Sampai Rumah Pada Pukul 00.00
Aku tidur di tenda biru, tidak berakhir dengan baik |
Pada malam jumat, Kamis, 24 Agustus, aku
terpaksa pulang dari Mataram ke Kopang setelah kumpul dengan HMJ dan PMII kemudian
berakhir dengan sampai di rumah pada pukul 00.00. yak, benar pukul 00.00.
Dalam perjalanan ke rumah aku
menelpon Talal dan bertanya kepadanya ia lagi dimana, ada hal yang saat itu
perlu dibahas, dan itu mesti segera diselesaikan. SK HMJ sebentar lagi akan
berakhir, sheingga hal itu tentu membuat kepengurusanku di HMJ laksana duduk
diatas toilet, masuk, duduk, beol, cebok, pergi. Hanya saja ternyata Talal
sedang ada kegiatan-katanya-.
Pada akhirnya malam itu aku
pulang, dengan bensin yang belum diisikan oleh Farqy, aku menembus malam dengan
segala kegelapannya, bahkan dengan motorku yang bensinnya sedang sekarat.
Pikiran-pikiran buruk yang aku
miliki membayangkan bagaimana jika nanti Mogre mati di jalan, bagaimana jika motor
supraku tiba-tiba berhenti dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Maka itu
artinya aku akan mendorong motorku disamping jalan seperti maling.
Hal itu membuat aku membayangkan
bagaimana jika nanti ketika aku mendorong motor orang-orang yang menganggap aku
maling ke hadapan aku sambil membawa golok, obor, dan barbel. Kenapa bawa
barbel? Entahlah.
Maka percakapan ini pasti akan
terjadi:
“Hai makhluk jahat! Kamu pencuri
ya?”
“Kok tahu?”
“Karena kamu telah mencuri hatiku”
“Chuaaaaks”
*Digebuk satu kampung
Dari Mataram ke Kopang, aku
pulang pukul 00.00 dan tubuhku kedinginan sangat, saking dinginnya film Peaky
Blinder sampai insecure.
Rasa dingin yang segera memeluk
tubuh membuat aku menggigil, sayangnya dan kampretnya adalah entah mengapa
celana panjang yang aku gunakan tiba-tiba menjadi gatal sangat, saking gatalnya
aku sampai membakar diriku sendiri. Nggak, becanda. Saking gatalnya aku sampai
melepas celana panjangku sehingga aku hanya menggunakan celana pendek.
Benar, celana pendek, jangan
pikir aku akan gunakan celana dalam.
Tapi memang pada pukul 00.00 itu
seluruh desa telah sepi, hanya ada cahaya lampu teras yang dibiarkan menyala
sebagai tanda bahwa kehidupan masih berjalan. Hal yang kemudian membuat
segalanya menjadi menakutkan adalah bahwa motorku tidak bisa aku masukkan
kedalam garasi karena garasi telah kekunci, dan tentunya harus aku biarkan di
luar.
Aku memutuskan untuk makan
terlebih dahulu, mengisi perutku yang keroncongan dan mengisi baterai hape yang
telah mati suri. Habisnya ketika pertama kali ke dapur aku mencoba menyalakan
lampu namun ternyata lampunya mati, dengan baterai hape yang hanya 2%, senter
hape hanya bisa bertahan beberapa detik saja sebab setelah itu dia mokad.
Kondisi dapur kala itu |
Namun ternyata lampu dapur nge-prank
aku, aku menemukan fakta itu karena aku memukulnya keras dengan jari sehingga
ia kemudian menyala. Dengan itulah aku menemukan fakta bahwa ada tikus didalam
dapur, dan hal itu membuat aku bisa mengecas hape sebab sebelumnya aku
kelihatan kayak orang goblok dan buta sebab mencari colokan di dapur.
Malam itu aku tidur diluar,
tempat dimana ponakan Hasbi kerapkali bermain. Didalam tenda itu aku sangat
kedinginan, kupikir tendanya dapat mengusir dingin, namun nyatanya dengan
hoodie dan celana pendek, rasa dingin mencabik-cabik kulit, memuatku membeku.
Namun aku pada akhirnya tetap
tidur, walau pada pagi atau shubuhnya aku ke rumah nyokap nyari sarung, aku
kedinginan dan mau sholat, ya kali sholat pake celana pendek.
Ortuku bertanya kapan aku pulang
dan aku bohong pulang shubuh itu, aku berkata menginap di Narmada dan pulang
ketika shubuh. walau aku benci berbohong dan kesulitan dalam berbohong, namun
aku tidak mau penderitaan yang aku miliki mengecewakan orangtua, aku ingin
memendamnya sendiri, walau terluka, kedinginan, dan hampir mati, walau aku akan
mati membeku. Hal itu membuat aku segera cabut dan membuka rumah tengah, tempat
dimana aku sholat dengan celana panjang menggatalkan dan kemudian tidur disana.
Setidaknya, aku menemukan tempat
untuk tidur yang layak, tempat yang hangat, sebuah tempat yang layak kita sebut
rumah.
0 comments:
Posting Komentar