Rabu, 25 Juni 2025

glimpse

Dalam ketidakpastian, dan kebingungan memilih apa diantara yang mana. Namun hidup harus terus bergerak. Pun juga, kalah adalah bagian dari hidup, mesti diterima dengan selapang lapangnya.


Share:

Selasa, 24 Juni 2025

Selamat Menikah Bq. Lina Hayati

Lina menikah hari ini, untuk kalian yang tidak mengenalnya, dia adalah temanku ketika SD, anak yang selalu berada di posisi pertama kelas, disusul Yupita dan Yati Sukma. Rankingku? Nyempil kek tahi gigi.

Hal yang unik adalah, bahwa beberapa hal seperti bocil Velocity, nama Lina yang sebenarnya Auksar apalah, dan kedatanganku yang ternyata cuma sendiri. Kan lucu. Kalau fotoan bisa kek nyamuk, bahkan bisa dianggap orang ke 3.

Yang datang juga kek syeikh-syeikh atau orang alim. Seperti penghafal Al-Quran, itu tamu cowok. Tamunya Lina? Benar. Sebab ia menggunakan cadar, maka tongkrongannya orang yang mengenakan cadar juga. Hal ini jauh berbeda denganku yang hanya mengenakan kemeja, hampir pengen pinjam cadar untuk bisa fotoan sama mereka.

Hingga saat ini, aku masih nunggu temen. Kok nggak muncul-muncul. Dahlah, namanya juga hidup.

Quote yang kudapat hari ini : lelaki yang baik adalah yang baik kepada istrinya. Jika orang mengatakan bahwa lelaki itu tidak baik, tetapi istrinya mengatakan dia baik, maka sungguh lelaki itu baik. Begitupula sebaliknya.

see? So many jubah panjang people.
Share:

Senin, 23 Juni 2025

Masih Bertanya

Perang sudah ada di depan mata, nampak sudah tidak bisa dihindari lagi. Pengeboman Amerika ke Iran bisa menjadi pemicu yang baik. Pertanyaannya, apakah sebaiknya aku ikut militer untuk belajar disiplin? Atau ikut perang karena aku merasa hidupku kurang menantang dan berarti?

Kadangkala aku merasa semangatku ketika saat remaja menuju dewasa, mungkin SMA ke S1 awal begitu membara. Aku pernah menulis 300+ lebih esai waktu itu, hanya saja sekarang aku merasa berkarat. Kupikir, memiliki tempat untuk memacu diri, menghancurkan diri sendiri, mati, bukanlah ide yang buruk bukan?

Pun juga, aku ingin tahu apakah aku benar-benar memiliki jiwa, beberapa rasanya terasa kosong. Aku butuh sebuah tempat untuk hidup kembali. Tetapi, aku tidak tahu. Dimana tempat itu, dapatkah kita menciptakannya?

Masih bertanya-tanya.
Share:

Minggu, 22 Juni 2025

Sebuah Catatan 21-23 Juni

Kadangkala, aku hanya bisa meminta maaf pada diriku sendiri. Pun aku tidak tahu mengapa, hanya karena aku terlalu keras? Atau hanya karena aku terlalu malas. Aku tidak bisa membedakannya. Harapanku, kedepannya akan lebih baik.

Catatan ini aku tulis 24 Juni, 2025, tepatnya hari Selasa. Kemarin sempat ada informasi bahwa Bq. Lina Hayati menikah dengan Erick, dan pernikahannya akan dilaksanakan hari Rabu besok, 25 Juni.
Catatan sebelumnya, 21-23 Juni, tertulis:

Belakangan aku ketagihan bermain Zombie Forrest 3, gamenya cukup unik, sayangnya bukan tantangan yang baik untukku. Aku segera mampu menamatkannya dalam beberapa hari, bahkan melalui aplikasi Stayfree, aku pernah memainkannya lebih dari 4 jam sehari, bahkan 8 jam 33 menit 39 detik pada 21 Juni 2025. Yeah, begitulah. Tetapi 23 Juni kemarin, aku menghapusnya. 

23 Juni kemarin juga, aku membuat video bersama bocil untuk melengkapi video membaca nyaring. Hasilnya, mengecewakan. Kenzhie pargoy di depan kamera, anak-anak susah fokus. Ah shibal! Video kedua lebih hancur lagi, dan dua hari lagi, aku butuh sebuah buku cerita, dan tiga anak untuk didongengkan.
Share:

Selasa, 17 Juni 2025

Betapa Rindu Kadangkala Muncul Melalui Tabir Waktu

 

Pun kadangkala aku memikirkannya. Aku memikirkan sekaligus merindukan bagaimana aku dulu bisa menulis banyak kata, merindukan bagaimana ketika aku masih di pondok mampu menulis ragam tulisan dan karya. Memang, aku berkembang, beberapa prestasi aku toreh, tetapi rindu itu tidak bisa aku bohongi. Aku mengingat malam-malam di Pena Santri, ketika aku menulis dan menyelesaikannya ketika shubuh mulai datang, mengemas barang, dan berangkat untuk sholat shubuh berjamaah.

 Aku merindukan masa-masa yang mana kita hanya perlu menikmati apa yang ada, sebuah tempat kita merasa cukup. Sementara kini, kurasa, kendati tidak benar-benar peduli, tuntutan itu semakin ada disana-disini. Ia mengepungku seperti hyena mengepung kelinci. Aku tak bisa mengelak. Pun juga, tidak ada pilihan selain melawannya. Berdiri, menghadapinya.

Malam ini pukul 12:57, sembari menulis ditemani Fahmi yang sedang bermain Mobile Legend, dengan lagu Andra and The Backbone ‘Sempurna’, dan tarian-tarian jari di atas keybord ini, aku kembali merindu.

Betapa kenangan masa lalu seringkali muncul melalui tabir-tabir waktu, yang tersingkap dalam memori, melalui gambar dan orang-orang. Melalui cerita dan titik-titik waktu.

Kadangkala, aku ingin kembali ke masa-masa itu, tetapi waktu mesti terus bergerak maju.

 

Share:

Kamis, 08 Mei 2025

Sebuah Catatan dari Seorang Beban Keluarga


Sebuah Catatan dari Seorang Beban Keluarga

Setel musik dulu nggak sih?


Kalau kamu membaca tulisan ini, berarti ulang tahunku sudah semakin dekat, dan aku akan melakukan hal yang sama seperti orang-orang pada umumnya; melakukan refleksi, merenung, mengurung diri dalam kamar dan ngomak-ngamuk sembari mempertanyakan satu hal; betapa tidak bergunanya aku dalam hidup ini.

Mei tahun 2024 adalah ulang tahun terburuk sebab disanalah ayahku meninggal tanpa sempat melihat toga di atas kepala, dan kepergiannya membuat aku merasa kosong. Aku merasa gagal. Aku jatuh dan molor untuk wisuda, aku tak merasa berarti dan merasa tahun-tahun perkuliahan adalah tahun-tahun yang sia-sia. Aku tak mengingat bahwa aku telah menjadi ketua HMJ, aku tak mengingat bahwa aku telah menjadi bagian kaderisasi di PMII, aku tak mengingat bahwa aku telah memiliki prestasi-prestasi, menulis ratusan lebih artikel saat menjadi mahasiswa, atau tak juga mengingat bagaimana orang-orang berterima kasih kepadaku. Semuanya terasa kosong dan nyaris tanpa makna. Momen itu aku menyadari bahwasanya aku tidak hanya kehilangan sesosok ayah, tetapi kehilangan sebagian makna hidupku.

Satu-satunya cara aku bertahan saat itu adalah dengan membaca buku; menggunakan 50% dari gaji untuk membeli buku-buku yang aku mau, duduk di atas kursi sepanjang hari dan terus membaca, menulusuri kalimat demi kalimat, menyusur kata, membelah paragraf. Bab demi bab yang kosong dengan hati yang belum terisi. Maka pada bulan ini aku telah bersiap-siap dengan segala hal yang buruk, misalnya saja kaki kejepit pintu atau tiba-tiba Dajjal datang sambil joget Samba. Barangkali, aku telah siap.

Aku percaya bahwa selama aku membaca buku dan belajar, berdiskusi, dan bertemu dengan orang-orang hebat maka aku akan terus bertumbuh. Namun, apakah itu benar-benar kemauanku? Apakah aku benar-benar berarti dan layak hidup? Aku mengingat Ace di anime One Piece yang dijebol Akainu, dan pada momen itulah ia memahami bahwa dirinya sangat berharga. Lalu pertanyaan kepada diriku sendiri; apakah aku akan tahu bahwa diriku berharga jikalau aku mati nanti, barangkali saat sebuah insiden atau masa-masa sekarat, melihat sekilas hidup yang aku jalani; apakah aku sudah cukup baik menjadi seorang hamba untuk bertemu dengan kekasihnya? Aku mempertanyakan itu.

Namun aku juga hidup di dunia yang realistis, sebuah dunia yang memandang manusia satu dengan manusia lainnya atas asas statistik dan angka. Di dunia ini, jika kita tidak memiliki uang, kita tidak akan dianggap. Perempuan dan wanita terkadang sangat kejam kepada lelaki miskin. Di dunia ini, IPK dan skor pelajaran seolah sangat berarti untuk menentukan bahwa orang itu berguna atau tidak, dan hal yang paling lucu; anak-anak juga dilihat sebagai bisnis, ia adalah saham berjalan untuk orangtua mereka, dan orangtua akan berinvestasi pada anaknya melalui susu saat bayi, biaya makan dan pendidikan, atau sejenisnya, dan sebab orangtua adalah donatur, dan sebab anak dianggap sebagai saham, maka ia memiliki hak untuk mempertanyakan hasil dari investasinya, sebuah profit maupun keuntungan, atau apalah namanya.

Maka inilah masalahnya. Tuhan tak pernah menurunkan kalkulatornya di Bumi sehingga kebaikan-kebaikan dan cinta tak dapat dikalkulasi. Menurutku itu adalah blunder yang dilakukan oleh Tuhan sebab orang-orang mempertanyakan makna mereka; seorang pengangguran yang membantu nenek menyebrang jalan, seorang pengais sampah wanita yang menahan diri agar tidak memakan sebungkus nasi yang ia miliki sebab ada anaknya yang menanti di rumah. Aku percaya bahwa aku dikelilingi oleh orang-orang baik, orang-orang baik yang terkadang juga mempertanyakan apakah kebaikannya sudah cukup untuk dianggap bermakna. Sebagaimana mereka, aku juga mempertanyakan hal yang sama.

Tahun ini aku setidaknya masih bisa berprestasi, masih bisa membantu kawan-kawanku meminang gelar-gelar di kampusnya, masih bisa melihat orang-orang yang sempat aku didik berprestasi, diundang jadi pemateri, dan masih bisa mempertahankan idealisme agar orang-orang mempercayai bahwasanya Tuhan belum mati dan tidak pernah tertidur. Namun seperti kataku tadi, apakah itu sudah cukup? Beberapa kebaikan tidak berbekas dalam bentuk angka, ia hanya kembali kepada Tuhan Yang Maha Mengingat, dan aku percaya bahwa Tuhan mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah diberikan manusia kepada manusia, alam, dan sekitarnya.

Hanya saja tanpa angka-angka dan gelar, tanpa hasil yang bisa ditunjukkan, aku ingin tahu apakah kebaikan-kebaikan itu memiliki makna, sebab kebaikan tidak pernah menjadi statistika. Namun aku berharap, setitik air yang aku berikan kepada orang lain bisa membuat Tuhan tersenyum, dan tentu saja, bisa membuat ayahku bangga.

Tahun ini diiringi dengan percekcokan keluarga yang aku sudah bodo amat, dan usaha-usaha diriku untuk bisa menjadi lebih baik. Sebagaimana manusia lainnya, aku tetap berusaha walau banyak gagalnya, aku mencoba mendaftar beasiswa, masih mencoba mempertahankan diri untuk berbuat baik, masih menjadi pengangguran dengan ide bisnis yang akan kami jalankan bulan depan, masih berusaha menulis dan menjadi konten kreator, dan masih mencoba untuk mendengarkan cerita orang lain kendati aku akan melemparkan sedikit humor agar membuat dirinya tertawa.

Tahun ini aku membuat komunitas Laron, menjadi WAPIC di LBP, dan karyaku terpilih untuk diterbitkan sebagai buku. Tentunya;

Aku masih hidup sebagai manusia dengan gagal jatuhnya. Semoga yang baik berbiak, dan semoga keberkahan tercurahkan kepada kita selalu. Salam cinta dariku untuk diriku, salam cinta dari Tuhan untuk semesta alam.

 

Untuk Allah, Tuhan yang aku cintai dan aku sayangi; percayalah walau aku tidak akan pernah sesuci nabi Muhammad Saw. walau aku berlumur dosa dan seberapa besar pun aku berusaha menjadi baik, aku masih tidak merasa pantas menyebut diriku sebagai seorang kekasih, aku masih tidak merasa pantas bahkan untuk mendapatkan janji-janji surgamu, apalagi duduk di emperannya. Pun aku juga tidak merasa pantas untuk menerima kasih sayang yang selalu engkau berikan tanpa aku meminta, juga aku tidak pernah merasa pantas menerima semua yang engkau titipkan padaku. Suatu saat nanti jika engkau bertanya tangan, kaki, mata, pikiran ataupun mulut ini aku gunakan untuk apa semasa hidup, aku juga tidak tahu menjawab apa, sebab aku selalu merasa tidak pernah cukup untuk menebus satu mili kebaikanMu, bahkan menebus dosa jika ia dianggap sebagai hutang. Sebagai hambaMu, aku selalu berharap bisa membuatMu tertawa maupun bahagia, tetapi komediku barangkali tidak akan pernah lucu, sebab engkau Maha Tahu.

Ya Allah, untuk kakek, nenek, dan ayahku yang telah meninggal dunia. Padamu aku meminta agar mereka disayang dan dihapus dosa-dosanya, kemudian dimasukkan kedalam surga Firdaus. Intinya surga Firdaus, hambamu ini tidak mau surga yang lain.

Dan satu lagi, aku mau menitip pesan kepada ayah dan permintaan maaf; anakmu gagal menjadi mahasiswa terbaik, ia gagal mendapatkan IPK 4.0 sebagaimana yang ayah harapkan saat aku semester 3. Katakan kepadanya bahwa ia masih gagal banyak hal di dalam hidup, masih ceroboh dan tergopoh-gopoh, masih sering lupa, masih suka menonton anime dan lalai. Katakan kepadanya bahwa aku mencintainya, dan masih berusaha melampaui ayah dalam segala hal seperti prestasi, ketenaran, finansial, dan kebaikan. Katakan kepadanya bahwa aku selalu mencoba, namun aku masih banyak gagalnya.

Ini adalah Sebuah Catatan dari Seorang Beban Keluarga pada bulan Mei untuk menyambut ulang tahunnya yang ke-24. Semoga yang baik berbiak, semoga cinta dan kasih tercurah dari segala penjuru semesta. Oh, Tuhan, jadikanlah aku cahaya.

Terimakasih telah membaca.

Share:

Jumat, 25 April 2025

Membuat Laporan Observasi

Belakangan banyak yang memberikan pesan dan bertanya tentang ‘bagaimana melakukan observasi di sekolah?’, kemudian, pertanyaannya adalah bagaimana formatnya?. Well, kedua pertanyaan tersebut sebenarnya tidak sulit-sulit amat, namun sekiranya perlu diketahui biar tidak salah tulis biar hasilnya manis, uhuy!

Pertama, kita akan membahas dulu pertanyaan yang pertama; Bagaimana melakukan observasi?

Hal pertama yang harus dilakukan adalah bertanya kepada diri sendiri atau melihat tugas yang diberikan terkait ‘hal yang akan diobservasi’. Dalam melakukan observasi tugasnya bisa macam-macam, apakah yang diobservasi adalah cara mengajar guru? Kelengkapan sekolah? RPP atau Silabus? Pelaksanaan program sekolah? Kesiapan siswa atau murid? Atau barangkali tukang cilok yang mangkal di depan sekolah? 

Hal tersebut perlu diperjelas agar jangan-jangan tugasnya adalah mengobservasi guru di sekolah tapi yang dilihat adalah tukang mamang cilok yang ada di depan sekolah. Kenapa penting? Satu, nanti nilai bisa jeblok. Kedua, nanti mamang ciloknya bisa ge’er.

Jadi perlu ditahu dulu hal yang perlu di observasi. Jika yang di observasi adalah sekolahnya? Maka observasinya juga banyak, namun bisa sekali turun. Data bisa diminta di TU sekolah, foto-foto bisa di ambil sendiri, dan RPP maupun silabus juga diminta.

Namun jika yang di observasi adalah cara mengajar? Maka itu beda lagi. Perlu adanya cheklist tentang bagaimana guru mengajar. Apakah ia menggunakan RPP? Apakah gurunya interaktif? Apakah gurunya memiliki manajemen kelas yang bagus? Apakah murid suka dengan penjelasan guru? Banyak. Jika murid yang di observasi, juga bisa dengan pertanyaan-pertanyaan sejenis.

Maka dari itu, perlu tahu secara jelas ‘hal yang di observasi’.

Untuk memperjelas hal yang di observasi, maka perlu sekiranya dibuat LEMBAR OBSERVASI.

Jadi, pembahasan kedua adalah tentang lembar observasi.

Simplenya lembar observasi mencakup hal-hal yang terdapat saat melakukan observasi, wujudnya bisa macam-macam, misalnya dalam bentuk cheklist ada/tidak, atau bisa juga sering/kadang-kadang/tidak pernah, atau iya/tidak. Bisa dalam bentuk pertanyaan dan jawaban, dan lainnya.

Lembar observasi memang mencakup hal yang di observasi, dan pengisiannya bisa nanti saat membuat laporan, bisa juga saat di tempat.

Ketiga, Bagaimana menyusun hasil Observasi?

1. Cover yang berisi logo UIN, Nama observer dan NIM (Pastikan ini ada biar dosennya tidak bingung kasih nilai siapa), dan tentu saja Fakultas dan Prodi kita tercinta.

2. Halaman pengesahan (Kalau ada)

3. Kata Pengantar 

4. Daftar Isi

5. Lampiran (Saya tidak tahu lampiran diletakkan paling depan atau paling belakang observasi, yang jelas taruh saja) Dalam lampiran inilah ditaruh foto-foto observasi. Misalnya data murid, data guru, piagam sekolah, sesi wawancara, murid, bebas. Kalau mau taruhin foto kamu pelukan sama pacar juga boleh, tapi nilainya anjlok ayayayayyaya

6. BAB I PENDAHULUAN, Bab ini berisi Latar Belakang, Tujuan Observasi, Manfaat observasi (Misal, mahasiswa bisa mengetahui/memahami), dan tempat observasi.

7. BAB II Hasil Pelaksanaan Observasi, Disini ditulis hal-hal yang telah di observasi berdasarkan lembar observasi. Apakah wawancara soal iya/tidak, apakah sering/kadang-kadang/ jarang atau tidak pernah? Bebas.

8. BAB III : PENUTUP yang mencakup kesimpulan dan saran


Bisa tidur deh!

Begitulah.

Kalau salah gimana kak?

Santuy aja, namanya juga belajar.

Tugas itu yang penting jadi, kalau salah? Yaaaa, namanya juga belajar.

Kuncinya satu; dengerin dosen.


Filenya bisa di download disini (Nggak menjamin laporannya benar, namanya juga dibuat pas masih seumuran kalian, wkakaka): LINK DRIVE LAPORAN.  

 

 


Share: