Selasa, 20 Juli 2021

Bye Food Killer

 

Idul Adha. Lucu karena ada seekor kambing yang masih mau ngewe sama kambing disampingnya, sapi yang akan segera disembelih, orang orang yang berkerumun, dan polisi yang nyalakan klakson.

Malam saat menulis ini, hatiku hancur karena tulisan Food Killer ku hilang setengah, sekarang hanya 5 halaman. Kambing!

Share:

Senin, 19 Juli 2021

Ampenan Bersama Eka

 

Aku ke pondok sama Eka, terus ke pantai ampenan. Kami berdua emang rada-rada kampret sih sebenarnya, dan lagipula tingkah laku kami juga tidak terlalu banyak berubah. Eka juga berkata seperti itu.

Hal yang kampret disini adalah bahwasanya kami ugal-ugalan, saat menggunakan motornya aku kelilipan dan hampir jatuh.

“Sumpah Zis kamu nggak bia pake motor ini? Kalau kita jatuh disini Zis, kita akan jatuh konyol!”

“Ntar dulu woy, mataku kelilipan”

Tapi motor adalah hal yang mudah, dan santuy aja. Semua aman kok, tidak ada yang jatuh, tidak ada satupun orang yang ditabrak, dan lagipula, eka juga udah sembunyiin anak orang yang nggak sengaja kami lindas kok, ups!

Share:

Minggu, 18 Juli 2021

Aku Juga Lupa Lombanya Apa


Jika pada malam minggu maka orang-orang akan menjalin kasih dengan sesamanya, aku malah menjalin kasih dengan lomba yang batasnya malam ini. Akhirnya sebelum 17 Juli menutup umur, aku segera mengirim karyaku.

Dan btw, aku lupa lombanya apa wkwkwkkwkw. 

Share:

Kamis, 15 Juli 2021

Apocalypse

 

Mataku tiba-tiba sakit tadi malam jadi aku meminta Upa untuk menelponku jam 9 disaat aku beristirahat sejenak. Namun tidak ada telpon sama sekali sampai hapeku berdering pada jam 3 dan ternyata itu adalah alarm untuk sholat tahajud.

Namun daripada membahas hal itu, aku ingin membahas mimpiku tadi malam yang begitu aneh tentang serangan zombie yang menyerang kota, beberapa kali aku adu tembak dengan zombie itu sebab ia juga bisa menggunakan senjata, shotgun tepatnya.

Bagiku virus ini aneh, sama seperti mimpiku beberapa minggu sebelumnya yang bertemakan sama, namun yang ini zombienya bisa berpikir sementara minggu kemarin zombienya digunakan untuk bermain film namun sayang ternyata zombienya asli dan dibuat menggunakan gas bewarna hijau.

Mengenai mimpi ini, aku masih berada pada strata hidup yang serupa, aku hidup sebagai mahasiswa dan anehnya ternyata teman kelasku adalah anak Hammasah dimana guru kami ustad Thaisir. Kakakkku, Desi juga ikut kuliah sehingga di mimpi itu aku menemaninya untuk menutupi nilainya yang kurang, aku duduk di kursi dan seketika banyak orang-orang asing yang tidak kukenal, duduk membuat lingkaran. Bagiku mereka ingin aku pergi, namun aku tetap diam disana, mereka mungkin preman di sekolah itu, dan aku bukan siapa-siapa. Dan ujung-ujungnya, kami berteman.

Tapi bagiku di mimpi ini, aku bukan pemeran utamanya, pemeran utamanya adalah seorang sebayaku yang aku lupa namanya siapa (Hasbi, Hasfi, Harbi), tapi seingatku namanya Hasfi. Bayangkan saja kalau ternyata zombie itu adalah kutukan dari para dewa, sehingga si Hasfi harus melawan para dewa. Anjay sih, karena ini sama seperti God of War. Dan akhirnya Hasfi bersama seorang perempuan yang kulupa namanya pergi bersama untuk melawan dewa tersebut, aku ikut sebagai penonton, pemberi nasehat, namun ketika mereka bertarung, aku tidak ikut, hehe. Ya iyalah aku nggak ikut karena itu aturannya.

Puncaknya adalah si Hasfi harus melawan raksasa ditengah lautan, yap, benar, ditengah lautan. Bahkan ditengah lautan itu air hanya sampai ke pahanya dimana si Hasfi harus melawannya sendiri karena perempuan yang bersamanya sedang sakit. Sedangkan aku? Aku dari jauh hanya berteriak teriak cara untuk mengalahkannya.

Raksasa itu berkata “Aku ingin pukulanmu melayangkan aku ke hadapan Zeus”

Anjay, bener nih, mimpi referensi God Of War, kratos botak mana nih? Haloo? Apa sudah bereingkarnasi jadi Deddy Corbuzier?

Bagiku sendiri cara terbaik untuk melawan adalah dengan cara menggunakan tali pengait, lalu memukul-mukulnya. Namun aku juga pesimis karena raksasa itu terbuat dari kulit kayu yang keras dan batu-batu, memukulnya bisa membuat tangan berdenyut-denyut.

Kampretnya adalah ending dari mimpi ini aneh banget, well itu sih gara-gara ulahku yang memberitahu orang-orang untuk menonton pertarungan mereka. Akhirnya jadi dah tuh kami nobar bareng orang berantem sama Raksasa. Dan tahu endingnya? Ternyata endingnya adalah raksasa itu kata kakakku kecapean, sehingga kalau kita kasih makan poteng maka dia bisa tertidur. Dan kampretnya lagi adalah, raksasa itu tidak pernah merasakan masakan manusia, apalagi yang namanya poteng, jadi dia merubah dirinya menjadi ukuran manusia, seperti ukuran anak-anak untuk melawan Hasfi, namun Hasfi terus menghindar.

Dan disitulah kami merayu dengan makan poteng banyak-banyak sehingga mata raksasa itu jadi berbinar-binar, dan akhirnya raksasa itu datang, memakan poteng itu dan ceritanya tamat karena aku terbangun karena alarm.

Anjay sih, baru kali ini aku lihat raksasa kalah sama poteng, apa ada yang lebih aneh lagi?

Oh ya, btw pagi ini aku bikin blunder karena air mesin cuci ngalir ke lantai, aku salah karena awalnya aku masuk ke kamar mandi dan ternyata lupa menaruhnya lagi ketika aku keluar.

 

Share:

Rabu, 14 Juli 2021

Biskuit Itu Bernama Regal

 

Megan membangunkanku sekitar jam 3 shubuh melalui telpon via Whatsapp sehingga handphone yang aku gantung berdering sangat kencang, aku bahkan tidak tahu kalau deringannya menyita segenap mimpiku yang aneh.

Aneh? Ya benar aneh. Aku mempercayai bahwa alam mimpi ada pada otak alam bawah sadar manusia, dan aku tidak menyangka mengapa mimpiku bisa seperti itu padahal aku orangnya aneh. Tidak bisakah hanya aku yang aneh tapi bukan mimpiku? Hah, aneh.

Tapi aku tidak main-main, sayangnya ketika aku menulis artikel ini aku telah melupakan mimpi itu, namun aku yakin ada kaitannya dengan permainan Mobile Legend, entah disana ada Arya, Yazid, dan si Roid, atau mungkin ada dia disana sehingga perasaanku ketika aku terbangun meninggalkan bekas luka.

Tapi btw, Megan memang baik, jadi aku bangun sejenak dan melihat jam yang menunjukkan jam tiga, aku ingin mandi, namun sejenak aku merebahkan diri dikasur dan setan-setan mulai memainkan piano dan harpa, yang lain bermain suling dan yang satu lagi masih ada di Jakarta karena dia tipe setan yang buta map.

Share:

Sabtu, 19 Juni 2021

Hilang Rasa

 

Tuhan, kenapa aku masih hidup? Kau Yang Maha Benar, Kau Yang Menyingkap Keburukan, mengapa? Bukankah begitu mudah kau hanya bilang Kun, maka aku akan tiada? Bukankah kau bisa melakukannya? Mengapa kau tak bunuh aku saja? Bunuh aku dengan ucapanmu, kau hanya perlu berkata Kun, hanya itu, Ya Allah, kenapa? Harus berapa kali sujud ya Allah, harus berapa kali aku rukuk, membungkuk menghadap kiblat yang engkau tetapkan, harus berapa kali lagi?

Aku pasrah ya Allah, aku cuma ingin tiada, hanya itu.

Hari ini Sabtu, dunia berjalan seperti biasa, aku bangun jam 3 karena Upa, akan tetapi kemudian aku tidur lagi, yah, kind of fuck, bajingan emang, padahal aku hanya ingin memulai hariku lebih awal, mengejar impianku lebih awal, namun aku kalah, aku kalah, kalah, kalah, kalah, kalah dan kalah, ah, aku memang pecundang, bangun jam segitu aja aku nggak bisa, bagaimana mungkin aku bisa membangunkan semangat negeri?

Namun yang paling parah adalah hari disaat mulai benderang, siang menjelang, dan ibuku menelpon kak Ninin, kak Ninin saat itu mau pergi jalan jalan sama temannya, Novi, terlebih karena anaknya selalu menangis di rumah.

Dan setelah itu, ia menelpon kak Ali, ibuku sampai sesenggukan karena yang terjadi pada mereka. Dan aku juga ikutan sedih, aku membenci kak Ali, padahal dulu aku menyukainya saat aku masih kecil, namun sekarang, respect itu telah tiada, dan tidak lagi kutemukan rasa hormatku kepadanya.

Aku membencinya, sangat.

Dan kesedihanku meluap ketika aku melihat lebih dekat wajah ibuku, kulihat wajahnya yang penuh kerutan, warna hitam dibawah kelopak matanya menjadi tanda bahwa ia tidak bisa tertidur sepanjang malam, semua karena masalah kak Ali ini, iblis! Aku benci keadaan ini, aku benci karena aku tidak bisa merubah apapun, dan semakin membenci keadaan ketika aku menemukan fakta yang lebih menyakitkan daripada hal ini. Ya, benar, aku telah ditipu.

Ibuku bercerita banyak siang itu, tentang ayahku, tentang kehidupan yang kita jalani, lalu melakukan perbandingan dengan kak Ali. Ayahku orangnya teliti, sangat teliti dalam manajemen keuangan, kehebatannya bisa dilihat dari apa yang telah dibangun, dua rumah, dilakukannya sendiri, dipikirkannya sendiri, kami tidak tahu apa-apa dan seketika rumah ini dan itu bisa berdiri dengan gagahnya, menjadi tempat kita tinggal.

Ayahku sampai bisa menangkap tanah dengan harga 100 juta, melakukan kerjasama dengan keluargaku yang berada di Mentinggo. Akhirnya, kami makan lewat sana, ketika musim padi, kami akan mendapat keuntungan beras untuk kami makan, dan ketika musim tembakau, yang mendapat keuntungan adalah keluargaku yang ada di Mentinggo.

Ayahku hanya pensiunan, kesehatannya memburuk karena masalah ini, masalah yang sebenarnya telah merasuk kedalam akar-akar terdalam suatu pondasi keluarga, seperti belatung, ia awalnya hanyalah benih larva yang semakin membesar dan dewasa, kemudian semakin membusuk karena luka itu semakin ditinggali belatung-belatung yang kelaparan, dan keadaan semakin memburuk dan memburuk.

Ayahku hanya memiliki gaji 4 Juta untuk satu bulan, satu bulan, 4 juta. Aku menanyakan tentang tunggangan dari pemerintah, dan aku semakin sakit hati karena ternyata tunggangan itu hanyalah kefanaan, aku berpikir bahwa kuliahku akan gratis, aku berpikir bahwa apa yang dikatakan orangtuaku dulu adalah benar, namun ternyata, semua adalah kekosongan.

Aku ingin mengabdi ayah!

Iya, tapi jika kamu mengabdi maka tunjangan itu tidak dapat diambil. Lebih baik kamu langsung kuliah, sebab dengan begitu maka nantu kuliahmu bisa gratis.

Saat itu aku pada akhirnya mengiyakan, mengira bahwa bahwasanya tunjangan itu setidaknya tidak akan lagi membuat aku menjadi beban keluarga, namun ternya semua adalah omong kosong, sebab pada faktanya kuliah gratis itu hanya ilusi yang diciptakan orangtuaku.

Aku dibohongi oleh orang yang sangat aku percayai, dan aku sekarang baru tahu bahwa aku telah mengorbankan pengabdianku di pondok hanya untuk uang 200.000 rp.

Benar, mimpiku ternyata hanya seharga 200 ribu.

Share:

Kamis, 17 Juni 2021

Tolong Dikondisikan Pak!

 

Apes! Mungkin itu adalah satu-satunya kata yang bisa menunjukkan perasaan hatiku saat ini, sebab bagaimana tidak? Aku di PHP dosen Tafsir Tharbawy, pak Ridwan. Pun aku sendiri tidak tahu mengapa, namun yang jelas, aku sakit hati.

Ini bermula pada awalnya ketika aku sebagai ketua Kosma kelas E, memutuskan untuk segera menghubungi pak dosen Tafsir Tharbawy guna mendapatkan pemberitahuan segera mengenai kapan UAS Tafsir Tharbawy. Pun aku telah memberitahu Syaid akan hal ini dan kami berdua berencana melakukan penyergapan kerumah pak dosen seperti agen FBI, dan dari hal ini, aku bisa membayangkan kalau pak dosen sedang mengajar dirumah, dan tiba-tiba:

Aku : FBI OPEN THE DOOR!

Syaid segera menangkap pak dosen sembari menodong dengan senjata api AK-47[1], menutup kepalanya pake karung, lalu menyeretnya ke tempat tertutup. Sumpah deh, aku jadi nggak tahu perbedaan agen FBI sama maling ayam.

Namun aku berinisiatif menghubungi pak dosen via WA walau memang si Megan, Wakosma kelas E yang baik hati dan tidak sombong itu telah memberitahu bahwa ia orangnya anti online dan tidak suka dihubungi, bagi Megan, pak Dosen lebih baik langsung digrebek dirumahnya, dan hal ini membuatku curiga bahwa Megan adalah orang yang pro dalam menemukan orang selingkuh, hal ini tentunya menjadi pertimbangan dalam dunia pernikahan karena aku berpikir seperti ini:

Pikiran itu telah dihapus.

Ya, lebih baik tidak memikirkan Megan yang tidak-tidak.

Kembali ke pak dosen, pak dosen ternyata membalas WA milikku dan mengatakan bahwa ia bisa ditemui saat pagi di kampus, pun aku segera memberitahu Syaid dan Megan akan hal ini, dan ia si Megan hanya mengatakan bahwa aku orangnya nekat, sementara si Syaid dana aku akhirnya membuat rencana pertemuan dengan dosen.

Namun yang menjadi titik masalah adalah karena pak dosen berkata bahwa ia bisa ditemui besok pagi di LPM, dan karena aku orangnya kurang update masalah kampus, akhirnya aku bertanya kepada si Syaid dan orang-orang yang memantau status mengenai kepanjangan LPM.

Ada hal yang membuat aku terpaksa bertanya, hal itu karena aku percaya bahwa LPM memiliki arti Laporan Pertangggungjawaban, dan M pada huruf terakhir mungkin memiliki Menantu. Jadi LPM adalah Laporan Pertanggungjawaban Menantu.

Bagaimana konsepnya? Aku datang kerumah pak dosen, pak dosen menungguku dengan membawa putrinya yang cantik jelita plus menggunakan cadar, kami berdua dinikahkan, dan yeay! Happy Ending!

Dan jawaban pak dosen itu juga telah membuatku mendapatkan suatu blunder, ini sih gara-gara Syaid. Jadi awalnya si Syaid berkata bahwa dia berasal dari Lotim, namun Megan berkata bahwa ia berasal dari Narmada, dan karena mereka berdua tidak kuketahui mana yang lebih shahih perkataannya, aku segera mencari jalur lain, yaitu mencari Kosma yang dekat dengan kampus.

Setelah kutanya Syaid, ia berkata bahwa Fitri adalah mahasisiwi yang berasal dari Ampenan, aku segera mencari kontaknya di WA dan menanyakan si Syaid siapa yang benar.

“Ini aku punya beberapa kontak, si Fitri PMII, dan Nurul Fitriana PMII”

“itu tuh si Nurul Fitriana PMII”

Akhirnya aku mengechat si Nurul Fitriana dan kampretnya, itu bukan dia, itu adalah atasanku di PMII, kampret emang, padahal aku sampai bilang woy ke beliau. Akhirnya, guna meredam kekacauan yang terjadi, aku langsung menyebut kak padanya, menanyakan apa pelajaran saat semester 3 dan empat, dan membuatku semakin khawatir karena ternyata pada semester itu pelajaran Matematika semakin ada, apalagi kalau pelajaran matematika telah mulai berbasis bahasa Inggris, yang kata kakak itu, harus ditranslate dulu agar bisa dipelajari.

