Sehabis RTAR dan menyelesaikan tugas
di kosnya Amoepa, aku kem udian memaksakan diriku untuk berangkat menuju Kopang
sebab sebagian besar pakaianku masih berada disana. Malam datang dan pikiran
akan kegagalan yang mendatangiku membuat aku kesal, aku semakin kesal sebab ada
sebuah motor kampret dengan knalpot bersuara jelek dengan asap abu-abu yang
membuat diriku terbatuk.
Motor kampret! Aku sesekali mengumpat
dan bahkan berimajinasi untuk menendangnya sehingga ia akan terbunuh diatas
jalan. Pikiranku terbagi menjadi dua dimana pikiran negatif memintaku untuk
menyelesaikannya, sementara pikiran positifku menyuruhku untuk mendoakannya.
Namun pada akhirnya aku memilih
untuk berpikir positif walau kurasa lebih seru untuk baku hantam di jalanan,
lagipula hari begitu buruk belakangan ini, satu atau dua orang mati diatas
jalanan tentu tidak jadi masalah dan masih bisa untuk tidak dipedulikan.
Malam semakin panjang dan beberapa
perhentian akibat lampu merah membuat waktu juga semakin terhambat. Aku hampir
tabrakan sebab seorang bapak tiba-tiba me-letting dan kemudian berbelok;
membuat aku segera menurunkan gigi dan berbelok kearah kiri.
Aku telah kenyang oleh asap, dan
para kampret-kampret itu jelas tidak pernah mempedulikan siapapun di jalanan
dan hanya mempedulikan dirinya sendiri. Pada lampu merah, dua motor kampret itu
berhenti dan bersiap untuk balap; mereka saling lihat dan aku segera mengisi
tempat kosong diantara mereka; kini aku sejajar.
Tidak ada aturan memang, namun
Mogre yang aku tunggangi juga meraung. Aku kerap mendengarkan bagaimana kawan-kawanku
yang pembalap liar dan ilegal kala malam, bagaimana mereka berjudi diatas
sebuah motor dan orang yang menungganginya. Dan kini pun begitu. Aku seolah
berjudi dengan kehidupanku yang malang, sedih, dan penuh kegagalan. Aku berjudi
terhadap segala hal-hal yang akan aku tinggalkan dibelakang, aku akan
menaruhnya, membuangnya, menguburnya. Aku tidak peduli apa aku akan mati malam
ini, aku hanya peduli pada jalanan dengan segala harapan yang ia tinggalkan.
Maka ketika lampu merah menjadi
kuning, kita semua ngebut dan balap. Sayangnya Mogre kalah start karena aku
belum siapkan gigi 1, hasilnya aku ketinggalan dan motor-motor kampret itu lebih
dahulu menerjang.
Namun Mogre adalah iblis merah.
Dengan cepat aku menaikkan gigi dan mengejar, namun mereka teramat cepat dan
bisa berkelak-kelok laksana ular. Namun Mogre adalah Mogre, segera ia berkelok
juga dan membawaku pada kemungkinan-kemungkinan yang ada di hari ini. Mati atau
hidup adalah urusan nomor dua, mengalahkan mereka adalah urusanku yang nomor
satu.
Aku pada akhirnya bisa menyalip
mereka ketika mereka ragu untuk melewati sebuah truk besar sementara aku segera
mengambil posisi paling kanan dan kemudian tancap gas dan meninggalkannya
dibelakang. Aku melaju dan melaju menuju peradaban yang aku inginkan,
meninggalkan segala kenangan dengan segala hal yang memuakkan.
Aku menjauh dari mereka sampai
tidak dapat lagi aku dengar suara busuk dari motor mereka. Aku ngebut semakin
jauh dan melewati mobil-mobil cepat truk-truk yang dapat melindasku. Aku
melewati motor-motor dengan lampunya yang bercahaya laksana kunang-kunang; aku
meninggalkan semuanya, membiarkan mereka menjadi bagian dari masa lalu agar aku
dapat menikmati masa ini.
Rasanya menenangkan.
Impianku yang besar
menginjak-injakku seolah aku adalah seorang pecundang. Ia mengangkangiku dan
kemudian menjatuhkan aku kedalam keputusasaaan. Aku mati dalam harapan dan
impian yang akau ciptakan sendiri, aku terbunuh dalam kegelapan dan dimakan
oleh kenyataan yang tidak pernah bisa aku realisasikan.
Aku marah.
Dalam balapan kali ini aku melepaskan
semuanya dan tidak lagi peduli apakah hidup dan mati. Aku hanya ingin menang,
namun kemenangan tidak pernah benar-benar bisa aku genggam, sebab kenyataannya,
aku adalah kegagalan.
Maka pada malam yang pekat ini
aku melibas semuanya, cukup Tuhan yang bisa menghentikan aku, dan jika ia
memang mau membunuhku, maka biarkan. Aku pasrah. Namun aku tetap hidup, bahkan
sampai perhentian di Mantang, aku masih bisa hidup dan sampai lebih dulu
daripada yang lain.
Aku melewati motor dan
mobil-mobil mewah, meninggalkan mereka dibelakangku menjadi kenangan. Bahkan
ketika aku berhenti di lampu merah, sebuah motor N-Max datang dan parkir
disampingku, kuanggap ia juara kedua. Sementara kemudian datanglah seorang perempuan
yang nampaknya sedang melakukan pindahan, kurasa ia tidak ikut lomba, apalagi
ia membawa magikom. Tapi kusebut ia juara ketiga.
Ketika aku melihat dengan seksama
kepada N-Max si juara kedua, ternyata pemiliknya menggantungkan hape pada dashbor
motor dan sebuah video dangdut perempuan berjoget disana. Hal itu membuatku terkaget
karena keunikannya.
Ternyata, hidup tidak hanya gelap
dan diisi jutaan keputusasaan, melainkan diisi keindahan dan kekonyolan yang
tolol. Kita mungkin sedikit lebih memandang dengan baik, dan mulai memperhatikan
bagian-bagian terkecilnya.
0 comments:
Posting Komentar