkannya sendiri, kami tidak tahu apa-apa dan seketika rumah ini dan itu bisa berdiri dengan gagahnya, menjadi tempat kita tinggal.

Ayahku sampai bisa menangkap tanah dengan harga 100 juta, melakukan kerjasama dengan keluargaku yang berada di Mentinggo. Akhirnya, kami makan lewat sana, ketika musim padi, kami akan mendapat keuntungan beras untuk kami makan, dan ketika musim tembakau, yang mendapat keuntungan adalah keluargaku yang ada di Mentinggo.

Ayahku hanya pensiunan, kesehatannya memburuk karena masalah ini, masalah yang sebenarnya telah merasuk kedalam akar-akar terdalam suatu pondasi keluarga, seperti belatung, ia awalnya hanyalah benih larva yang semakin membesar dan dewasa, kemudian semakin membusuk karena luka itu semakin ditinggali belatung-belatung yang kelaparan, dan keadaan semakin memburuk dan memburuk.

Ayahku hanya memiliki gaji 4 Juta untuk satu bulan, satu bulan, 4 juta. Aku menanyakan tentang tunggangan dari pemerintah, dan aku semakin sakit hati karena ternyata tunggangan itu hanyalah kefanaan, aku berpikir bahwa kuliahku akan gratis, aku berpikir bahwa apa yang dikatakan orangtuaku dulu adalah benar, namun ternyata, semua adalah kekosongan.

Aku ingin mengabdi ayah!

Iya, tapi jika kamu mengabdi maka tunjangan itu tidak dapat diambil. Lebih baik kamu langsung kuliah, sebab dengan begitu maka nantu kuliahmu bisa gratis.

Saat itu aku pada akhirnya mengiyakan, mengira bahwa bahwasanya tunjangan itu setidaknya tidak akan lagi membuat aku menjadi beban keluarga, namun ternya semua adalah omong kosong, sebab pada faktanya kuliah gratis itu hanya ilusi yang diciptakan orangtuaku.

Aku dibohongi oleh orang yang sangat aku percayai, dan aku sekarang baru tahu bahwa aku telah mengorbankan pengabdianku di pondok hanya untuk uang 200.000 rp.

Benar, mimpiku ternyata hanya seharga 200 ribu.

Share: