Kepada Diriku Aku Meminta Maaf
Aku minta maaf, sungguh. Aku meminta
maaf pada diriku sendiri. aku membawa diriku pada jalan ini, membuatnya
terlunta-lunta, menyeret kepahitan, membawa perasaan sakit itu sendiri,
memendamnya, membiarkannya pudar di dalam, kemudian meledak, aku menangis. Aku…
aku… ini semua salahku! Namun aku telah memilih jalan ini, dan aku juga tidak
mau kembali. Hanya saja sakit, sakit ini mengikutiku kemapanapun aku pergi,
perasaan sepi, kesendirian, perasaaan terasingkan, perasaaan hancur, perasaan
ingin mengeluarkan semuanya melalui bentuk tangisan, aku memendamnya dalam
kesendirian, dan aku masih berlagak kuat, merasa hebat, tersenyum dan tertawa,
namun tekanan itu, namun tekanan itu begitu terasa, benar-benar menikam dan
membuat diriku merasa muak.
Aku ingin hidup namun tidak ingin
hidup yang sepeti ini, dan pun aku mau hidup seperti itu tetapi tidak mau melakukan
cara yang seperti ini. Paradoks bukan? Namun aku tidak punya pilihan, hanya
saja, aku merasa jatuh, aku merasa hancur. Bahkan hancur pun aku dalam
kesendirian. Dan lagipula, setiap cowok, setiap manusia, harus bertanggung
jawab atas apa yang telah ia lalui, namun apakah selamanya aku akan melalui
ini, tersendat-sendat di jalan, terluka, menempelkan kepala pada tembok,
menangis? Mengapa hidup mesti tentang perjuangan dan penerimaan, jika memang tujuannya
hanyalah kenikmatan belaka? Tuhan, entah desain mana yang telah kau buat dalam
hidupku, entah keajaiban mana, tetapi rasa ini, ya ampun, rasanya memekik dan mencekik,
aku mau hidup lebih lama, namun akankah selamanya dengan jalan ini ya Tuhan?
Bukan kehidupannya, melainkan perasaan yang tidak bisa aku kendalikan.
Rasa yang membelenggu,
menendangku, mengulitiku, hiduuup, hiduup, teriakku. Namun aku merasa hanya kesunyian,
maafkan aku, maafkan aku, telah kubawa jiwa dan ragaku dalam kesendirian dan kepecundangan, dan aku
gagal, sekali lagi, gagal.
Maafkan aku.
Apakah kamu bahagia?
Tanya diriku, mungkin jiwaku.
Bbrapa kali, iya, namun tidak
sebanyak yang kukira.
Jika itu buat kamu bahagia,
jalani. Namun jika tidak, lihatlah.
Apa yang mesti aku lihat, jalan
itu, jalan itu… kemanakah akhirnya, kearah baikkah atau tidak? Dan apakah ada
jalan lain untuk kesana, selain jalann yang kamu tempuh saat ini?
Mungkin ada, namun aku tidak
merasakan itu, aku rasakan hanya tekanan.
Mungkin kamu overdosiss,
kelebihan tekanan.
Apa kaksudmu, aku tetrekan?
Kurang lebih seperti itu,
habisnya, kamu selalu memaksa diri, menuyksa diri, padahal kamu lemah.
Aku, lemah? Iya,, bahkan sangat
lemah. Tapi kau masih bisa jadi kuat.
Bagaimana caranya?
Ini tubuh kita, dan aku hanya
jiwamu, maka cari tahulah sendiri.