Pun kadangkala aku memikirkannya.
Aku memikirkan sekaligus merindukan bagaimana aku dulu bisa menulis banyak kata,
merindukan bagaimana ketika aku masih di pondok mampu menulis ragam tulisan dan
karya. Memang, aku berkembang, beberapa prestasi aku toreh, tetapi rindu itu
tidak bisa aku bohongi. Aku mengingat malam-malam di Pena Santri, ketika aku
menulis dan menyelesaikannya ketika shubuh mulai datang, mengemas barang, dan
berangkat untuk sholat shubuh berjamaah.
Aku merindukan masa-masa yang mana kita hanya
perlu menikmati apa yang ada, sebuah tempat kita merasa cukup. Sementara kini,
kurasa, kendati tidak benar-benar peduli, tuntutan itu semakin ada disana-disini.
Ia mengepungku seperti hyena mengepung kelinci. Aku tak bisa mengelak. Pun
juga, tidak ada pilihan selain melawannya. Berdiri, menghadapinya.
Malam ini pukul 12:57, sembari menulis
ditemani Fahmi yang sedang bermain Mobile Legend, dengan lagu Andra and The
Backbone ‘Sempurna’, dan tarian-tarian jari di atas keybord ini, aku kembali
merindu.
Betapa kenangan masa lalu
seringkali muncul melalui tabir-tabir waktu, yang tersingkap dalam memori,
melalui gambar dan orang-orang. Melalui cerita dan titik-titik waktu.
Kadangkala, aku ingin kembali ke
masa-masa itu, tetapi waktu mesti terus bergerak maju.
0 comments:
Posting Komentar