Aku pikir, setiap orang memiliki
tempat pulang. Namun kata pulang hanya pantas untuk orang yang memiliki rumah.
Dan rumah tidak mesti bangunan dari semen dan bata, kadang berbentuk orang,
benda, entitas, atau tempat tertentu yang bisa membuat kita nyaman.
Kata pulang dan rumah pada
akhirnya tidak diinterprestasikan sebagai suatu hal yang bermakna satu,
melainkan suatu hal yang bermakna lebih. Dan sebab alam semesta dan segala yang
ada didalamnya merupakan rumah yang diciptakan Tuhan, kita diberikan
keleluasaan untuk ‘pulang’.
Tapi kemana?
Pertanyaan inilah yang pada
akhirnya membelenggu, ketika kita semua semakin kehilangan kepercayaan pada
apapun dan siapapun, umat manusia menjadi gelandangan yang tidak tahu arah
untuk pulang, kita berjejeran di jalanan dan saling menginjak sambil berharap
keajaiban yang kita sebut sebagai rumah bisa kita temukan.
Namun kapan selalu mengenai
waktu, dan waktu yang kita maksud tidak pernah benar-benar jelas kapan
tepatnya. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah menunggu, dan sembari
menunggu, kuharap aku memiliki tempat untuk berbagi kisahku.
Aku sering mendengar kalimat ini
‘kembalilah ke Tuhan’ dan aku setuju. Sebagai suatu entitas yang aku percayai
adanya, Tuhan selalu menjadi tempat untuk pulang, untuk bercerita, untuk
melepas penat yang membara.
Akan tetapi berat ya? Sebab iman
kita tidak sekuat nabi, dan pengetahuan kita tidak seperti pengetahuan Khidir.
Kita mengambil kesimpulan takdir dari kacamata yang kita gunakan sehingga
ketika takdir yang kita dapatkan adalah ampas, kita mengelak dan memberontak,
kita marah dan menyangkal, kita berbondong-bondong lepas dari harmoni Tuhan dan
pergi jauh dari rumah.
Namun kini, tiada siapapun yang
tahu bahwa kita akan kembali atau tidak, dan pertanyaan apakah Tuhan menjadi
tempat terbaik untuk kita pulang itu benar atau tidak pada akhirnya menjadi
urusan personal yang tidak akan bisa aku ganggu.
Dan bersyukurlah kalau kau masih
memiliki alasan untuk kembali, karena menurutku Tuhan dan diri kita sendiri merupakan
sandaran yang paling baik. Bukan sok bijak, tapi berharap pada manusia adalah
hal yang rapuh. Manusia itu munafik dan dinamis, hari ini bilang begini, besok
bilang begitu. Jadi tidak bisa dijadikan sandaran yang pasti.
Jadi kendati kau jatuh cinta pada
manusia atau makhluk hidup dan mati yang ada di Bumi. Hati-hati ya, aku nggak
tahu bahwa itu akan bertahan lama atau tidak, yang aku tahu, jatuh cinta adalah
hal yang menyenangkan.
0 comments:
Posting Komentar