Karena kejadian ini, aku langsung memarahi Syaid dan dia tertawa, dia mengatai aku fakboy dan akhirnya mengirimiku nomer yang benar, dan akhirnya, terjadilah percakapan aku dengan si Nurfitria, kosma kelas A.

Nurfitria berasal dari Ampenan, itu kata Syaid, dan taktik kami akhirnya dapat terlaksana dengan baik, yaitu dengan cara si Nurfitria akan datang terlebih dahulu guna menunggu dosen, terlebih agar ia tidak di prank sama pak dosen yang belum kita ketahui sifat dan wujudnya.

Aku akhirnya terjebak pada chat bersama si Nurul Fitriana juga si Nurfitria, si Fitria berkata bahwa dia kenal aku saat keakraban, mengatakan bahwa aku pernah berkata kating kami adalah tanda-tanda akhir zaman, namun aku tidak mengingatnya dengan baik, dan begitulah…

Paginya aku bangun, membawa buku bahasa Arab dan Tafsir Tharbawy, aku segera menuju ke kampus dan untungnya pak dosen belum sampai, beliau bilang akan datang nanti karena saat ini beliau sedang menuju ke MAN 1 Mataram.

Aku menuju ke gedung PGMI, mencari LPM namun tidak kutemukan sedikitpun tulisan yang berkata LPM, aku juga tidak menemukan menantu pak dosen yang menggunakan cadar, calon istriku hehehehehehe.

Dan waktu pun berjalan, Syaid datang, ia menyuruhku datang ke akademik dan disana, mereka berdua telah menunggu. Syaid seperti biasa, cool dan Nurfitria, cantik. Nurfitria adalah perempuan yang menggunakan cadar, jadi aku hanya bisa menatap matanya tanpa tahu bagaimana rupa wajah aslinya. Memang dulu aku pernah lihat, tapi lupa, dan bagiku, perempuan sebaiknya tetap misteri sampai ia menjadi milik suami.

Kami berbicara sepanjang jalan, dan semakin lama, aku merasa semakin menjadi nyamuk diantara mereka. Aku sampai khawatir apakah Syaid membawa obat nyamuk dengan melihat pergerakan tangannya, namun untungnya, tidak ada. Nurfitria juga nampaknya tidak membawa benda yang berbahaya, maksudku, bisa saja ia tiba-tiba membuka cadar dan ternyata ada obat nyamuk diantara giginya, seketika ia bersalto di udara dan melemparkan aku obat nyamuk yang berputar seperti shuriken.

Namun tidak apa-apa, semua aman terkendali, imajinasiku saja yang tidak. Setelah aku berani bertanya, kami menemukan LPM dimana, tempatnya cukup jauh jika kami berjalan sambil merangkak, akhirnya kami memutuskan mengambil motor dan segera menuju kesana.

Disana cukup canggih, ada lift yang akan membawa kita pada lantai ketiga, dan sebenarnya, aku takut lift, aku takut benda yang tiba-tiba bergerak, aku takut ketinggian, dan banyak hal yang kutakuti, namun menurutku, tidak ada yang lebih menakutkan daripada sakit hati.

Nurfitria sepertinya memang anak kota, ia segera mampu membawa kita sekejap mata ke lantai dua menggunakan lift yang ada. Dan disana, tertulis dengan jelas, LPM. Dan seperti kata Megan, itu adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Ah sial! Kenapa tidak Laporan Pertanggungjawaban Menantu? Aku bisa membayangkan aku langsung mendobrak dan banyak ukhti-ukhti yang siap dijadikan pasangan hidup, mereka akan menatapku sembari tersenyum malu, aku bisa membayangkan diriku berjalan seperti pangeran, duduk dihadapannya dan mengeluarkan cincin berlian dari saku celanaku.

“Menikahlah denganku…”

Lalu ia akan menatapku dari balik cadarnya, tersenyum manis menyembunyikan rona pipinya yang merah karena malu, kemudian dia akan bertanya.

“Mengapa harus aku?”

“Sebab aku temukan Sang Maha Pengasih dimatamu”

Terus aku akan membawanya keluar, dan diluar, Nurfitria hanya bisa bertepuk tangan, si Syaid akan menangis tersedu-sedu dan berteriak “Kenapa aku fakbooooi!” dan kami menikah dan bahagia. Tamat.

Yah, itu hanya ekspektasi, masalah yang terjadi ternyata tidak seperti itu, kami menunggu lama waktu itu, lama sekali, saking bosannya, aku memberanikan diriku untuk masuk atas usulan Syaid dan si Nurfitria, apalagi aku semakin berani karena ada kakak kelas yang masuk keruangan itu.

Aku menahan napas, perlahan tanganku maju perlahan menuju gagang pintu, aku menariknya kemudian kutemukan cahaya yang hampir membutakan mata….ah….inikah surga? Adakah disana ukhty-ukhty sebagai Laporan Pertanggung Jawaban Menantu? Namun belum aku selesai berhalusinasi, realitas membawaku pada tragedi dimana didepanku tidak ada satupun ukhti-ukhti, melainkan aki-aki[2].

Aku yang langsung masuk dan langsung sengap[3] semua pria paruh baya itu langsung menatapku. Pada ruangan itu, mata itu seolah mercusuar-mercusuar yang menyergap kancil yang mencuri ketimun. Aku diam. Ukhti-ukhti yang seharusnya semenarik Nanno[4] telah dikutuk menjadi kakek-kakek serupa Sugiono[5].

“Cari siapa dek?”

“Cari pak Ridwan pak”

“Oh, beliau belum datang”

“nggih pak, kalau begitu saya undur diri, assalamualaikum”[6]

Aku keluar dan segera menyemprot kedua kosma itu. Anjir memang, ternyata ruangan itu tidak seperti dugaan si Fitria yang mengatakan bahwa ruangan itu luas, memiliki bangsal-bangsal dan bagian yang bisa ditanyai, disana hanya ada orang, maksudku ruangan itu adalah kantor para dosen! Ngeri deh.

Apalagi ternyata disana tidak ada dosen perempuan yang setidaknya mirip Lisa Blackpink, tidak ada! Yang ada hanya dosen laki-laki, itupun tidak ada yang pink, black semua orangnya.

Akhirnya aku bertanya mengenai dimana pak dosen akan tetapi mereka tidak tahu, jadilah kami menunggu sekian lama sampai sore semakin menutup usia. Ketika sore semakin menjelang, Syaid dan Nurfitria pada akhirnya pamit ingin pulang, namun aku tidak mau pulang lebih dulu, aku mempercayai bahwa pak dosen akan datang.

Sore semakin menjelang, tidak ada satupun kabar, pesanku hanya di read pak dosen, orang-orang yang di kampus satu persatu pergi dan tidak kembali. Kampus menjelma kuburan yang begitu sepi, para satpam terlihat becanda mengisi kebosanan mereka, meninggalkan aku sendiri dalam kesendirian.

Akhirnya aku menyalakan motor, pergi menuju kosan Upa untuk saling berjumpa. Tidak lama sebelum aku memutuskan untuk pergi dan menatap sore yang akan menutup mata. Aku tahu bahwa dunia memang pengkhianat, akan tetapi jika semua dosen seperti ini, aku tidak mau dikhianati lagi.

Dan senja memeluk tubuhku yang hilang di permukaan jalan raya, menyalip kendaraan lain yang ditunggangi manusia yang pernah dikhianati jua.



[1] Njir, padahal AK-47 Adalah Senjata Teroris, bukan FBI wkwkwkkwkw

[2] Kakek-kakek

[3] Kaget sampai tidak bisa berbicara

[4] Seorang perempuan di Girls In Nowhere, film Thailand, katanya seru sih

[5] Tidak kuketahui nama aslinya, tapi kakek ini memiliki reputasi legend bagi para lelaki penyuka po*no

[6] Kalian nggak akan percaya aku berbicara sambil tangan menutup di bagian diafragma, aku menunduk seperti orang Jepang setiap kali ngomong, LOL deh pokoknya.

Saking gabutnya, aku pernah bikin video ini wkkwkwkwkwkw


Share: