Minggu, 06 Juli 2025

Berhenti S2?

Ketika aku sedang berpuasa, ibu menelpon kak Ali. perbincangan itu terjadi. Perbincangan itu adalah tentang aku yang akan kuliah apa tidak. S2. Sayangnya uang tidak cukup, belakangan kak Arif ditipu dan mobilnya diambil, membuatnya sakit. Biaya S2 besar, bisa ratusan. Bahkan sekitar 130 jutaan. Sementara uang bapak yang tersisa adalah 40-an. Disinilah pergulatan itu terjadi.

Kak Ali menyayangkan mengapa aku tidak kuliah S1 diluar saja, dan S2 bisa di dalam. S1 katanya adalah untuk mendapatkan pengalaman, S2 bisa sambi-sambi. Hanya saja sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur, bapak juga sudah dikubur. Tidak ada artinya membahas lagi.

Aku telah mengatakan bahwa aku tidak mau kuliah dulu, aku mau mengabdi. Hanya saja aku dituntut untuk kuliah dulu biar nanti tidak terlalu tua. Tetapi semua memiliki pandangan tersendiri. Kak Ali berkata bahwa aku sebaiknya kuliah, tapi di Lombok. Kak Arif mau aku kuliah, tapi diluar. Kak Sol tidak mau aku kuliah, jika bukan beasiswa.

Inilah yang terjadi kalau kamu anak terakhir, dibesarkan dengan paternialistis, tidak diberikan banyak pilihan, dibuatkan panggung, bernyanyi sendiri. 

Aku berbicara dengan ibuku selepas telpon itu, dan perasaanku hancur. Bukan hanya karena impianku seharga 200 ribu, melainkan dendam yang pelan pelan ada dalam diriku. Kebencian. Benci yang menjalar melalui jantung, kebencian terhadap keluargaku, kehidupanku, dan dunia ini. Betapa ia menjalar begitu cepat seperti api memakan kayu.

Pun dari sekarang aku diminta mencari ceperan. Uang. Benar. Lagi-lagi soal uang. Bahwa aku bertanya pada ibu apa arti pendidikan aku? Apakah sekedar mencari uang? Jika iya, sebaiknya tidak perlu S2. Biarlah S2 menjadi takdir. Aku akan mendapatkan beasiswa. Namun mungkin ada tujuan selain itu?

Ibuku berkata bahwa 'hanya kamu sendiri yang tahu'. Tetapi aku sudah tidak ingin apa apa lagi, kehidupanku rasanya sudah tidak bermakna. Pun aku tidak tahu apa yang aku inginkan, menjadi apa, namun hal yang aku tahu, aku ingin membuat sebuah novel yang dengan novel itu banyak orang tersembuhkan. Aku ingin. Pelan-pelan. Entah kapan.

Aku ingin lebih kuat, jadi lebih kuat. Kemudian barangkali aku akan mati... Entahlah.
Share: