Kamis, 08 Mei 2025

Sebuah Catatan dari Seorang Beban Keluarga


Sebuah Catatan dari Seorang Beban Keluarga

Setel musik dulu nggak sih?


Kalau kamu membaca tulisan ini, berarti ulang tahunku sudah semakin dekat, dan aku akan melakukan hal yang sama seperti orang-orang pada umumnya; melakukan refleksi, merenung, mengurung diri dalam kamar dan ngomak-ngamuk sembari mempertanyakan satu hal; betapa tidak bergunanya aku dalam hidup ini.

Mei tahun 2024 adalah ulang tahun terburuk sebab disanalah ayahku meninggal tanpa sempat melihat toga di atas kepala, dan kepergiannya membuat aku merasa kosong. Aku merasa gagal. Aku jatuh dan molor untuk wisuda, aku tak merasa berarti dan merasa tahun-tahun perkuliahan adalah tahun-tahun yang sia-sia. Aku tak mengingat bahwa aku telah menjadi ketua HMJ, aku tak mengingat bahwa aku telah menjadi bagian kaderisasi di PMII, aku tak mengingat bahwa aku telah memiliki prestasi-prestasi, menulis ratusan lebih artikel saat menjadi mahasiswa, atau tak juga mengingat bagaimana orang-orang berterima kasih kepadaku. Semuanya terasa kosong dan nyaris tanpa makna. Momen itu aku menyadari bahwasanya aku tidak hanya kehilangan sesosok ayah, tetapi kehilangan sebagian makna hidupku.

Satu-satunya cara aku bertahan saat itu adalah dengan membaca buku; menggunakan 50% dari gaji untuk membeli buku-buku yang aku mau, duduk di atas kursi sepanjang hari dan terus membaca, menulusuri kalimat demi kalimat, menyusur kata, membelah paragraf. Bab demi bab yang kosong dengan hati yang belum terisi. Maka pada bulan ini aku telah bersiap-siap dengan segala hal yang buruk, misalnya saja kaki kejepit pintu atau tiba-tiba Dajjal datang sambil joget Samba. Barangkali, aku telah siap.

Aku percaya bahwa selama aku membaca buku dan belajar, berdiskusi, dan bertemu dengan orang-orang hebat maka aku akan terus bertumbuh. Namun, apakah itu benar-benar kemauanku? Apakah aku benar-benar berarti dan layak hidup? Aku mengingat Ace di anime One Piece yang dijebol Akainu, dan pada momen itulah ia memahami bahwa dirinya sangat berharga. Lalu pertanyaan kepada diriku sendiri; apakah aku akan tahu bahwa diriku berharga jikalau aku mati nanti, barangkali saat sebuah insiden atau masa-masa sekarat, melihat sekilas hidup yang aku jalani; apakah aku sudah cukup baik menjadi seorang hamba untuk bertemu dengan kekasihnya? Aku mempertanyakan itu.

Namun aku juga hidup di dunia yang realistis, sebuah dunia yang memandang manusia satu dengan manusia lainnya atas asas statistik dan angka. Di dunia ini, jika kita tidak memiliki uang, kita tidak akan dianggap. Perempuan dan wanita terkadang sangat kejam kepada lelaki miskin. Di dunia ini, IPK dan skor pelajaran seolah sangat berarti untuk menentukan bahwa orang itu berguna atau tidak, dan hal yang paling lucu; anak-anak juga dilihat sebagai bisnis, ia adalah saham berjalan untuk orangtua mereka, dan orangtua akan berinvestasi pada anaknya melalui susu saat bayi, biaya makan dan pendidikan, atau sejenisnya, dan sebab orangtua adalah donatur, dan sebab anak dianggap sebagai saham, maka ia memiliki hak untuk mempertanyakan hasil dari investasinya, sebuah profit maupun keuntungan, atau apalah namanya.

Maka inilah masalahnya. Tuhan tak pernah menurunkan kalkulatornya di Bumi sehingga kebaikan-kebaikan dan cinta tak dapat dikalkulasi. Menurutku itu adalah blunder yang dilakukan oleh Tuhan sebab orang-orang mempertanyakan makna mereka; seorang pengangguran yang membantu nenek menyebrang jalan, seorang pengais sampah wanita yang menahan diri agar tidak memakan sebungkus nasi yang ia miliki sebab ada anaknya yang menanti di rumah. Aku percaya bahwa aku dikelilingi oleh orang-orang baik, orang-orang baik yang terkadang juga mempertanyakan apakah kebaikannya sudah cukup untuk dianggap bermakna. Sebagaimana mereka, aku juga mempertanyakan hal yang sama.

Tahun ini aku setidaknya masih bisa berprestasi, masih bisa membantu kawan-kawanku meminang gelar-gelar di kampusnya, masih bisa melihat orang-orang yang sempat aku didik berprestasi, diundang jadi pemateri, dan masih bisa mempertahankan idealisme agar orang-orang mempercayai bahwasanya Tuhan belum mati dan tidak pernah tertidur. Namun seperti kataku tadi, apakah itu sudah cukup? Beberapa kebaikan tidak berbekas dalam bentuk angka, ia hanya kembali kepada Tuhan Yang Maha Mengingat, dan aku percaya bahwa Tuhan mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah diberikan manusia kepada manusia, alam, dan sekitarnya.

Hanya saja tanpa angka-angka dan gelar, tanpa hasil yang bisa ditunjukkan, aku ingin tahu apakah kebaikan-kebaikan itu memiliki makna, sebab kebaikan tidak pernah menjadi statistika. Namun aku berharap, setitik air yang aku berikan kepada orang lain bisa membuat Tuhan tersenyum, dan tentu saja, bisa membuat ayahku bangga.

Tahun ini diiringi dengan percekcokan keluarga yang aku sudah bodo amat, dan usaha-usaha diriku untuk bisa menjadi lebih baik. Sebagaimana manusia lainnya, aku tetap berusaha walau banyak gagalnya, aku mencoba mendaftar beasiswa, masih mencoba mempertahankan diri untuk berbuat baik, masih menjadi pengangguran dengan ide bisnis yang akan kami jalankan bulan depan, masih berusaha menulis dan menjadi konten kreator, dan masih mencoba untuk mendengarkan cerita orang lain kendati aku akan melemparkan sedikit humor agar membuat dirinya tertawa.

Tahun ini aku membuat komunitas Laron, menjadi WAPIC di LBP, dan karyaku terpilih untuk diterbitkan sebagai buku. Tentunya;

Aku masih hidup sebagai manusia dengan gagal jatuhnya. Semoga yang baik berbiak, dan semoga keberkahan tercurahkan kepada kita selalu. Salam cinta dariku untuk diriku, salam cinta dari Tuhan untuk semesta alam.

 

Untuk Allah, Tuhan yang aku cintai dan aku sayangi; percayalah walau aku tidak akan pernah sesuci nabi Muhammad Saw. walau aku berlumur dosa dan seberapa besar pun aku berusaha menjadi baik, aku masih tidak merasa pantas menyebut diriku sebagai seorang kekasih, aku masih tidak merasa pantas bahkan untuk mendapatkan janji-janji surgamu, apalagi duduk di emperannya. Pun aku juga tidak merasa pantas untuk menerima kasih sayang yang selalu engkau berikan tanpa aku meminta, juga aku tidak pernah merasa pantas menerima semua yang engkau titipkan padaku. Suatu saat nanti jika engkau bertanya tangan, kaki, mata, pikiran ataupun mulut ini aku gunakan untuk apa semasa hidup, aku juga tidak tahu menjawab apa, sebab aku selalu merasa tidak pernah cukup untuk menebus satu mili kebaikanMu, bahkan menebus dosa jika ia dianggap sebagai hutang. Sebagai hambaMu, aku selalu berharap bisa membuatMu tertawa maupun bahagia, tetapi komediku barangkali tidak akan pernah lucu, sebab engkau Maha Tahu.

Ya Allah, untuk kakek, nenek, dan ayahku yang telah meninggal dunia. Padamu aku meminta agar mereka disayang dan dihapus dosa-dosanya, kemudian dimasukkan kedalam surga Firdaus. Intinya surga Firdaus, hambamu ini tidak mau surga yang lain.

Dan satu lagi, aku mau menitip pesan kepada ayah dan permintaan maaf; anakmu gagal menjadi mahasiswa terbaik, ia gagal mendapatkan IPK 4.0 sebagaimana yang ayah harapkan saat aku semester 3. Katakan kepadanya bahwa ia masih gagal banyak hal di dalam hidup, masih ceroboh dan tergopoh-gopoh, masih sering lupa, masih suka menonton anime dan lalai. Katakan kepadanya bahwa aku mencintainya, dan masih berusaha melampaui ayah dalam segala hal seperti prestasi, ketenaran, finansial, dan kebaikan. Katakan kepadanya bahwa aku selalu mencoba, namun aku masih banyak gagalnya.

Ini adalah Sebuah Catatan dari Seorang Beban Keluarga pada bulan Mei untuk menyambut ulang tahunnya yang ke-24. Semoga yang baik berbiak, semoga cinta dan kasih tercurah dari segala penjuru semesta. Oh, Tuhan, jadikanlah aku cahaya.

Terimakasih telah membaca.

Share:

Jumat, 25 April 2025

Membuat Laporan Observasi

Belakangan banyak yang memberikan pesan dan bertanya tentang ‘bagaimana melakukan observasi di sekolah?’, kemudian, pertanyaannya adalah bagaimana formatnya?. Well, kedua pertanyaan tersebut sebenarnya tidak sulit-sulit amat, namun sekiranya perlu diketahui biar tidak salah tulis biar hasilnya manis, uhuy!

Pertama, kita akan membahas dulu pertanyaan yang pertama; Bagaimana melakukan observasi?

Hal pertama yang harus dilakukan adalah bertanya kepada diri sendiri atau melihat tugas yang diberikan terkait ‘hal yang akan diobservasi’. Dalam melakukan observasi tugasnya bisa macam-macam, apakah yang diobservasi adalah cara mengajar guru? Kelengkapan sekolah? RPP atau Silabus? Pelaksanaan program sekolah? Kesiapan siswa atau murid? Atau barangkali tukang cilok yang mangkal di depan sekolah? 

Hal tersebut perlu diperjelas agar jangan-jangan tugasnya adalah mengobservasi guru di sekolah tapi yang dilihat adalah tukang mamang cilok yang ada di depan sekolah. Kenapa penting? Satu, nanti nilai bisa jeblok. Kedua, nanti mamang ciloknya bisa ge’er.

Jadi perlu ditahu dulu hal yang perlu di observasi. Jika yang di observasi adalah sekolahnya? Maka observasinya juga banyak, namun bisa sekali turun. Data bisa diminta di TU sekolah, foto-foto bisa di ambil sendiri, dan RPP maupun silabus juga diminta.

Namun jika yang di observasi adalah cara mengajar? Maka itu beda lagi. Perlu adanya cheklist tentang bagaimana guru mengajar. Apakah ia menggunakan RPP? Apakah gurunya interaktif? Apakah gurunya memiliki manajemen kelas yang bagus? Apakah murid suka dengan penjelasan guru? Banyak. Jika murid yang di observasi, juga bisa dengan pertanyaan-pertanyaan sejenis.

Maka dari itu, perlu tahu secara jelas ‘hal yang di observasi’.

Untuk memperjelas hal yang di observasi, maka perlu sekiranya dibuat LEMBAR OBSERVASI.

Jadi, pembahasan kedua adalah tentang lembar observasi.

Simplenya lembar observasi mencakup hal-hal yang terdapat saat melakukan observasi, wujudnya bisa macam-macam, misalnya dalam bentuk cheklist ada/tidak, atau bisa juga sering/kadang-kadang/tidak pernah, atau iya/tidak. Bisa dalam bentuk pertanyaan dan jawaban, dan lainnya.

Lembar observasi memang mencakup hal yang di observasi, dan pengisiannya bisa nanti saat membuat laporan, bisa juga saat di tempat.

Ketiga, Bagaimana menyusun hasil Observasi?

1. Cover yang berisi logo UIN, Nama observer dan NIM (Pastikan ini ada biar dosennya tidak bingung kasih nilai siapa), dan tentu saja Fakultas dan Prodi kita tercinta.

2. Halaman pengesahan (Kalau ada)

3. Kata Pengantar 

4. Daftar Isi

5. Lampiran (Saya tidak tahu lampiran diletakkan paling depan atau paling belakang observasi, yang jelas taruh saja) Dalam lampiran inilah ditaruh foto-foto observasi. Misalnya data murid, data guru, piagam sekolah, sesi wawancara, murid, bebas. Kalau mau taruhin foto kamu pelukan sama pacar juga boleh, tapi nilainya anjlok ayayayayyaya

6. BAB I PENDAHULUAN, Bab ini berisi Latar Belakang, Tujuan Observasi, Manfaat observasi (Misal, mahasiswa bisa mengetahui/memahami), dan tempat observasi.

7. BAB II Hasil Pelaksanaan Observasi, Disini ditulis hal-hal yang telah di observasi berdasarkan lembar observasi. Apakah wawancara soal iya/tidak, apakah sering/kadang-kadang/ jarang atau tidak pernah? Bebas.

8. BAB III : PENUTUP yang mencakup kesimpulan dan saran


Bisa tidur deh!

Begitulah.

Kalau salah gimana kak?

Santuy aja, namanya juga belajar.

Tugas itu yang penting jadi, kalau salah? Yaaaa, namanya juga belajar.

Kuncinya satu; dengerin dosen.


Filenya bisa di download disini (Nggak menjamin laporannya benar, namanya juga dibuat pas masih seumuran kalian, wkakaka): LINK DRIVE LAPORAN.  

 

 


Share:

Kamis, 24 April 2025

Pagi ini Aku Awali Dengan Rindu

Pagi ini aku awali dengan rindu, pada pukul 05:37 aku sedang mengetik tulisan ini setelah sebelumnya menyeduh secangkir susu dan sebelumnya lagi membaca buku Cara-Cara Terbaik Mengajarkan Matematika yang ditulis Randi Stone.

Hanya saja kerinduanku kepada sang ayah muncul, barangkali buku matematika itu menjelaskan sebuah skema bagaimana ayahku jago matemtaika, sementara aku harus berjuang habis-habisan untuk mempelajarinya. Barangkali juga karena pagi ini aku duduk sembari menikmati keadaan, dan bahwasanya hidup mesti disyukuri.

Hanya saja aku merindukan ayah kendati ia telah pergi. Aku merindukan senyum atau ucapan-ucapannya, aku merindukan segala hal-hal yang berkaitan dengan dan merindukan bagaimana cinta yang semestinya aku ungkapkan tidak akan mungkin lagi bisa aku sampaikan. Bahkan jutaan bunga di atas batu nisan tidak akan mengubah kenyataan bahwa orang yang kita cintai telah pergi.

Pagi ini aku awali dengan secangkir susu dan sekelumit rindu. Perasaan lainnya adalah ketakutan aku terhadap IELTS yang akan segera aku laksanakan. Aku sangat taku bilamana aku akan gagal, aku dipenuhi keraguan, namun baarangkali takut dan ragu adalah bagian dari hidup yang harus aku tapaki. Sebuah langkah—bagaimanapun jua—harus tetap dilakukan. Barangkali aku juga akan terluka dan terseok-seok, namun hidup adalah hidup, dan sebagaimana mimpi yang dipertaruhkan, ia hanya bisa didapatkan bilamana kita memenangkannya.


Share:

Jumat, 18 April 2025

Suatu Saat Jika Aku Menikah Nanti….

 Suatu Saat Jika Aku Menikah Nanti….

Jika suatu saat aku menikah, aku ingin membeli kasur yang empuk untuk istriku, mungkin cukup besar untuk kami, mungkin juga cukup untuk kami bermain. Aku ingin kasur itu empuk agar kami bisa tidur nyaman, agar istriku bisa istirahat, dan agar istriku bisa bangun dengan perasaan penuh sukacita. 

Suatu saat jika aku menikah nanti, aku akan terbangun dengan melihat orang yang paling cantik sedunia, yang ada disampingku, yang ada dihadapanku. Kala aku membuka mata, aku akan menjadi orang yang paling bersyukur sebab bisa menjadi milikmu, dan bersyukur sebab diantara jutaan lelaki yang bisa kamu pilih, kamu memilih aku. Barangkali aku juga akan iseng mencium bibir atau keningmu, atau mungkin meletakkan tangan kananku di pipimu.

Sautu saat nanti jika aku menikah, aku ingom sebuah mesin cuci yang bisa mengeringkan pakaian-pakaian basah. Aku ingin kegiatan mencuciku lebih efektif, aku ingin kegiatan lain bisa kita lakukan dengan lebih cepat. Aku ingin kita menjemur baju, dan aku harap sinar matahari bisa menjangkau kita berdua sebab aku ingin lebih sehat jika bersamamu. 

Barangkali, entah teras, ruang tamu, atau meja makan. Aku juga ingin memilikinya. Aku ingin kita menghabiskan makanan dan santap-santap berdua disana. Jika pada akhirnya meja makan itu tidak bisa kita miliki, jika ternyata rumah kita terlalu kecil untuk sebuah meja. Aku ingin kita makan satu lantai bersama. Kamu dan aku, dengan lauk pauk, dengan nasi hangat yang baru kita ambil dari rice cooker, dengan sayur bayaram dan brokoli, dengan senyuman kamu di hari itu, ah, indahnya…

Suatu saat nantu jika aku menikah, aku ingin kita lebih banyak berkomunikasi dan berbicara, aku ingin kita  lebih banyak menunjukkan cinta dan tak malu-malu saat melakukannya. Aku harap aku bisa sedikit lebih romantis karena aku orangnya kaku dan kikuk, namun aku ingin tetap bersyukur setelah aku memiliki kamu, hidupku jadi lebih bewarna pelangi dan merah jambu.

Jika pada suatu saat nanti aku pada akhirnya menikah. Aku ingin kamu tahu bahwa barangkali aku masih sempat berpikir bahwa kau  akan jauh lebih bahagia jika bersama orang lain, hal yang kadangkala membuatku sedih dan gundah, dan mulai mempertanyakan, apakah aku bisa membuatmu lebih bahagia dibandingkan kemarin? Aku ingin tahu apakah tujuanku menikah sudah benar; bahwa tujuanku adalah untuk membuat kamu bahagia, dan aku ingin , kebahagaiaan itu cukup untuk kamu, cukup untuk aku, cukup untuk siapapun yang ada di rumah ini, dan cukup untuk siapapun yang terlahir dari rahimmu.

Suatu saat nanti jika aku menikah, aku berharap memiliki rumah yang tidak terlalu besar, namun tidak juga terlalu kecil. Sebuah rumah yang pas dengan tanah-tanah yang bisa kita tanami tumbuhan cabai atau mungkin pohon-pohon jambu. Jika boleh, aku ingin menanam durian atau alpukat, dan jika boleh juga, jeruk atau rambutan. Aku bukanya ingin membuat rumah kita seperti hutan, aku hanya ingin bahwa di masa tua kita, kita masih bisa hidup santai, tanpa harus terlalu peduli dengan riauh riuhnya dunia yang selalu bergerak cepat dan mempermasalahan hal-hal sepele.

Suatu saat nanti jika aku menikah denganmu, aku berharap bahwa kita bisa melalui kebosanan -kebosoanan yang akan ada, barangkali ia muncul tiap hari dan tiap waktu, namun harapanku adalah aku ingin kita bisa melewatinya dan sadar bahwa sebuah hubungan panjang tidak hanya diisi oleh keseruan-keseruan belaka, melainkan juga ketahanan kita akan kebosanan, dan bagaimana kita berupaya untuk terus bersama.

Sauatu saat jika aku menikah nanti, aku berharap bahwa uangku cukup untuk membeli hal-hal yang kita butuhkan, hal-hal yang bisa membuat kita tidak terlalu bekerja keras untuk uang, hal yang bisa membuat kita tidak terlalu khawatir akan esok hari, hal yang membuatku ingin hidup untuk saat ini, di tempat ini, bersamamu.

Barangkali aku juga akan belajar bagaimana bisa romantis bersamamu, dan aku harap sebagaimana aku yang menerima kamu dengan masa lalumu, kamu nisa menerima aku dengan masa laluku.

Dan dosa-dosa, semoga menjadi hal yang kita tinggalkan di esok hari. Hari ini, aku ingin lebih lama bersamamu.

Dan jika suatu saat nanti aku menikah denganmu, aku ingin lebih banyak ruangan untuk buku-buku, mungkin juga tempat baca. Sofa empuk? Aku harap bisa memilikinya. Sebuah tempat dimana kita bisa membaca buku, dan kamu akan ada di pangkuanku.

Aku ingin rumah ini diisi cinta yang banyak namun cukup. Cukup untuk aku dan kamu, untuk orang lain, dan cukup untuk siapapun yang ada di Bumi.


Share:

Senin, 24 Februari 2025

Mengapa Nayla Alika Azmi Salah? Sebuah Catatan Pertarungan Komunikasi

Mengapa Nayla Alika Azmi Salah? Sebuah Catatan Pertarungan Komunikasi

Esai ini menjelaskan mengapa Nayla Alika dapat dinyatakan salah dan mesti meminta maaf. Dijabarkan secara struktrur dari latar belakang yang memuat masalah, pembahasan yang memuat penjabaran, dan penutup yang memuat kesimpulan.

Latar Belakang

Nayla Alika adalah seorang perempuan yang tanpa sengaja dipertemukan alam semesta beberapa tahun yang lalu. Tidak mengingat betul, namun perkiraan pertemuan dan perkenalan kami bermula diantara tahun 2023 dan 2024, disebabkan oleh kesamaan komunitas, yaitu Lombok Book Party. Nampak, terdapat kesamaan diantara kami, yaitu sama-sama menyukai membaca buku.

Perlahan, kami juga semakin dekat dan intens komunikasi. Sama-sama menceritakan tentang kehidupan atau saling menjelaskan perihal suatu hal. Akan tetapi permasalahan mulai muncul semenjak beberapa hal yang semestinya tidak menjadi masalah, menjadi masalah, dan alasan mengapa hal yang semestinya menjadi masalah menjadi masalah itu adalah keanehan, terutama untuk saya yang tidak peka.

Masalah yang saya maksud itu adalah masalah lamanya saya membalas pesan. Kadangkala pesan yang masuk dalam sosial media memang lama saya balas sebab satu, banyaknya pesan masuk, dua, kehidupan saya bukan hanya di sosial media, tiga, perasaan… pesannya udah saya balas deh, empat, efisiensi tenaga, lima, kerja dan beraktivitas, enam, tidak ada kuota, dan tujuh, kemerdekaan individu. 

Akan tetapi hal ini kemudian menjadi masalah dan saya memakluminya. Sebagai gantinya, saya menyematkan pesan Nayla sebagai sarana berkomunikasi yang baik, bijak, benar dan wadidaw. Komunikasi pun berjalan lancar sampai tiba-tiba Nayla menjelaskan bahwa WA-nya disadap sehingga si penyadap bisa mengetahui pesan-pesan yang masuk kedalam WA-nya. Saya menyarankan untuk membuka Youtube, namun ia menolak karena kuotanya tinggal 2 GB. Saya kemudian menyarankan untuk menggunakan uang di DANA, namun ia menolak. 

Ini perempuan maksudnya apa dah…

Sampai suatu ketika pada minggu tersebut saya pulang dari Mataram ke Bajur, Bajur ke Praya dan Praya ke Kopang, selain itu saya mengejar beasiswa dengan keluarga yang tidak merestui, menjadi pemateri di sebuah organisasi yang kini terpecah, dan pada momen itu, dengan tubuh yang capai sebab berkegiatan, saya menemukan sebuah pesan masuk di SMS yang menanyakan kabar (dari Nayla), dan kemudian saya jawab; 

ngantuk.

Tidak ada balasan dimanapun, baik di media sosial atau di media nasional. Sebab mengantuk dan capai, saya memutuskan untuk tidur. Namun ternyata, itu adalah masalah baru.

Oleh sebab itu, tulisan ini menjelaskan secara singkat disertai tuntutan beberapa poin, yaitu satu :

1. Saya tidak bisa dikatakan bersalah dalam kasus ini

2. Nayla Alika salah secara total dan harus klarifikasi dalam bentuk video


Pembahasan

Komunikasi adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia sebab hanya dengan komunikasi manusia bisa memahami sesamanya. Tidak hanya manusia, baik itu burung dan hewan-hewan, bahkan jamur sampai pohon pun berkomunikasi. Belakangan, penelitian menemukan fakta bahwasanya pohon berkomunikasi melalui akar mereka yang mana membuat kenyataan menghebohkan sebab ternyata tindakan-tindakan manusia di zaman lampau yang mempercayai alam berkomunikasi dengan caranya adalah hal yang benar.

Namun seiring berkembangnya kehidupan manusia, seiring itu pula komunikasi beradaptasi dan terkadang memendek untuk menunjukkan efisiensi. Rhenald Kasali dalam The Shifting menjelaskan bahwasanya kehidupan manusia kedepannya mengacu pada platform (Kasali, 2018). Pendapat Kasali ini dapat kita temukan di zaman sekarang yang mana manusia hidup di dalam media sosial dan terpolarisasi di dalamnya. 

Whatsapp hingga saat ini menjadi salah satu platform media sosial yang paling digemari dan dibutuhkan sebab menawarkan efisiensi. Dibandingkan platform selainnya seperti Tiktok dan Instagram, Whatsapp berfokus kepada komunikasi sementara lainnya berfokus pada entertainment atau hiburan.

Terlepas dari hal tersebut, manusia adalah manusia yanga mana kehidupannya tidak hanya berbasis kepada media sosial belaka, melainkan kehidupan nyata. Kendati wawasan akan Metaverse yang digagas Mark Zuckenberg memberikan kita sedikit pandangan akan masa depan, namun nyatanya manusia lebih cenderung hidup di kehidupan nyata dan menikmati apa yang ada di dalamnya.

Oleh sebab itu, adalah hal yang tidak adil untuk menilai manusia berdasarkan kehidupan media sosialnya tanpa mengetahui kehidupan nyatanya. Orang yang memposting hal-hal menyenangkan di media sosial belum tentu benar-benar senang di kehidupan asli mereka, Davidowits dalam Everybodies Lies mengemukakan bagaimana manusia baik di kehidupan asli dan maya jauh berbeda sebab kebanyakan manusia di media sosial menunjukkan sisi palsu mereka, atau hematnya, berpura-pura.

Sementara itu, majunya dunia teknologi juga semakin membentuk umat manusia efisien dalam bekerja maupun berbicara. Terjadi penyingkatan besar-besaran dalam berbagai aspek kehidupan berkomunikasi manusia dan kemudian dilabeli dengan bahasa gaul. Sony Tan dan Suherman (2020) menyebut proses normalisasi semacam ini sebagai new normal, yang mana pada awalnya semua kebiasaan tersebut ditentang namun kemudian banyak yang setuju dan menggunakannnya sehingga menjadi kebiasaan. Dalam komunikasi, istilah panjang correct me if I am wrong disingkat CMIIW, for your information sebagai FYI, dan banyak lagi yang lainnya.

Dalam permasalahan kasus dengan Nayla, hal ini juga merupakan hal yang serupa. Pertama, sebagaimana Davidowits yang menjelaskan bahwa kehidupan media sosial tidak bisa menjadi acuan kehidupan asli manusia, maka tidak bisa juga kita nilai manusia serta kondisi-keadannya berdasarkan ‘chat’ belaka. Kedua sebagaimana fenomena penyingkatan kata yang terjadi, bukan berarti menjadi sebuah bentuk ketidaksukaan atau benci.

Sangat perlu digarisbawahi bahwasanya permasalahan yang terjadi merupakan kasus salah tangkap atau misintepretasi Nayla terhadap chat yang saya berikan. Pada pertengahan Februari kesibukan saya memang banyak, tidak hanya menjadi pemateri, namun juga ikut andil dalam kegiatan-kegiatan menyelamatkan literasi bangsa. Belum lagi masalah mental yang diawali keluarga-keluarga di rumah.

Melalui komunikasi di media sosial, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi misintrepertasi Nayla. Beberapa diantaranya adalah melaui SMS sebagaimana berikut:

Gambar 2.1
Komunikasi dengan Nayla Alika via SMS, dan dia tidak membalas pesan

Pada gambar 2.1 tersebut dapat diketahui bahwasanya kami masih melakukan komunikasi. Jum’at, 7 Februari pukul 21.54 saya menjelaskan bahwasanya saya masih memiliki acara dan kemudian menanyakannya ‘apa kamu nggak apa-apa?’, dan dia tidak menjawabnya. Ya, dia mengacangi saya. Kedua, pada Kamis, 13 Februari, tepatnya pukul 14.56 saya bertanya ‘Kamu nggak apa-apa?’ dan tidak dibalas. Benar, saya dikacangi kembali. Dan pada 18 Februari, tepatnya hari Selasa pada pukul 20.38 dia mengechat kembali TANPA MEMBALAS PESAN-PESAN SAYA SEBELUMNYA dengan mengatakan ‘kakak oke kah?’. Sebagaimana saya kemukakan sebelumnya, kehidupan media sosial tidak bisa menggambarkan secara penuh kehidupan nyata, maka saya menjawab ‘ngantuk’, yang mengindikasikan bahwasanya saya capai dan mau istirahat. Namun apa yang terjadi kemudian? Tidak ada balasan pesan. Sebab tidak ada balasan pesan, saya kemudian mengechatnya ‘halooo’ dan tidak ada balasan lainnya.

Dalam SMS yang lain, dengan nomor yang berbeda. Pada hari Rabu, 19 Februari, pukul 11.06 Nayla Alika kembali memberikan pesan dan menanyakan kabar, ‘are you okay?’, dan saya jawab ‘fineeeeee’. Tidak ada pesan berikutnya sampai pukul 16.46, yang memberikan pesan ‘aku kurang sehat kunyuk’ yang mengindikasikan bahwa ia sedang sakit dan kemudian saya balas pada pukul 20.21 ‘ya mana tahu’. Namun sebab tidak ada pesan lanjutan, saya mengingatkannya untuk istirahat pada pukul 22.03 (kurang baik apa saya coba?).

Gambar 2.2
Komunikasi via SMS lainnya dengan Nayla

Sementara di kehidupan media sosial, Whatsapp misalnya, saya cenderung mengasingkan diri dan menonaktifkan Whatsapp sebab gempuran keluarga. Sementara Instagram fokus pada pengembangan akun berbasis meme. Selain itu, Whatsaapp Nayla Alika juga sempat kena hack atau sadap, yaitu pada tanggal 17 Februari 2025. Hal tersebut membuat komunikasi pada akun Whatsappnya yang satuan tidak bisa digunakan. Akhirnya, komunikasi pun menggunakan satu akun. Namun, pesan berakhir semenjak saya bilang bahwa saya masih ada kerjaan. Tidak ada balasan lagi setelah itu.

Gambar 2.3
Bukti bahwa saya cepat membalas pesannya disertai keterangan yang jelas


Balasan berikutnya terjadi pada akun yang sudah di hack tersebut, tepatnya pada hari Minggu, 23 Februari dengan pesan sekali lihat. Setelah saya balas, Nayla kemudian memberikan long text panjang statemennya, berikut pesannya:

sekarang mau keluarin alasan apa lagi? sibuk? ngantuk? infj? apa? coba sekali kasih adek alasan yang bisa adek terima lagi, yang bisa adek maklumi lagi. Dibanding adek, lebih sibuk siapa? adek mana kuliah, mana kerja, mana urus ponaan, tugas adek juga menumpuk, tapi kalau untuk kakak adek ada. Adek di atas gunung merapi, di tengah gawean badaruwihi saja adek bakal tetep cari kakak, gimanapun caranya. Ngantuk? dibanding adek siapa yang lebih ngantuk? adek juga ngantuk seharian kecapean beraktivitas malamnya insomnia, siapa yang lebih ngantuk?. INFJ? kita sepakat kok kakak INFJ, dan adek sangat bisa maklumi itu, tapi sampai kapan? ...Padahal, adek selalu bilang setiap kita begini, setiap adek merasa keberatan, setiap adek merasa tertekan dengan sikap kakak yang adek anggap "seenaknya" ini, kalau kakak mau bilang nggak juga bilang, biar adek tahu adek posisikan diri gimana, tapi kakak ngga jawab itu. Ok, adek anggap kakak 'mau' makaknya kakak lanjutkan. Tapi yang namanya anggapan ngga selalu benar, sekarang jadi lucu kan? hatinya untuk orang tapi sama kita, apa iya pelampiasan? lucu kan?

kita sepakat kalau adek masih berfikir anak-anak, kita sepakat kalau adek 17 tahun, kita sepakat adek ga paham apa-apa, kita juga sepakat adek ngga bisa menjadi 'standar' yang kakak pengen. Tapi, seandainya kakak tahu..apapun untuk kakak, adek tetap usahakan, adek selalu coba..itu karena apa? karena adek sangat sayang kakak, kakak tau dirinya di sayang, malah makin begini.. seenaknya, terlalu sering adek kasih toleransi, terus kakak pikir adek ngga bisa sakit hati begitu?... Bukan karena adek kecil, lalu adek ngga ngerti hal ini, bukan..

adek sewaktu-waktu juga bisa capek kayak kakak, bisa ngantuk, dan bisa jadi introvert lagi, tapi untuk kakak, apapun itu.. I'll try. Adek bahkan sering kesampingkan perasaan sendiri hanya sekedar untuk maklumi sikap kakak yang entah akan menerima diri sebagai 'infj' sampai kapan. Dulu, kalau belum siap direpotkan ngapain mulai? bukankah kakak yang memulai? ada apa? gabut? ga ada kerjaan lain? penasaran? apa mungkin di orang lain kakak juga begini?

sekarang ngomong aja deh, jujur aja deh, sebenarnya kakak melanjutkan semua ini untuk apa? ngapain? dan kenapa? di orang kakak bisa jujur, di adek kenapa ngga bisa kan?

biar adek ngga begini-begini terus...adek mau bilang capek, ini mungkin kata ke "4536272625338374638" yang kakak denger. Jadi ya udah, mau gimana lagi...adek capek itu, Iya. Tapi ngga ngomong juga lebih cape..mau adek ngomong ngamuk-ngamuk, perengat perengut kayak kemaren juga sama aja..kakak masih sama.. sekarang ngomong aja deh..biar kita sekali-kali berhenti, ga ada ujungnya begini. Jangan seenaknya terus...

Oleh sebab itu, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi. Hal ini juga menjadi closing point yang menjelaskan saya tidak bersalah, dan Nayla Alika Azmi, bersalah.

1. Nayla Alika Azmi, Misinterpretasi

Nayla mempercayai bahwa saya tidak menyayanginya bila saya tidak memberikan pesan sebagaimana ia memberikan pesan. Pesan ‘ngantuk’ yang saya berikan diinterpretasikan sebagai sebuah pesan menghujam dan benci, padahal maksud saya ‘iyaaa, nanti dulu aku balas pesannya, aku ngantuk sebab capek jadi aku mau tidur dulu, luuuuv muaaach’

2. Nayla Alika Azmi, Tidak Konsisten

Keberadaan dua akun membuat Nayla sebenarnya tidak konsisten, terlebih ketika akun komunikasi satuan di hack, sudah jelas saya akan komunikasi dengan akunnya yang satuan, namun jika pesan di akun yang tidak di hack hilang dan tidak menjawab? Macam mana? Disinilah ketidakonsistenan itu. Misalnya saja, jika pesan di akun yang di hack tiba-tiba muncul, bagaimana kita tahu bahwa itu Nayla atau bukan? Bagaimana itu bukan Nayla tapi ternyata tukang Nasgor yang ternyata intel dan menculik Nayla? 

3. Nayla Alika Azmi, Kerasukan Iblis

Poin ini terlihat bercanda, namun ini benar adanya dan saya bisa memberikan buktinya. Pada suatu malam Nayla mengechat saya dan cerita bahwa ia tidak bisa tidur karena diganggu oleh jin, dan pesan berikutnya, ia menjelaskan bahwa iblis itu ‘masuk melalui hidungnya’, dan pesan berikutnya dihapus total. 

Gambar 2.4
Bukti bahwa setan/iblis masuk melalui hidungnya Nayla Alika Azmi

Berdasarkan fakta tersebut, besar kenyataan bahwa sebenarnya Nayla Alika Azmi sedang dirasuki oleh iblis. Pesan-pesan yang dihapus adalah bukti bahwa Nayla membutuhkan pertolongan namun sebab ia dikontrol oleh iblis, ia menghapus semua pesan itu. Pesan ‘ini dia masuk ke hidung adek’ adalah kesadaran terakhir Nayla sebelum dikendalikan oleh iblis. Turut berdukacita, Nayla.

Bagaimanapun juga, saya selalu membalas pesan Nayla, kendati tidak langsung dan membutuhkan waktu. Hmmmm.

Penutup

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa saya tidak bersalah, namun Nayla Alika Azmi, bersalah. Terdapat beberapa alasan mengapa Nayla bersalah, yaitu satu, tidak konsisten, misinterpretasi, dan tentunya, kemasukan iblis.

Oleh sebab itu saya menyarankan Nayla untuk di ruqyah, sebab kita tidak tahu apakah ia benar-benar Nayla, ataukah jin? Ataukah masih di kontrol Iblis? Selain itu, saya memberikan tuntutan kepada Nayla untuk memberikan video klarifikasi dan menyatakan bahwa dirinya bersalah.



DAFTAR PUSTAKA

Njir, ada daftar pustakanya WKAKAKKAKA

Ciee yang baca sambil senyum tapi kesel, WKAKAKAKAK



Ada-ada saja.


Share:

Selasa, 06 Februari 2024

Kepada Diriku Aku Meminta Maaf

 

Kepada Diriku Aku Meminta Maaf

Aku minta maaf, sungguh. Aku meminta maaf pada diriku sendiri. aku membawa diriku pada jalan ini, membuatnya terlunta-lunta, menyeret kepahitan, membawa perasaan sakit itu sendiri, memendamnya, membiarkannya pudar di dalam, kemudian meledak, aku menangis. Aku… aku… ini semua salahku! Namun aku telah memilih jalan ini, dan aku juga tidak mau kembali. Hanya saja sakit, sakit ini mengikutiku kemapanapun aku pergi, perasaan sepi, kesendirian, perasaaan terasingkan, perasaaan hancur, perasaan ingin mengeluarkan semuanya melalui bentuk tangisan, aku memendamnya dalam kesendirian, dan aku masih berlagak kuat, merasa hebat, tersenyum dan tertawa, namun tekanan itu, namun tekanan itu begitu terasa, benar-benar menikam dan membuat diriku merasa muak.

Aku ingin hidup namun tidak ingin hidup yang sepeti ini, dan pun aku mau hidup seperti itu tetapi tidak mau melakukan cara yang seperti ini. Paradoks bukan? Namun aku tidak punya pilihan, hanya saja, aku merasa jatuh, aku merasa hancur. Bahkan hancur pun aku dalam kesendirian. Dan lagipula, setiap cowok, setiap manusia, harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia lalui, namun apakah selamanya aku akan melalui ini, tersendat-sendat di jalan, terluka, menempelkan kepala pada tembok, menangis? Mengapa hidup mesti tentang perjuangan dan penerimaan, jika memang tujuannya hanyalah kenikmatan belaka? Tuhan, entah desain mana yang telah kau buat dalam hidupku, entah keajaiban mana, tetapi rasa ini, ya ampun, rasanya memekik dan mencekik, aku mau hidup lebih lama, namun akankah selamanya dengan jalan ini ya Tuhan? Bukan kehidupannya, melainkan perasaan yang tidak bisa aku kendalikan.

Rasa yang membelenggu, menendangku, mengulitiku, hiduuup, hiduup, teriakku. Namun aku merasa hanya kesunyian, maafkan aku, maafkan aku, telah kubawa jiwa dan ragaku  dalam kesendirian dan kepecundangan, dan aku gagal, sekali lagi, gagal.

Maafkan aku.

Apakah kamu bahagia?

Tanya diriku, mungkin jiwaku.

Bbrapa kali, iya, namun tidak sebanyak yang kukira.

Jika itu buat kamu bahagia, jalani. Namun jika tidak, lihatlah.

Apa yang mesti aku lihat, jalan itu, jalan itu… kemanakah akhirnya, kearah baikkah atau tidak? Dan apakah ada jalan lain untuk kesana, selain jalann yang kamu tempuh saat ini?

Mungkin ada, namun aku tidak merasakan itu, aku rasakan hanya tekanan.

Mungkin kamu overdosiss, kelebihan tekanan.

Apa kaksudmu, aku tetrekan?

Kurang lebih seperti itu, habisnya, kamu selalu memaksa diri, menuyksa diri, padahal kamu lemah.

Aku, lemah? Iya,, bahkan sangat lemah. Tapi kau masih bisa jadi kuat.

Bagaimana caranya?

Ini tubuh kita, dan aku hanya jiwamu, maka cari tahulah sendiri.

Share:

Senin, 18 Desember 2023

Tentang Kita Yang Berharap Mati Hari Ini

 

kutulis kisah kita hari ini

namun tak dapat kujadikan ia kata

tanganku tercekat,

tak dapat menari seperti hari kemarin

apakah gerangan?

bertanya aku dalam sunyi

yang dijawab juga oleh sunyi

‘ah, kamu sudah tinggalkan kegiatan ini sejak lama’

‘menyelingkuhi aku dengan kegiatan yang lain’

‘lucu sekali, kamu. berkata bahwa kamu bermimpi untuk hal ini’

‘tapi kamu tinggalkan aku dibelakang’

‘dan orang-orang, mengejar impiannya’

‘meninggalkan kamu di belakang’

‘menyedihkan sekali bukan?’

‘bahkan sampah sekalipun lebih berharga’

‘daripada kamu’

 

kumakan perkatannya

kutelan dalam-dalam

namun tidak sedikitpun aku merasa diinjak

oh, duhai harga diri? kemana kamu pergi

maka harga diri pun menjawab

‘tak sudi aku, hidup didalam kamu’

‘banyak omong kosong’

‘tong kosong’

‘bodoh’

‘tolol’

‘bahkan tuhan pun menyesal ciptakan kamu’

‘matilah, entah dengan gantung diri’

‘atau melompat pada tempat-tempat tinggi’

‘dan balutlah dirimu dengan kain kafan’

‘dan galilah kuburanmu sendiri’

‘hanya dengan itu kamu tidak akan jadi penyusah’

‘dan dunia akan terus berjalan’

‘tanpa kehadiranmu’

‘dan mereka akan tetap tertawa’

‘tanpa kehadiranmu’

 

maka kuambil tali dan pisau, berpikir seperti apa aku mati

kemudian datanglah aku

dipeluknya aku,

‘nggak apa-apa, kamu udah sejauh ini’

‘akhir tahun sebentar lagi, dan bukan ide bagus untuk mati’

‘alkohol dan rokok, dopamin dan adrenalin’

‘kamu udah sejauh ini, apa kamu mau bertahan lebih lama lagi?’

‘keajaiban datang kepada mereka yang menunggu’

‘maka menunggulah, lebih lama’

‘sedikit lebih lama’

‘mungkin kamu akan temukan cahayanya’

 

kujawab ia dengan berbisik,

‘aku muak’

‘mungkin mengakhirinya adalah jalan yang terbaik’

‘tidak akan ada lagi aku’

‘tidak akan ada lagi kamu’

‘dan momen saat kita pergi, menghilang’

‘akankah ada yang akan menangisi’

 

dan logika, dari pojokan ruangan, muncul dan berkata

‘mati pun kamu masih mengharapakan orang lain’

‘mati pun kamu masih memikirkan orang lain’

‘bodoh, tolol’

‘mati ya mati’

‘hidup ya hidup’

‘jangan ada orang lain lagi’

‘hanya ada kamu, dan pilihan kamu’

‘tidak ada tuhan, hanya ada kamu dan pilihan’

 

dan musik-musik bermunculan, bersama rasa syukur dia melompat

‘sebelum kamu mati? maukah kamu mendengar musik untuk terakhir kalinya?’

aku persilahkan dan ia mulai berbunyi,

dan buku melompat dari lemari,

‘sebelum kamu mati, maukah kamu membacaku untuk terakhir kalinya?’

maka kupersilahkan ia ke pangkuanku

lalu puisi dan tulisanku, muncul dari kertas dan laptop,

‘sebelum kamu mati, maukah kamu menyelesaikan aku terlebih dahulu?’

maka kuambil pena dan kuselesaikan puisiku

maka tanganku menari diatas keyboard laptop,

sekali lagi,

menulis tentang kamu.

‘aku telah selesaikan semuanya, aku mau mati’

peta muncul dan berkata,

‘belum, kamu belum pergi ke tempat favorit kamu’

‘disini dan disini’

‘dan kamu belum mendaki gunung ini juga’

aku sedih, kemudian berkata,

‘kalau mengerjakan semua itu, aku tidak bakalan mati.

‘sementara aku mau mati, saat ini’

dan kopi datang bersama gelas dan stoples gula

‘sebelum kamu mati, maukah kamu meminum aku,’

‘untuk terakhir kalinya?’

aku marah,

‘kalian menjengkelkan!’

‘aku mencoba banyak hal’

‘dan gagal, dan gagal’

‘aku mencoba bertahan’

‘tapi aku juga mau semuanya berakhir’

‘aku sendirian’

‘aku kesepian’

‘begitu ramai diluar sana’

‘tapi mengapa aku merasa sendiri?’

‘aku mau semuanya berakhir disini’

‘bunuh aku, akhiri semuanya’

‘tidak akan ada lagi aku’

 

dan setan keluar dari alam ghaibnya,

‘sialan! kalian semua menghalangi pekerjaanku!’

‘bunuh dirilah! masuklah kedalam neraka!

‘jadilah keraknya! terbakarlah bersama batu dan manusia lainnya!’

 

dan malaikat muncul dari alam ghaibnya,

‘duhai setan! kamu melanggar konstitusi!’

‘kamu sama saja seperti manusia di negara ini’

‘tapi kamu memang setan sih’

‘tapi kamu melanggar konstitusi akhirat’

 

dan kamarku ramai,

buku-buku yang lain bermunculan, meminta untuk dibaca

puisi dan tulisanku bermunculan, meminta untuk diselesaikan

dan tempat-tempat favoritku di bumi, bermunculan untuk dikunjungi

dan kopi-kopi,

dan mimpi-mimpi,

malaikat dan setan,

tentang kebebasan dan konstitusi,

ah, tahi anjing

kalau begini, aku mau mati di lain hari

nggak hari ini,

mungkin besok nggak seramai hari ini

 

dan aku, memeluk diriku sendiri

‘ah, ya. kita memang sudah sejauh ini’

 


Share: